Undang-undang (UU) tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
ABSTRAK:
bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati sebagai anugerah dari Tuhan yang Maha Esa untuk dapat dimanfaatkan secara lestari sehingga dapat meningkatkan taraf hidup serta kemakmuran kehidupan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai jenis sumber daya alam hayati yang berupa aneka ragam jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya;
bahwa penyelenggaraan karantina harus mengikuti perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, lingkungan strategis yang cepat dan dinamis, terutama laju arus perdagangan antarnegara yang melahirkan beberapa ketentuan dan kesepakatan internasional terkait dengan standar keamanan dan mutu pangan, keamanan dan mutu pakan, produk rekayasa genetik, sumber daya genetik, agensia hayati, jenis asing invasif, dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa liar serta pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa langka
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dilaksanakan dalam satu sistem dengan berdasarkan asas kedaulatan, keadilan, pelindungan, keamanan nasional, keilmuan, keperluan, dampak minimal, transparansi, keterpaduan, pengakuan, nondiskriminasi, dan kelestarian.
Penyelenggaraan Karantina mencakup pengaturan Pemasukan, Pengeluaran, dan Transit Media Pembawa, Pangan, Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, Tumbuhan dan Satwa Langka, serta kelembagaan yang menjamin terselenggaranya Karantina. Lingkup pengaturannya meliputi penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; penetapan jenis HPHK, HPIK, dan OPTK, dan Media Pembawa; pelaksanaan tindakan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; pengawasan dan pengendalian Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka; Kawasan Karantina; Ketertelusuran; sistem informasi Karantina; jasa Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; fungsi intelijen, kepolisian khusus, dan penyidikan; kerja sama perkarantinaan; dan pendanaan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 18 Oktober 2019.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482)
tata cara pertukaran data informasi elektronik dengan Peraturan Pemerintah
PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
Undang-undang (UU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020
ABSTRAK:
1. Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan wujud dari pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara tebuka dan betanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
2. bahwa anggaran pendapatan dan belanja tahun anggaran 2020 termuat dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 yang disusun sesuai dengan kebutuhan penelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
APBN terdiri atas anggaran Pendapatan Negara, Anggaran Belanja Negara, dan Pembiayaan Anggaran.
Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2020 direncanakan seesar Rp2.233.196.701.660.000,00 yang diperoleh dari sumber:
a. penerimaan perpajakan;
b. PNBP; dan
c. Penerimaan Hibah.
Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 direncanakan sebesar Rp2.540.422.500.559.000,00 yang terdiri atas:
a. anggaran Belanja Pemerintah Pusat;
b. anggaran transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Pembiayaan anggaran sebesar Rp307.225.798.899.000,00.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal .
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
1. Rincian alokasi pembiayaan anggaran diatur dalam Peraturan Presiden;
2. Ketentuan perkiraan defisit melampaui target serta penggunaan dana SAL, Pinjaman Tunai, penerbitan SBN, dan atau pemanfaatan saldo kas BLU sebagai tambahan pembiayaan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
3. Ketentuan lebih lanjut penggunaan program kementerian negara/lembaga dan/atau BMN sebagai dasar penerbitan SBSN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sisa dana penerbitan SBSN untuk pembiayaan kegiatan/proyek kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
UU No. 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-Undang
Undang-undang (UU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
ABSTRAK:
a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu penyelenggaraan negara yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
b. bahwa Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai lembaga yang menangani tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan sinergitasnya sehingga masing-masing dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan asas kesetaraan kewenangan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
c. bahwa pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi perlu terus ditingkatkan melalui strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang komprehensif dan sinergis tanpa mengabaikan penghormatan terhadap hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Asas Komisi Pemberantasan Korupsi :
a. Kepastian hukum;
b. Keterbukaan;
c. Akuntabilitas;
d. Kepentingan Umum;
e. Proporsionalitas;
f. Penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Tugas, wewenang, kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi.
Persyaratan Pimpinan KPK, Pemberhentian Pimpinan KPK.
Dewan Pengawas KPK: tugas, syarat untuk diangkat sebagai Dewan Pengawas, pengangkatan dan penetapan sebagai Dewan Pengawas, pemberhentian Ketua dan Anggota Dewan Pengawas.
Penyidik KPK: persyaratan, pemberhentian.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2019.
Semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas supervisi diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan mengenai organ pelaksana pengawas diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan Ketua dan anggota Dewan Pengawas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyelidik KPK diatur dalam Peraturan KPK.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan penyidik KPK diatur dengan Peraturan KPK;
Hasil penggeledahan dan penyitaan dapat dilakukan pelelangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya serta memilih pendidikan dan pengajaran dalam satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, pcsantren yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kekhasannya telah berkontribusi penting dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil'alamin dengan melahirkan insan beriman yang berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan, serta terbukti memiliki peran nyata baik dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan maupun pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pesantren dalam fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat, diperlukan pengaturan untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi berdasarkan tradisi dan kekhasannya.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, Pasal 28B, Pasal 29, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang tentang Pesantren mengatur mengenai penyelenggaraan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Melalui Undang-Undang tentang Pesantren, penyelenggaraan Pendidikan Pesantren diakui sebagai bagian dari penyelenggaran pendidikan nasional. Undang-Undang tentang Pesantren memberikan landasan hukum bagi rekognisi terhadap peran Pesantren dalam membentuk, mendirikan, membangun, dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, tradisi, nilai dan norma, varian dan aktivitas, profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, serta proses dan metodologi penjaminan mutu. Undang-Undang tentang Pesantren juga menjadi landasan hukum afirmasi atas jaminan kesetaraan tingkat mutu lulusan, kemudahan akses bagi lulusan, dan independensi penyelenggaraan Pesantren, serta landasan hukum bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan fasilitasi dalam pengembangan Pesantren.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 2019.
Lingkungan HidupSumber Daya AlamAir, Sistem Penyediaan Air Minum
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan
UU No. 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 33 dan Pasal 69 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Diubah dengan
UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
UU No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, Angka I Matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota: (a). huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 1 Suburusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 huruf b; (b). huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5, yang tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, Angka I Matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota: (a). huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 1 Suburusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 huruf b; (b). huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5, yang tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, Angka I Matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota: (a). huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 1 Suburusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 huruf b; (b). huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5, yang tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
bahwa air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa Indonesia;
bahwa air sebagai bagian dari sumber daya air merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air perlu dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi guna memenuhi kebutuhan rakyat atas air.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air adalah Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Atas dasar penguasaan negara terhadap Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diberi tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, termasuk tugas untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas Air bagi masyarakat. Di samping itu, Undang-Undang ini juga memberikan kewenangan Pengelolaan Sumber Daya Air kepada pemerintah desa, atau yang disebut dengan nama lain, untuk membantu pemerintah dalam Pengelolaan Sumber Daya Air serta mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat desa dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya.
Sebagian, tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dalam mengelola Sumber Daya Air yang meliputi satu Wilayah Sungai dapat ditugaskan kepada Pengelola Sumber Daya Air yang dapat berupa unit pelaksana teknis kementerian/unit pelaksana teknis daerah atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air.
Keberadaan Air sebagai sumber kehidupan masyarakat, secara alamiah, bersifat dinamis dan mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administratif. Keberadaan Air mengikuti siklus hidrologi yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Hal tersebut menuntut Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan secara utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis Wilayah sungai.
Berdasarkan hal tersebut, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab Pengelolaah Sumber Daya Air oleh Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada keberadaan Wilayah sungai. Untuk mencapai keterpaduan pengelolaan Sumber Daya Air, perlu disusun sebuah acuan bersama bagi para pemangku kepentingan dalam satu wilayah sungai yang berupa Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dengan prinsip keterpaduan antara Air Permukaan dan Air Tanah. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air tersebut disusun secara terkoordinasi antarinstansi yang terkait.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air tersebut kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air. Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air merupakan rencana induk Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air yang disusun secara terkoordinasi dan berbasis Wilayah Sungai. Rencana tersebut menjadi dasar dalam penyusunan program Pengelolaan Sumber Daya Air yang dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kegiatan setiap instansi yang terkait.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 2019.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, Angka I Matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota:
(a). huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 1 Suburusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 huruf b;
(b). huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5,
yang tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
ABSTRAK:
bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak;
bahwa sebagai pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 22/PUU-XV/2017 perlu melaksanakan perubahan atas ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);
Perubahan norma dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma menjangkau dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita. Dalam hal ini batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain itu juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan setinggi mungkin.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 15 Oktober 2019.
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) diubah .
Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
ABSTRAK:
bahwa pembangunan hukum nasional yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan harus benar-benar mencerminkan kedaulatan berada di tangan rakyat dan menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk memperkuat pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkelanjutan, dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sejak perencanaan hingga pemantauan dan peninjauan;
bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
bahwa pembangunan hukum nasional yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan harus benar-benar mencerminkan kedaulatan berada di tangan rakyat dan menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk memperkuat pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkelanjutan, dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sejak perencanaan hingga pemantauan dan peninjauan;
bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang ini, yaitu antara lain: pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang yang sudah dibahas oleh DPR bersama Presiden dalam suatu periode untuk dibahas kembali dalam periode selanjutnya untuk memastikan keberlanjutan dalam pembentukan Undang-Undang dan pengaturan mengenai Pemantauan dan Peninjauan terhadap Peraturan Perundang-undangan sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 04 Oktober 2019.
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) diubah.
1. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
2. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Rancangan Peraturan Presiden diatur dengan Peraturan Presiden.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang diatur masing-masing dengan Peraturan DPR, Peraturan DPD, dan Peraturan Presiden.
Bantuan, Sumbangan, Bencana/Kebencanaan, dan Penanggulangan BencanaJabatan/Profesi/Keahlian/Sertifikasi
Status Peraturan
Mencabut sebagian
UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Pada saat Undang-Undang 14/2019 ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai pekerja sosial profesional dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 33 ayat (2), Pasal 52 ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial saat ini belum optimal dan terjadi perubahan sosial di dalam masyarakat yang berdampak pada peningkatan jumlah dan kompleksitas permasalahan kesejahteraan sosial. Selain itu permasalahan kesejahteraan sosial perlu ditangani melalui praktik pekerjaan sosial yang profesional, terencana, terpadu, berkualitas, dan berkesinambungan untuk memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial.
Dasar hukum undang-undang ini adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang tentang Pekerja Sosial mengatur mengenai pertama, Praktik Pekerjaan Sosial; kedua, standar Praktik Pekerjaan Sosial; ketiga, Pendidikan Profesi Pekerja Sosial; keempat, Registrasi dan izin praktik; kelima, hak dan kewajiban Pekerja Sosial dan Klien; keenam, Organisasi Pekerja Sosial sebagai wadah aspirasi Pekerja Sosial; ketujuh, Dewan Kehormatan Kode Etik yang dibentuk oleh Organisasi Pekerja Sosial; kedelapan tugas dan wewenang Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah; dan kesembilan, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 Oktober 2019.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai pekerja sosial profesional dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 33 ayat (2), Pasal 52 ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan
Dasar Pembentukan Kementerian/Lembaga/Badan/OrganisasiStruktur Organisasi
Status Peraturan
Mengubah
UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
UU No. 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
UU No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-undang (UU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ABSTRAK:
bahwa dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, diperlukan lembaga permusyawaratan rakyat yang dapat merepresentasikan keutuhan seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat yang mampu mewujudkan pelaksanaan tugas dan wewenangnya secara demokratis perlu menata Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Pasal 2 ayat (1), Pasal 20, Pasal 20A, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187);
Dalam undang-undang tersebut telah secara eksplisit diatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka mewujudkan lembaga yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Meskipun dalam UU MD3 telah secara komprehensif diatur mengenai pengejawantahan nilai-nilai demokrasi, namun masih terdapat beberapa ketentuan dalam UU MD3 yang tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan mengakomodasi hasil pemilihan umum serta sistem pemerintahan presidensial, sehingga dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan yang perlu disempurnakan adalah susunan dan mekanisme Pimpinan MPR yang memberikan cerminan keterwakilan suara partai pada struktur pimpinan lembaga tersebut.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 30 September 2019.
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) yang telah beberapa kali diubah
Undang-undang (UU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018
ABSTRAK:
Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang telah dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN TA 2018, perlu dilakukan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran pendapata dan belanja negara TA 2018.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN TA 2018.
Pertangungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2018 tertuang dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat terdiri dari:
1. LRA Pendapatan dan Belanja Negara TA 2018;
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih TA 2018;
3. Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2018;
4. Laporan Operasional TA 2018;
5. Laporan Arus Kas TA 2018;
6. Laporan Perubahan Ekuitas TA 2018;
7. Catatan atas Laporan Keuangan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 18 September 2019.
-
-
29
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat