ABSTRAK: |
- a. bahwa dalam upaya mewujudkan Visi Kabupaten Luwu Timur sebagai Pusat Pengembangan Agribisnis, Mandiri, Berbudaya dan Religius, maka peredaran dan penggunaan minuman beralkohol perlu dikendalikan;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan ketentraman dan keamanan serta ketertiban masyarakat, maka terhadap peredaran dan konsumsi Minuman Beralkohol diperlukan pengaturan guna mengintensifkan upaya
pengendalian terhadap peredaran dan penggunaan jenis minuman tersebut; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pada huruf a, dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengendalian
dan Larangan Minuman Beralkohol
- 1. Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4270);
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Nomor 4389);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang- Barang dalam Pengawasan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2473) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4402);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
12. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Minuman Beralkohol;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 59/MEN/KES/PER/II/1992 tentang
Larangan Peredaran Produksi dan Pengedar Minuman Keras Yang Tidak
Terdaftar pada Departemen Kesehatan;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 86/MEN/KES/IV/1997 tentang
Minuman Keras;
15. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor :
359/MPP/Kep/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Produksi. Impor, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.
- PERATURAN DAERAH TENTANG PENGENDALIAN DAN LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur.
2. Pemerintah adalah Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.
3. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Luwu Timur.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Luwu Timur.
5. Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur kosentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol tetapi bukan obat.
6. Perusahaan adalah perusahaan yang melakukan kegiatan dibidang usaha minuman beralkohol yang dapat berbentuk perorangan, persekutuan atau badan hukum yang berkedudukan dalam daerah.
7. Perdagangan adalah setiap bentuk kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pembelian atau penjualan termasuk penawaran untuk menjual minuman beralkohol dan atau kegiatan lain berkenaan dengan pemindahtanganan minuman beralkohol dengan
menerima imbalan.
8. Peredaran adalah penyaluran minuman berlakohol untuk diperdagangkan ataupun tidak yang dilakukan secara terorganisir ataupun tidak.
9. Pengendalian adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang ditempuh dalam rangka mengendalikan peredaran miniman beralkohol termasuk pengawasan terhadap peredarannya.
10. Distributor adalah perusahaan yang ditunjuk infortir minuman beralkohol dan atau industri minuman beralkohol untuk menyalurkan minuman beralkohol asal infor dan atau produksi
dalam negeri.
11. Sub Distributor adalah perusahaan yang ditunjuk oleh distributor untuk menyalurkan minuman beralkohol.
12. Pengecer adalah perusahaan yang menjual secara eceran minuman beralkohol khusus
dalam kemasan.
13. Penjual langsung untuk diminum ditempat adalah perusahaan yang menjual minuman untuk diminum ditempat.
14. Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol adalah Izin Usaha Peredaran Minuman
Beralkohol yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
15. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol selanjutnya disingkat SIUPMB adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan khusus minuman beralkohol golongan A, B dan C.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2
Maksud Peraturan Daerah ini adalah sebagai landasan yuridis bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan upaya pengendalian dan pelarangan terhadap peredaran dan penggunaan Minuman Beralkohol dalam daerah.
Pasal 3
Tujuan Peraturan Daerah ini adalah untuk mengendalikan dan melarang peredaran, penyalahgunaan dan dampak negatif dari penggunaan minuman berlakohol dalam daerah.
BAB III
RUANG LINGKUP PENGATURAN Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan Minuman Beralkohol dalam Peraturan Daerah ini meliputi :
a. Peredaran dan penggunaan Minuman Beralkohol yang mengandung alkohol dengan kadar 1
% (satu persen) sampai dengan 5 % (lima persen).
b. Peredaran dan penggunaan Minuman beralkohol yang mengandung alkohol dengan kadar
5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen).
c. Peredaran dan penggunaan Minuman beralkohol yang mengandung alkohol dengan kadar
20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).
d. Peredaran dan penggunaan Minuman yang diramu secara tradisional yang menghasilkan alkohol dengan kadar tertentu.
BAB IV
GOLONGAN MINUMAN BERALKOHOL Pasal 5
Minuman beralkohol dikelompokkan dalam 3 (tiga) golongan sebagai berikut :
a. Golongan A yaitu minuman yang mengandung kadar ethanol (C2H5OH) 1% (satu persen)
sampai 5% (lima persen).
b. Golongan B yaitu minuman yang mengandung kadar ethanol (C2H5OH) lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua piuluh persen).
c. Golongan C yaitu minuman yang mengandung kadar ethanol (C2H5OH) lebih dari 20% (dua piuluh persen) sampai dengan 55 % (lima puluh lima persen).
d. Golongan D yaitu minuman yang dapat memabukkan yang kadar alkoholnya tidak atau
belum terdeteksi.
BAB V
PEREDARAN DAN PENJUALAN Pasal 6
(1) Setiap orang atau perusahaan yang akan memasukkan, menyalurkan, dan/atau menjual minuman beralkohol dalam daerah harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Bupati.
(2) Izin tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa SIUPMB. (3) Tidak diterbitkan izin untuk :
a. Memproduksi Minuman Beralkohol baik secara mekanik atau tradisional. b. Izin usaha Perdagangan Minuman Beralkohol untuk Distributor.
c. Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol untuk Sub Distributor. d. Izin peredaran minuman beralkohol untuk Golongan D.
Pasal 7
(1) Jumlah dan jenis minuman beralkohol yang dapat dimasukkan, disalurkan, diedar atau dijual dalam daeah tidak boleh melebihi jumlah yang telah ditetapkan dalam SIUPMB.
(2) SIUPMB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang kembali.
(3) Perpanjangan SIUPMB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diajukan paling lambat
30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya SIUPMB tersebut.
(4) SIUPMB tidak dapat dipindahtangankan/dialihkan tanpa persetujuan tertulis dari Bupati.
BAB VI
P E R I Z I N A N Pasal 8
SIUPMB terdiri atas :
a. SIUPMB Pengecer.
b. SIUPMB Penjual Langsung Untuk diminum.
Pasal 9
SIUPMB pengecer diberikan kepada orang atau perusahaan yang menjual secara eceran minuman beralkohol dalam kemasan untuk diminum ditempat penjualan
Pasal 10
Setiap orang atau perusahaan yang akan menyalurkan/menjual minuman beralkohol dalam daerah harus mengajukan permohonan kepada Bupati dengan melampirkan dokumen, yang diperlukan sebagai berikut :
a. SIUPMB Pengecer :
1. Surat Izin Tempat Usaha (SITU).
2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
4. Izin Gangguan (HO).
5. Tanda Daftar Gudang.
6. Rekomendasi dari :
a) Dinas Koperindag dan Penanaman Modal b) Dinas Kesehatan
c) Tim Pengendali Peredaran Minuman Beralkohol
d) Camat dan Kepala Desa
b. SIUPMB Penjual Langsung untuk diminum :
1. Surat Izin Tempat Usaha (SITU).
2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
4. Izin Gangguan (HO).
5. Izin Usaha bagi Hotel/Penginapan, Restoran/Rumah Makan, Bar, Pub dan Klub Malam, Diskotik atau Karaoke.
6. Rekomendasi dari :
a) Dinas Perindag, Koperasi, UKM dan Penanaman Modal b) Dinas Kesehatan
c) Tim Pengendali Peredaran Minuman Beralkohol
d) Camat dan Kepala Desa.
Pasal 11
Pengecer dan Penjual Langsung untuk diminum ditempat yang akan memperpanjang izinnya harus mengajukan permohonan perpanjangan izin kepada Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum SIUPMB yang bersangkutan berakhir masa berlakunya dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dalam pasal 10 dan SIUPMB terakhir.
Pasal 12
(1) Sebelum Bupati menerbitkan SIUPMB, terlebih dahulu harus diumumkan disekitar lokasi yang diusulkan oleh pemohon selama 2 (dua) minggu berturut-turut.
(2) Apabila masyarakat disekitar lokasi yang direncanakan tersebut keberatan, maka Bupati
menolak untuk menerbitkan SIUPMB.
Pasal 13
SIUPMB Pengecer dikeluarkan hanya untuk keperluan menjual minuman beralkohol Golongan A
dalam kemasan secara eceran.
Pasal 14
(1) SIUPMB Penjual Langsung untuk diminum dikeluarkan hanya untuk keperluan menjual minuman beralkohol Golongan A, B dan C untuk diminum ditempat.
(2) SIUPMB Penjual Langsung untuk diminum beralkohol Golongan A diberikan hanya kepada
Pemilik/Pengusaha :
a. Hotel.
b. Restoran. c. Bar.
d. Pub.
e. Klub Malam. f. Diskotik.
(3) SIUPMB Penjual Langsung untuk minuman beralkohol Golongan B dan C hanya dapat diberikan kepada pemilik/pengusaha :
a. Hotel Bintang III, IV dan V.
b. Restoran dengan tanda Talam Kencana dan tanda Talam Selaka.
BAB VII L A B E L Pasal 15
(1) Setiap kemasan atau botol minuman beralkohol Golongan A, B dan C yang diedar/dijual dalam daerah wajib dilengkapi dengan label sesuai dengan peraturan Perundang- Undangan yang berlaku.
(2) Label sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menggunakan Bahasa Indonesia dan sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai :
a. Nama Produk. b. Kadar Alkohol.
c. Daftar Bahan Yang Digunakan.
d. Berat Bersih atau Isi Bersih. e. Nama dan Alamat Produsen.
f. Tanggal, Bulan dan Tahun Kadaluarsa.
g. Pencantuman tulisan “ Minuman Beralkohol “. h. Nomor Registrasi dan Nomor Kode Produksi.
Minuman beralkohol yang tidak mempunyai label merupakan minuman beralkohol yang tidak memenuhi syarat untuk diedarkan dalam daerah.
Pasal 17
Label untuk minuman beralkohol tradisional diperlakukan sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan yang mengatur hal tersebut.
BAB VIII KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 18
(1) Pengecer atau Penjual Langsung untuk diminum ditempat harus menyimpan minuman beralkohol golongan A, B dan C digudang atau tempat khusus yang terpisah dengan barang-barang yang lainnya.
(2) Memasukkan atau Mengeluarkan minuman beralkohol golongan A, B, dan C dari dan ke
Gudang atau tempat penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuatkan
Kartu Data Stok.
(3) Kartu Data Stok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya memuat jumlah, jenis, merek, tanggal pemasukan barang ke gudang atau tempat khusus dan asal
barang.
(4) Kartu Data Stok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib diperlihatkan apabila ada pemeriksaan.
Pasal 19
(1) Penjual langsung untuk diminum ditempat untuk minuman beralkohol golongan A, B dan C
hanya diizinkan melakukan penjualan sebagai berikut :
a. Pada siang hari mulai Pukul 12.00 s/d 15.00 Wita. b. Pada malam hari mulai Pukul 19.00 s/d 22.00 Wita.
(2) Pada hari libur diluar hari raya keagamaan waktu penjualan dimalam hari dapat
diperpanjang maksimal 2 (dua) jam dari waktu yang telah ditetapkan dalam ayat (1) huruf b.
(3) Bupati dapat melakukan penutupan untuk sementara waktu, penjualan minuman
beralkohol pada hari-hari tertentu.
Pasal 20
Pengecer atau Penjual Langsung minuman beralkohol berkewajiban untuk :
a. Menjaga ketertiban dan keamanan dalam ruangan dan disekitar tempat penjualan.
b. Meminta kepada petugas keamanan untuk menertibkan dan mengamankan kegaduhan yang terjadi ditempat sebagaimana dimaksud dalam huruf a bila tidak dapat diatasi sendiri.
c. Menempatkan SIUPMB ditempat yang mudah dilihat oleh pengunjung.
d. Menempelkan peringatan bahwa setiap orang yang meminum minuman beralkohol tidak boleh berlebihan atau sampai mabuk.
e. Menempelkan batas waktu penjualan.
Pasal 21
(1) Dilarang mengecer atau menjual langsung untuk diminum ditempat, minuman beralkohol golongan A, B dan C ditempat/lokasi yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, pemukiman, terminal, pasar dan perkantoran dengan jarak radius 1.000 meter.
(2) Dilarang mengecer atau menjual untuk diminum ditempat minuman beralkohol golongan
A, B dan C di Warung/Kios Minuman, Gelanggang Olah Raga, Gelanggang Remaja, Kantin, Rumah Billiar, Gelanggangh Permainan dan Ketangkasan, Panti Pijat, Kaki Lima, Terminal, Stasiun, Kios-kios Kecil, Penginapan dan Bumi Perkemahan.
Pengecer atau penjual langsung untuk diminum ditempat dilarang :
a. Menjual minuman beralkohol kepada orang yang diketahui atau patut diduga berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.
b. Menjual minuman beralkohol kepada pelajar, mahasiswa, Anggota TNI/POLRI, Pegawai serta pejabat lain.
c. Menjual minuman beralkohol ditempat yang dapat dimasuki oleh umum.
d. Menjual minuman yang mengandung alkohol diluar batas yang ditetapkan dalam izin.
e. Menjual minuman beralkohol kepada orang yang telah atau dianggap telah minum minuman beralkohol ditempat lain.
f. Menjual minuman beralkohol melampaui jumlah yang ditetapkan dalam izin.
g. Melakukan penjualan minuman beralkohol melampaui batas waktu yang telah ditetapkan.
Pasal 23
(1) Penjual langsung untuk diminum ditempat tidak boleh melayani konsumen yang akan mengkonsumsi minuman beralkohol Golongan A diatas 1000 ml.
(2) Penjual langsung untuk diminum ditempat tidak boleh melayani konsumen yang akan mengkonsumsi minuman beralkohol golongan B dan C diatas 100 ml.
(3) Dilarang menjual dan atau mengedarkan minuman beralkohol golongan A, B dan C yang isi kemasannya kurang dari 180 ml.
Pasal 24
(1) Setiap orang dilarang minum minuman beralkohol ditempat-tempat umum.
(2) Setiap orang dilarang minum minuman beralkohol ditempat penjualan sampai mabuk.
(3) Setiap orang yang dalam keadaan mabuk dilarang mengemudikan kendaraan dan/atau melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya sendiri
maupun jiwa orang lain.
BAB IX PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 25
Dalam melakukan pengawasan peredaran dan penjualan minuman beralkohol dalam wilayah daerah, dibentuk Tim Pengawasan dan Pengendalian yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 26
(1) Tim sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan pertimbangan kepada Bupati mengenai peredaran dan penjualan minuman beralkohol.
(2) Tugas Tim selain pengawasan dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dalam Keputusan Bupati mengenai pembentukan Tim Pengawasan dan
Pengendalian.
(3) Segala biaya untuk keperluan tim sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dibebankan pada Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 27
(1) Pengecer atau Penjual Langsung untuk di Minum wajib untuk melaporkan realisasi pengadaan, penyaluran dan penjualan Minuman Beralkohol Golongan A, B dan C kepada Bupati melalui instansi terkait dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan dan Tim Pengawasan dan Pengendalian Kabupaten.
(2) Laporan realisasi pengadaan, penyaluran dan penjualan minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga mencantumkan :
a. Jenis dan Jumlah Minuman Beralkohol
b. Pengguna/Konsumen Minuman Beralkohol
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), dilaksanakan setiap triwulan sebagai berikut :
a. Triwulan I : 1 Januari s/d 31 Maret b. Triwulan II : 1 April s/d 30 Juni
c. Triwulan III : 1 Juli s/d 30 September
d. Triwulan IV : 1 Oktober s/d 31 Desember
(4) Laporan triwulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan selambat-lambatnya
1 Minggu setelah periode pelaporan berakhir.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menggunakan formulir yang bentuknya akan ditetapkan kemudian oleh Bupati.
Pasal 28
Pengecer atau Penjual Langsung untuk diminum di tempat selain berkewajiban untuk memberikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, juga berkewajiban untuk memberikan informasi sewaktu-waktu apabila diperlukan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI Pasal 29
Pengecer atau Penjual Langsung yang melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (1), Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 27 ayat (1) izinnya dibekukan untuk sementara waktu atau dicabut.
BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 30
(1) Selain Penyidik POLRI, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana peraturan daerah.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan dan pengaduan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah.
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan atau dokumen-dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka tugas Penyidikan Tindak Pidana di bidang
Retribusi Daerah.
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak Pidana Retribusi Daerah.
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j. Menghentikan penyidikan.
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 31
(1) Pengecer atau Penjual Langsung Minuman Beralkohol yang melanggar atau tidak mentaati ketentuan pasal 7 ayat (1), pasal 15, pasal 16, pasal 20, pasal 21, pasal 22 dan pasal 23 dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling singkat 1(satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar atau tidak mentaati ketentuan pasal 6 ayat (1), pasal 24 dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) adalah pelanggaran.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 32
Dengan berlakunya peraturan daerah ini, maka semua izin yang telah dikeluarkan masih berlaku sampai berakhirnya izin tersebut.
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bupati dan/atau
Keputusan Bupati.
Pasal 34
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur.
|