bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia;
bahwa negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan;
bahwa pengaturan mengenai bantuan hukum yang diselenggarakan oleh negara harus berorientasi pada terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan;
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5), dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
pengertian Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum, syarat dan tata cara permohonan Bantuan Hukum, pendanaan, larangan, dan ketentuan pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 November 2011.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran dana Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) kepada Pemberi Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah.
Undang-undang (UU) tentang Penanganan Fakir Miskin
ABSTRAK:
bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara bertanggung jawab untuk memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan;
bahwa untuk melaksanakan tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada huruf b, diperlukan kebijakan pembangunan nasional yang berpihak pada fakir miskin secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;
bahwa pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar bagi fakir miskin masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin yang terintegrasi dan terkoordinasi.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4), dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967).
1. KETENTUAN UMUM
2. HAK DAN TANGGUNG JAWAB
3. PENANGANAN FAKIR MISKIN
4. TUGAS DAN WEWENANG
5. SUMBER DAYA
6. KOORDINASI DAN PENGAWASAN
7. PERAN SERTA MASYARAKAT
8. KETENTUAN PIDANA
9. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 2011.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknologi informasi dan penerbitan kartu identitas diatur dengan Peraturan Menteri.
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
ABSTRAK:
bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan;
bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan;
bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
Materi muatan baru dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389), yaitu:
penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan setelah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak hanya untuk Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Perundang- undangan lainnya;
pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang- undangan, peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan
penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran I Undang-Undang ini.
Sistematisasi materi pokok dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah:
asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
jenis, hierarki, dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan;
perencanaan Peraturan Perundang-undangan;
penyusunan Peraturan Perundang-undangan;
teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang;
pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
pengundangan Peraturan Perundang-undangan;
penyebarluasan;
partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
dan ketentuan lain-lain yang memuat mengenai pembentukan Keputusan Presiden dan lembaga negara serta pemerintah lainnya.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 12 Agustus 2011.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dilakukan dalam suatu program penyusunan Peraturan Pemerintah.
Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan mengenai perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 29 berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan penyusunan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegda Provinsi di lingkungan DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan DPRD Provinsi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegda Provinsi di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan DPR.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan mengenai tata cara penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Presiden diatur dalam Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari Gubernur diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi s diatur dalam Peraturan DPRD Provinsi.
Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Undang-Undang diatur dengan Peraturan DPR.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi diatur dengan Peraturan DPRD Provinsi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah Provinsi diatur dengan Peraturan DPRD Provinsi.
Ketentuan mengenai pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembahasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah Provinsi sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi dalam Lembaran Daerah.
Ketentuan mengenai penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi berlaku secara mutatis mutandis terhadap penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Undang-undang (UU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang
ABSTRAK:
bahwa Sistem Resi Gudang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha di bidang Sistem Resi Gudang perlu adanya pengaturan mengenai Lembaga Jaminan Resi Gudang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Muatan Resi Gudang;
2. Wewenang Badan Pengawas;
3. Muatan Sertifikat lembaga penilai kesesuaian;
4. Lembaga jaminan resi gudang.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 08 Agustus 2011.
UU 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembentukan kantor perwakilan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Modal awal Lembaga Jaminan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai penatausahaan rekening dalam kaitannya dengan jenis barang yang dijamin oleh Lembaga Jaminan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dasar Pembentukan Kementerian/Lembaga/Badan/Organisasi
Status Peraturan
Diubah dengan
UU No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi
UU No. 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang
Undang-undang (UU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
ABSTRAK:
bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka mempunyai peranan penting guna menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagian sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22E ayat (2), Pasal 24, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076).
Pasal 1 angka 2 diubah dan ditambah 1 (satu) angka, yakni angka 4,
Pasal 4 ayat (3) diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 8 (delapan) ayat, yakni ayat (4a) sampai dengan ayat (4h);
Ketentuan Pasal 6 diubah
Di antara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 7A dan Pasal 7B
Ketentuan Pasal 8 diubah
Penjelasan Pasal 10 diubah
Ketentuan Pasal 15 diubah
Pasal 16 dihapus.
Ketentuan Pasal 23 diubah
Ketentuan Pasal 26 diubah
Di antara BAB IV dan BAB V disisipkan 1 (satu) bab
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, organisasi, dan tata beracara persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan Pasal 32
Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 33A
Ketentuan Pasal 34 ayat (3) diubah dan setelah ayat (3) ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4)
Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 35 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a)
Di antara Pasal 35 dan Bagian Keempat Bab V disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 35A
Ketentuan Pasal 41 ayat (1) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga Pasal 41
Di antara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 42A
Di antara Pasal 45 dan Pasal 46 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 45A
Di antara Pasal 48 dan Pasal 49 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 48A
Pasal 50 dihapus.
Di antara Pasal 50 dan Pasal 51 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 50A,
Di antara Pasal 51 dan Pasal 52 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 51A
Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 57 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), sehingga Pasal 57
Ketentuan Pasal 59 diubah
Ketentuan Pasal 60 diubah
Pasal 65 dihapus.
Pasal 79 diubah
Ketentuan Pasal 87 diubah
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 20 Juli 2011.
Mengubah Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan Pasal 15 diubah
dst
35
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat