Undang-undang (UU) tentang Pencarian dan Pertolongan
ABSTRAK:
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hidup dan kehidupannya termasuk perlindungan dari kecelakaan, bencana, dan kondisi membahayakan manusia berlandaskan pada Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa tanggung jawab negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari kecelakaan, bencana, dan kondisi membahayakan manusia dilakukan melalui pencarian dan pertolongan secara cepat, tepat, aman, terpadu, dan terkoordinasi oleh semua komponen bangsa;
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pencarian dan pertolongan yang telah ada belum dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta belum sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 29 tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, dan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang ini mengatur kegiatan Pencarian dan Pertolongan yang disesuaikan dengan perkembangan globalisasi, otonomi daerah, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan Pencarian dan Pertolongan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta harmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku secara nasional dan internasional.
Undang-Undang ini bertujuan: (i) mengatur penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan secara cepat, tepat, terkoordinasi, serta menguatkan fungsi kelembagaan pemerintahan yang bertugas melaksanakan Pencarian dan Pertolongan untuk menciptakan profesionalitas di bidang tugasnya; (ii) mengadopsi beberapa ketentuan yang berlaku secara internasional, seperti standar penanganan Pencarian dan Pertolongan, sarana yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik Indonesia. Undang-Undang ini juga memberikan kesempatan kepada masyarakat yang mempunyai keahlian dan/atau kompetensi di bidang Pencarian dan Pertolongan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan.
Masyarakat sebagai Potensi Pencarian dan Pertolongan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya budaya Pencarian dan Pertolongan dalam kehidupan sehari-hari.
Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan dalam Undang-Undang ini meliputi, Rencana Induk Pencarian dan Pertolongan, Potensi Pencarian dan Pertolongan, Penyelenggaraan Operasi Pencarian dan Pertolongan, Sumber Daya Manusia, Kelembagaan, Sarana dan Prasarana, Sistem Informasi dan Komunikasi, Pendanaan, Kerja Sama Internasional, Peran Serta Masyarakat, dan Ketentuan Pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 2014.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan Potensi Pencarian dan Pertolongan diatur dalam Peraturan Pemerintah;
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keahlian dan/atau standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur bantuan Operasi Pencarian dan Pertolongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelaksanaan Operasi Pencarian dan Pertolongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian Pelaksanaan Operasi Pencarian dan Pertolongan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, fungsi, tugas, wewenang, struktur organisasi, dan tata kerja Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan diatur dengan Peraturan Presiden.
Undang-undang (UU) tentang Perlindungan Varietas Tanaman
ABSTRAK:
bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agraris, maka pertanian yang maju, efisien, dan tangguh mempunyai peranan yang penting dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional;
bahwa untuk membangun pertanian yang maju, efisien, dan tangguh perlu didukung dan ditunjang antara lain dengan tersedianya varietas unggul;
bahwa sumberdaya plasma nutfah yang merupakan bahan utama pemuliaan tanaman, perlu dilestarikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka merakit dan mendapatkan varietas unggul tanaman tanpa merugikan pihak manapun yang terkait guna mendorong pertumbuhan industri perbenihan;
bahwa guna lebih meningkatkan minat dan peranserta perorangan maupun badan hukum untuk melakukan kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan varietas unggul baru, kepada pemulia tanaman atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman perlu diberikan hak tertentu serta perlindungan hukum atas hak tersebut secara memadai;
bahwa sesuai dengan konvensi internasional, perlindungan varietas tanaman perlu diatur dengan undang-undang.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3398) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3680);
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699).
1. KETENTUAN UMUM
2. LINGKUP PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
3. PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN
VARIETAS TANAMAN
4. PEMERIKSAAN
5. PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
6. BERAKHIRNYA HAK PERLINDUNGAN
VARIETAS TANAMAN
7. BIAYA
8. PENGELOLAAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
9. HAK MENUNTUT
10. PENYIDIKAN
11. KETENTUAN PIDANA
12. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2000.
-
Ketentuan mengenai penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Besarnya biaya pemeriksaan substantif ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan, kualifikasi Pemeriksa PVT dan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Ketentuan mengenai pemberian atau penolakan permohonan hak PVT berikut bentuk dan isinya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Susunan organisasinya, tata kerja Komisi Banding PVT, tata cara permohonan dan pemeriksaan banding, serta penyelesaiannya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Syarat dan tata cara pengalihan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Ketentuan mengenai perjanjian lisensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai Lisensi Wajib diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Undang-undang (UU) NO. 29, LN.2022/No.223, TLN No.6831, jdih.setneg.go.id: 15 hlm.
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya
ABSTRAK:
Pemekaran wilayah di Provinsi Papua Barat perlu memperhatikan aspirasi masyarakat Papua Barat untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua, khususnya di Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat, dan Kota Sorong.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Nomor 21 Tahun 2001.
UU ini mengatur mengenai pembentukan Provinsi Papua Barat Daya yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Papua Barat Daya berasal dari sebagian wilayah Provinsi Papua Barat yang terdiri dari Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat, dan Kota Sorong. Ibu kota Provinsi Papua Barat Daya berkedudukan di Kota Sorong.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 08 Desember 2022.
Provinsi Papua Barat Daya berhak mendapatkan alokasi transfer ke daerah berdasarkan kemampuan keuangan negara dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Lampiran file: 20 hlm (Batang tubuh 15 hlm dan Penjelasan 5 hlm)
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Di Provinsi Sulawesi Utara
ABSTRAK:
Untuk memacu kemajuan Provinsi Sulawesi Utara pada umumnya dan Kabupaten Bolaang Mongondow pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, politik, jumlah penduduk, luas daerah, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan, dan meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Bolaang Mongondow, dipandang perlu membentuk Kabupaten Bolaang Mongondow Timur di Provinsi Sulawesi Utara untuk mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Oleh karena itu, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Bolaang Mongondow Timur di Provinsi Sulawesi Utara.
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, dan Pasal 21 UUD Tahun 1945, UU No. 29 Tahun 1959, UU No. 13 Tahun 1964, UU No. 22 Tahun 2003, UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004, UU No. 22 Tahun 2007, dan UU No. 10 Tahun 2008.
Undang-Undang ini dibentuk Kabupaten Bolaang Mongondow Timur di wilayah Provinsi Sulawesi Utara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 21 Juli 2008.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik kedokteran.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU ini diatur mengenai asas dan tujuan praktik kedokteran, pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia, standar pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi, pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi dokter dan dokter gigi, penyelenggaraan praktik kedokteran, pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Dokter Indonesia, serta pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran. Dalam menjalankan profesinya, dokter dan dokter gigi juga dapat dipidana sesuai ketentuan yang telah diatur dalam UU ini.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2005.
Dengan disahkannya Undang-undang ini maka Pasal 54 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada saat diundangkannya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Undang-undang (UU) tentang Penetapan "Undang-Undang Darurat Nomor 21 Tahun 1951, tentang Pengenaan Tambahan Opsenten atas Bensin dan Sebagainja" (Lembaran-Negara Nomor 96 Tahun 1951), Sebagai Undang-Undang
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 28 Desember 1953.
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di Sulawesi
ABSTRAK:
bahwa berhubung dengan berlakunya Undang-undang No. 1 tahun1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah untuk seluruhwilayah Republik Indonesia sejak tanggal 18 Januari 1957 perlusegera dilaksanakan pembentukan Daerah-daerah tingkat II atasdasar Undang-undang tersebut di Sulawesi;b.bahwa setelah mempelajari pendapat Panitia Negara untukpeninjauan pembagian wilayah Negara dalam daerah-daerahswatantra, termaksud dalam Keputusan Presiden No. 202 tahun 1956serta memperhatikan keinginan-keinginan rakyat di daerah yangbersangkutan, Pemerintah berpendapat sudah tiba saatnya untuksesuai dengan pasal 73 ayat (4) Undang-undang tersebut sub a di atas-melaksanakan pembentukan Daerah-daerah tingkat II dimaksud
pasal-pasal 89, 131, 132 dan 142 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia;2.Undang-undangNo.1tahun1957tentangPokok-pokokPemerintahan Daerah (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 6) sebagai-mana sejak itu telah diubah;
A.1.Pada saat mulai berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokokPemerintahan Daerah yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, makadidaerah Propinsi admistratip Sulawesi terdapat 20 Daerah-daerah yang berhakmengurus rumah-tangganya sendiri sebagai berikut :a.Daerah-daerah yang berasal dari bentukan Pemerintah Negara Indonesia Timurdahulu yaitu Daerah Sangihe-Talaud dan Minahasa dimaksud Undang-undangNegara Indonesia Timur No. 40 tahun 1950 dan Kota Makassar yang dibentukdengan peraturan dimaksud dalam Saatsblad 1947 No. 21 yo. PeraturanPresiden Negara Indonesia Timur 1949 No. 3;b.Daerah-daerah yang dibentuk setelah berdirinya Negara kesatuan PemerintahRepublik Indonesia Negara Kesatuan berdasarkan Undang-undang pokokNegaraIndonesiaTimurNo-44tahun1950,yaitu:Manado,Bolaang-Mongondow, Sulawesi-Utara, Donggala, Poso, Mandar, Pare-Pare,Bonthain, Makassar, Gowa, Jeneponto Takalar, Bone, Wajo, Soppeng, Luwu,Tana Toraja dan Sulawesi Tenggara.2.Daerah-daerah tersebut diatas menurut ketentuan dalam pasal 73 ayat (4)Undang-undang No. 1 tahun 1957 masih dapat berjalan terus sebagai daerah otonommenurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan-perundangan yang berlaku baginyahingga Daerah itu dibentuk, diubah atau dihapuskan berdasarkan Undang-undangNo. 1 tahun 1957.
Dalam pelaksanaannya beberapa daripada 20 Daerah-daerah yang kini ada diSulawesi itu dibagi dalam beberapa Daerah Tingkat II baru, yaitu :1.Dari Daerah Sulawesi Utara dan Daerah Donggala dikeluarkan wilayahSwapraja-Swapraja Buol dan Toli-Toli, yang dibentuk menjadi Daerah TingkatII tersendiri;2.Dari Daerah Sulawesi Utara dikeluarkan pula sebagai wilayahnya yang dibentukmenjadi Kotapraja Gorontalo;3.Daerah Poso dibagi menjadi 2 Daerah Tingkat II;4.Pare-Pare dibagi menjadi 5 Daerah Tingkat II
5.Mandar dibagi menjadi 3 Daerah Tingkat II;6.Sulawesi Tenggara dibagi menjadi 4 Daerah Tingkat II;7.Makassar dibagi menjadi 2 Daerah Tingkat II;8.Jeneponto-Takalar dibagi menjadi daerah Tingkat II;9.Bonthain dibagi menjadi 4 Daerah Tingkat II
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 04 Juli 1959.
-
-
30
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat