ABSTRAK: |
- a. bahwa cagar budaya, merupakan kekayaan alam dan
budaya bangsa yang memiliki peran penting bagi
pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
b. bahwa untuk melestarikan dan mengelola cagar
budaya, perlu upaya pelindungan, pengembangan,
pengelolaan, dan pemanfaatan cagar budaya;
c. bahwa perkembangan pembangunan dan pola hidup
masyarakat yang mengalami peningkatan dan
perubahan yang pesat, dapat mengancam keberadaan
cagar budaya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan. sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Pelestarian
dan Pengelolaan Cagar Budaya.
- 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2OO2 tentang
Bangunan Gedung (lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 42471;
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentar.g
Penataan Ruang (kmbaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO7 Nomor 6, Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
1
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Toraja Utara di Provinsi
Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 1O1, Tambahan
kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4874);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (trmbaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan lrmbaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan kmbaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya (kmbaran Negara Republik Indonesia
Tahun 201O Nomor 13O, Tambahan l.embaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5168);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (l,embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang
Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya
di Museum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 35, Tambahan l,embaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3599);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2OO2 tentang Bangunan Gedung (l,embaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4532);
1 1. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2OO8 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
2
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48'
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (kmbaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5103);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2O1O tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang (kmbaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OlO Nomor 118, Tambahan
l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2Ol2 tentang
Tata Cara Pelaksanaal Koordinasi, Pengawasan, dan
Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk
Pengamalan Swakarsa (l,embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 74);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (l,embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor ll4, Tambahan
kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
17. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 42
Tahun 20O9 Nomor 4O Tahun 2009 tentang Pedoman
Pelestarian Kebudayaan;
18. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028 (kmbaran
Daerah Frovinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008
Nomor 10, Tambahan lrmbaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Nomor 243);
19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 1 Tahun 20ll tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan di Sulawesi Sealatan (Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2Ol1
Nomor 1, Tambahan l,embaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Nomor 258);
20. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 2 Tahun 2Ol4 tentalrg Pelestarian Pengelolaan
Qagar Budaya (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan kmbaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 275);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 11
Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Tahun 20 1 5-2030 (l,embaran
3
Menetapkan
Daerah Kabupaten Tor4ja Utara Tahun 2015
Nomor 11, Tambahan l,embaran Daerah Kabupaten
Toraja Utara Nomor 53);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 4
Tahun 2016 tentang Pembentukan Dan Susunan
Perangkat Daerah (kmbaran Daerah Kabupaten
Toraja Utara Tahun 2016 Nomor 4, Tambahan
lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara
Nomor 61);
23. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 7
Tahun 20 16 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan
(lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara
Tahun 2016 Nomor 7, Tambahan [rmbaran Daerah
Kabupaten Toraja Utara Nomor 64);
24. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 8
Tahun 2016 tentang Tanda Daftar Usaha
Pariwisata (Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara
Tahun 2016 Nomor 8, Tambahan kmbaran Daerah
Kabupaten Toraja Utara Nomor 65).
- PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN DAN
PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasa-l 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Repubtik Indonesia
Tahun 1945.
2. Daerah adalah Kabupaten Toraja Utara.
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara Urusan
Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan
4
Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan
Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
4. Pemerintah Daerah ada-lah Bupati sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
5. Dewan Pewakilan Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah lembaga Perwakilan Rakyat Daerah
yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
6. Bupati adalah Bupati Toraja Utara.
7. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati
dan DPRD dalam penyelanggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
8. Dinas adalah perangkat daerah yang membidangi
urusan kebudayaan.
9. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat di lingkungan
pemerintah daerah yang berwenang di bidang tertentu
dan mendapat pendelegasian dari Bupati.
10. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
tidak badan hukum.
11. Warisan Budaya adalah sumber daya budaya yang
mencakup budaya benda dan tidak benda, merupakan
warisan dari masa lampau, yang dinikmati saat ini
dan akan diteruskan kepada generasi yang akan
datarg.
72. Bwdaya Daerah adalah sistem nilai yang dianut
oleh setiap orang Toraja, yang diyakini memenuhi
harapan warga masyarakat dan di dalamnya terdapat
nilai, sikap, serta tata cara masyarakat yang diyakini
dapat memenuhi kehidupan warga masyarakat.
13. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan
cagar budaya, struktur cagar budaya, situs
cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di
darat dan/ atau di ajr yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agarrra,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
14. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau
benda buatan manusia, yang dimanfaatkan oleh
manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat
dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau
5
dapat dihubungkan dengan sejarah manusia, baik
bergerak maupun tidak bergerak, yang merupakan
kesatuan atau kelompok, atau sebagian, atau sisa
yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan
sejarah perkembangan manusia; berusia 50 (lima
puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya paling
singkat 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/ atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi
penguatan kepribadian bangsa.
15. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang
terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia
untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding
dan/atau tidal< berdinding, dan beratap, berunsur
tunggal atau banyak, dan/ atau berdiri bebas atau
menyatu dengan formasi alam, berusia 5O (lima puluh)
tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat
berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/ atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi
penguatan kepribadian bangsa.
16. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang
terbuat dari benda alam d.an/atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan
yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana
untuk menampung kebutuhan manusia, berunsur
tunggal atau banyak dan/atau sebagian atau
seluruhnya menyatu dengan formasi alam, berusia 50
(lima puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya
paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun,
memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengeta-huan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan
memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian
bangsa.
17. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di
darat dan/atau di air yang mengandung benda
cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau
struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia
dan menyimpan informasi kegiatan manusia pada
masa lalu.
18. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang
geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau
lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas, berupa
lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia
paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, memiliki
pola yang memperlihatkan fungsi rr.ang pada
masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh)
6
tahun, memperlihatkan pengaruh manusia masa
ialu pada proses pemanfaatan ruang berskala
luas, memperlihatl<an bukti pembentukan lanskap
budaya dan memiliki lapisan tanah terbenam
yang mengandung bukti kegiatan manusia
atau endapan fosil serta dianggap mempunyai nilai
penting bagr sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan.
19. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh
terhadap cagar budaya dengan tetap memperhatikan
fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
20. Dikuasai oleh Negara adalah kewenangan tertinggi
yang dimiliki oleh Negara dalam menyelenggarakan
pengaturan perbuatan hukum berkenaan dengan
pelestarian cagar budaya.
21. Pengrrasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik
kepada pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap
orang untuk mengelola cagar budaya dengan tetap
memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk
melestarikannya.
22. Pengalihan adalah proses pemindahan hak
kepemilikan dan/atau penguasaan cagar budaya dari
setiap orang kepada setiap orang lainnya atau kepada
Negara.
23. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/ atau
bukan uang dari pemerintah atau pemerintah daerah.
24. Insentif adaiah dukungan berupa advokasi,
perbaltuan, atau bentuk lain bersifat non dana untuk
mendorong pelestarian dan pengelolaan cagar budaya
dari pemerintah atau pemerintah daerah.
25.Tim Ahli Cagar Budaya yang selanjutnya disebut
tim ahli adalah kelompok ahli pelestarian dari
berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat
kompetensi untuk memberikan rekomendasi
penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan cagar
budaya.
26. Tenaga Ahli Pelestarian yang selanjutnya disebut
tenaga ahli adalah orang yang karena kompetensi
keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat
dibidang pelindungan, pengembangan, atau
pemanfaatan cagar budaya.
27. Museum adalah lembaga permanen yang tidak
mencari keuntungan guna melayani masyarakat dan
pengembangannya terbuka untuk umum, melakukan
pelestarian koleksi cagar budaya dan/atau bukan
cagar budaya di bawah pengelolaan seorang kurator,
serta memamerkan dan mengkomunikasikal
7
koleksinya untuk tujuan pengkajian, pendidikan dan
kesenangan.
28. Kurator adalah orang yang karena kompetensi
keahliannya bertanggung jawab dalam pengelolaan
koleksi museum.
29. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda,
bangunan, struktur, lokasi, dan/ atau satuan ruang
geografis untuk diusulkan sebagai cagar budaya
kepada pemerintah daerah.
30. Penetapan adalah pemberian status cagar budaya
terhadap objek pendaftaran (benda, bangunan,
struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis) yang
dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan
rekomendasi tim ahli cagar budaya.
31 . Pelestarian adalah upaya dinamis untuk
mempertahankan keberadaan cagar budaya dan
nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkannya.
32. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi,
mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya
melalui kebijakan pengaturan perencana€rn,
pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besar
kesejahteraan rakyat.
33. Pelindungan adalah upaya mencegah dan
menanggulangl da.i kerusakan, kehancuran, atau
kemusnahan dengan cara penyelamatan,
pengamanan, zr.nasi, pemeliharaan, dan pemugaran
cagar budaya.
34. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/
atau menanggulangi cagar budaya dari kerusakan,
kehancuran, atau kemusnahan.
35. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah
cagar budaya dari ancaman dan/ atau gangguan.
36. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat
agar kondisi fisik cagar budaya tetap lestari.
37. Pemugaran ada-lah upaya pengembalian kondisi fisik
benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan
struktur cagar budaya yang rusak sesuai dengan
keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik
pengery'aan untuk memperpanjang u sianya.
38. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai,
informasi, dan promosi cagar budaya serta
pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi,
dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak
bertentangan dengan tujuan pelestarian.
39. Pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya
untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat dengan tetap mempertahankan kelestari€rnnya.
8
40. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang
dilakukan menurut kaidah dan metode yang
sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan
keterangan bagl kepentingan pelestarian cagar
budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan
kebudayaan.
41. Revitalisasi addah kegiatan pengembangan yang
ditujukan untuk menumbuhkan kernbali nilai-nilai
penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi
ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip
pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
42. Adaptasi adalah upaya pengembangan cagar budaya
untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan
masa kini dengan melakukan perubahan terbatas
yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai
pentingnya atau kerusakal pada bagran yang
mempunyai nilai penting .
43. Penetapan adalah pemberian status cagar budaya
terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau
satuan ruang geografis yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi
tim ahli cagar budaya.
44. Register Daerah, Provinsi dan Nasional Cagar Budaya
adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa
cagar budaya yang berada di dalam dan di luar negeri.
45. Penghapusan adalah tindakan menghapus status
cagar budaya dari register daerah, provinsi dan
nasional cagar budaya.
46. Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung
terhadap benda cagar budaya, bangunan cagar
budaya, atau struktur cagar budaya, baik seluruh
maupun sebagian.
47 . 7-onasi adalah penentuan batas-batas keruangan situs
cagar budaya dan kawasan cagar budaya sesuai
dengan kebutuhan.
48. Masyarakat adalah kelompok manusia yang bermukim
di wilayah Toraja.
49. Karya Adi Luhung adalah karya seni budaya yang
memiliki nilai dan mutu yang tinggi serta wajib
dipelihara.
50. Badan adalah organisasi, perkumpulan, paguyuban
baik badan hukum maupun yang bukan badan
hukum.
51. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan
tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan
Daerah.
9
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pelestarian dan pengelolaan cagar budaya dilaksanakan
berdasarkan asas:
a. Pancasila;
b. Bhinneka Tunggal Ika;
c. kenusaltaraan;
d. keadilan;
e. keterliban dan kepastian hukum;
f. kemanfaatan;
g. keberlanjutan;
h. partisipasi; dan
i. transparansidan akuntabilitas.
Pasal 3
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Tugas
Pasa-l 4
(1) Pemerintah daerah mempunyai tugas pelestarian dan
pengelolaan cagar budaya meliputi:
10
Pasal 2
Pelestarian dan pengelolaan cagar budaya bertujuan
untuk:
a. melestarikan warisan budaya daerah sebagai penguat
budaya nasional untuk meningkatkan harkat dan
martabat bangsa;
b. melindungi peninggalan cagar budaya, baik berupa
benda, bangunan, struktur, situs, dan atau kawasan
yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan;
c. mengembangkan dan memulihkan keaslian cagar
budaya baik berupa benda, bangunan, struktur,
situs, dan/ atau kawasan melalui peneilitian,
revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan; dan
d. memanfaatkan peninggalan cagar budaya baik berupa
benda, bangunan, struktur, situs, dan / atau kawasan
untuk memperkuat citra positif pembangunan daerah
demi kepentingan sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
a. pelindungan cagar budaya;
b. pengembangan cagar budaYa; dan
c. pemanfaatan cagar budaYa.
(2) Tugas pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan
cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan,
serta meningkatkan kesadaran dan tanggung
jawab masyarakat dalam pengelolaan cagar
budaya;
b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan
yang dapat menjamin terlindunginya dan
termanfaatkannya cagar budaYa;
c. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
cagar budaya;
d. menyediakan informasi dan tranformasi
pengetahuan tentang cagar budaya untuk
masyarakat;
e. menyelenggarakan promosi cagar budaya;
f. memfasilitasi setiap orang/kelompok dalam
melaksanakan pemanfaatan dan promosi cagar
budaya;
g. menyelenggarakan penanggulangan bencana
dalam keadaan darurat untuk benda, bangunan,
struktur, situs, dan kawasan yang telah
dinyatakan sebagai cag€rr budaya serta
memberikan dukungan terhadap daerah yang
mengalami bencana;
h. melakukan pengawasan, pemantauarl, dan
evaluasi terhadap pelestarian warisan budaya; dan
i. mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian
cagar budaya.
Bagtan Kedua
Wewenang
Pasal 5
Dalam penyelenggaraan pelestarian dan pengelolaan
cagar budaya, pemerintah daerah mempunyai wewenang
sebagai berikut:
a. menetapkan etika pelestarian cagar budaya;
b. mengkoordinasikan pelestarian cagar budaya secara
lintas sektor dan wilayah;
c. menghimpun data cagar budaya;
d. menetapkan peringkat cagar budaya;
e. menetapkan dan mencabut status cagar budaya;
71
f. membuat peraturan pengelolaan cagar budaya;
g. menyelenggarakan kerjasama pelestarian cagar
budaya;
h. melakukan penyidikan kasus pelanggaran hukum;
i. mengelola kawasan cagar budaYa;
j. mendirikan dan membubarkan unit pelaksana teknis
bidang pelestarian, penelitian, dan museum;
k. mengembangkan kebljat<an sumber daya manusia di
bidang kecagarbudayaan dan kepurbakalaan;
l. memberikan penghargaan kepada orang/badan yang
telah melakukan pelestarian cagar budaya;
m. memindahkan dan/atau menyimpan cagar budaya
untuk kepentingan Pengamanar ;
n. menetapkan batas situs dan kawasan; dan
o. menglrentikan proses pemanfaatan ruang atau proses
pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang,
atau musnahnya cagar budaya, baik seluruh maupun
sebagian.
BAB IV
PEMILIKAN DAN PENGUASAAN,
PENEMUAN DAN PENCARIAN
Bagian Kesatu
Pemilikan Dan Penguasaan
Pasal 6
(1) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai
cagar budaya apabila jumlah dan jenis benda cagar
budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar
budaya, dan/atau situs cagar budaya tersebut telah
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah.
(2) Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukarmenukar, hadiah, pembelian, danl atau putusan/
penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh
pemerintah daerah.
(3) Pemilik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya,
struktur cagar budaya, dan/atau situs cagar budaya
yang tidak ada ahli warisnya atau tidak
menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan
wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya
meninggal, maka kepemilikannya diambil alih oleh
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
t2
Pasal 7
Kawasan cagar budaya hanya dapat dimiliki dan/atau
dikuasai oleh pemerintah daerah, kecuali yang secara
turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat'
Pasal 8
(1) Warga negara asing dan/atau badan hukum asing
tidak dapat memiliki dan/ atau menguasai cagar
budaya, kecuali warga negara asing dan/atau badan
hukum asing yang tinggal atau menetap di daerah.
(2) Warga negara asing dan/ atau badan hukum asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
membawa cagar budaya, baik seluruh maupun
bagiannya keluar wilayah daerah dan/ atau keluar
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 9
Cagar budaya yang tidak diketahui kepemilikannya dan
berada di daerah dikuasai oleh pemerintah daerah.
(1) Cagar budaya yang dimiliki orang dapat dialihkan
kepemilikannya kepada daerah atau setiap orang.
(2) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didahulukan atas pengalihan kepemilikan
cagar budaya.
(3) Pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara
diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan,
dljual, digantirugi, dan/ atau melalui penetapan atau
putusan pengadilan.
(4) Cagar budaya yang telah dimiliki oleh pemerintah
daerah tidak dapat dialihkan kepemilikannya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan
kepemilikan cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Bupati.
Pasal 11
(l) Setiap orang dilarang mengalihkan kepemilikan cagar
budaya peringkat daerah baik seluruh maupun
sebagian, kecuali atas izin Bupati.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bupati.
Pasal 10
Pasal 12
(1) Benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, danl
atau struktur cagar budaya bergerak yang dimiliki
oleh pemerintah daerah, dan/ atau setiap orang dapat
disimpan dan/ atau dirawat di museum'
(2) Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga yang berfungsi melindungi,
mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa
benda, bangunan, dan/ atau struktur yang telah
ditetapkan sebagai cagar budaya atau yang bukan
cagar budaya, dan mengkomunikasikannya kepada
masyarakat.
(3) Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
koleksi museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah tanggung jawab pengelola museum.
(a) Dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), museum wajib memiliki
kurator.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai museum diatur
dalam Peraturan Bupati.
Pasal 13
(l) Setiap orang yang menemukan, memiliki dan atau
menguasai cagar budaya dalam keadaan rusak,
hilang, atau musnah, wajib melaporkannya kepada
dinas yang bertanggung jawab di bidang cagar budaya,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau
instansi terkait, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
diketahuinya.
(2) Setiap orang yang tidak melaporkan adanya
kerusakan cagar budaya yang dimiliki dan/atau
dikuasainya kepada dinas yang bertanggung
jawab di bidang cagar budaya, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan/ atau instansi
terkait, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
diketahuinya, maka cagar budaya yang
dimiliki dan/atau dikuasainya tersebut dapat
diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah
daerah.
Pasal 14
(1) Cagar budaya atau benda, bangunan, struktur
lokasi, atau satuan ruang geografis yang diduga
sebagai cagar budaya yang disita oleh aparat
penegak hukum dilarang dimusnahkan atau
dilelang.
74
\2\ Cagat budaya atau benda, bangunan, struktur'
lokasi, atau satuan ruang geografrs yang diduga
sebagai cagar budaya yang disita sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilindungi oleh aparat penegak
hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam melakukan pelindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (21, aparat penegak hukum dapat
meminta bantuan kePada dinas.
Pasal 15
( 1 ) Setiap orang yang memiliki dan / ataw menguasai cagar
budaya berhak memperoleh kompensasi dan insentif
apabila telah melakukan kewajibannya melindungi
cagar budaya.
(2) Insentif berupa pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan dapat diberikan oleh pemerintah daerah
kepada pemilik di daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
kompensasi dan insentif sebagaimana dimalsud
pada ayat (1) dan ayat (2\ diatur dalam Peraturan
Bupati.
Bagian Kedua
Penemuan
Pasal 16
(1) Setiap orarg yang menemukan benda yang diduga
benda cagar budaya, bangunan yang diduga
bangunan cagar budaya, struktur yang diduga
struktur cagar budaya, dan/atau lokasi yang diduga
situs cagar budaya wajib melaporkannya kepada
dinas, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dan/ atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak ditemukannya.
(2) Penemuan benda yang diduga benda cagar budaya
sebagaimana dimalsud pada ayat (1) yang tidak
dilaporkan, dapat diambil alih oleh pemerintah
daerah.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinas yang membidangi cagzr budaya
melakukan pengkajian terhadap temuan.
t5
Pasal 17
(1) Setiap orang yang menemukan benda, bangunan,
struktur, atau lokasi, yang ditetapkan sebagai
cagar budaya, berhak memperoleh kompensasi-
(2) Apabila temuan yang ditetapkan sebagai cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sangat
langka jenisnya, unik rancangannya' dan sedikit
jumlahnya di Indonesia, maka keberadaannya
dikuasai oleh negara.
(3) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
langka jenisnya, tidak unik rancangzrnnya, dan
jumlahnya telah memenuhi kebutuhan negara, dapat
dimiliki oleh penemu.
Pasal 18
(1) Pemberian kompensasi atas penemuzrn cagar
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Pencarian
Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang melakukan pencarian cagar
budaya atau yang diduga cagar budaya dengan
penggalian, dan/atau pengangkatan di darat dan/ atau
di air, tanpa izin Bupati.
(2) Pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan penggalian, dan/atau pengangkatan
di darat dan/atau di air, setelah mendapat izin
dari Bupati serta sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (21
hanya dapat dilakukan melalui penelitian dengan
tetap memperhatikan hak kepemilikan dan/ atau
penguasaan lokasi.
1b
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencarian cagar
budaya atau yang diduga caga-r budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat l2l dan pemberian izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Bupati.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 20
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk:
a. menikmati keberadaan kawasan dan/atau
bangunan cagar budaya;
b. memperoleh informasi yang berkaitan dengan
pengelolaan kawasan dan/atau bangunal cagar
budaya; dan
c. berperan serta dalam rangka pengelolaan kawasan
dan/ atau bangunan cagar budaya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang berkewajiban menjaga kelestarian dan
mencegah serta menanggulangi kerusalan cagar
budaya.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pemilik, Penghuni dan Pengelola
Pasal 2 I
(1) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola yang memiliki,
menguasai dan/atau memanfaatkan benda, struktur,
bangunan, situs dan/atau kawasan cagar budaya
memiliki kewajiban:
a. memelihara kelestariannya;
b. melindungi, memelihara, melestarikan lingkungan
dan bangunan cagar budaya; dan
c. melaksanakan pemeliharaan atau pemugaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola bangunan,
situs dan /atau kawasan cagurr budaya yang
melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan
dan peraturan yang berlaku, berhak mendapat
kemudahan perizinan dan/atau insentif pembangunan
lainnya.
1,7
(3) Pemitik, penghuni dan/atau pengelola yang
melaksanakan pelestarian cagar budaya berhak
mendapatkan insentif dari pemerintah daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan perizinan
dan/atau insentif pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan pelestarian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Bupati.
BAI} VI
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 22
(1) Pemerintah daerah membentuk tim ahli
mewujudkan pelestarian dan pengelolaan
untuk
cagar
budaya di daerah.
(2) Tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
T\rgas dan Wewenang
Pasal 23
Tugas dan wewenang tim ahli sebagaimana dimaksud
dalam Pasai 22 ayat (1) adalah:
a. melakukan pengkajian /verifikasi terhadap dokumen
dan benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan
yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai cagar
budaya;
b. memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi
kepada Bupati dalam penetapan, pemeringkatan,
pelestarian, pelindungan, pemeliharaan, pemanfaatan,
pemugaran dan penghapusan kepemilikan cagar
budaya;
c. melaksanakan penelitian, pengkajian, pemantauan,
dan evaluasi program upaya peningkatan
penyelenggaraan pelestarian, pelindungan,
pemeliharaan, pemanfaatan, pemugaran dan
penghapusan pemilikan kawasan dan/ atau bangunan
cagar budaya; dan
d. menyusun standar penilaian sebagai dasar pemberian
klasifikasi penggolongan pada bangunan cagar
budaya.
18
Pasal 24
(1) Tim ahli sebagaimana dimaksud dalam Pa*l 22
ayat (1) terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota, dengan
susunan sebagai berikut:
a. I (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
c. 5 (lima) orang anggota.
(2) Komposisi keanggotaan tim ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. 2 (dua) orang dari unsur pemerintah daerah;
b. 2 (dua) orang dari unsur akademisi;
c. 2 (dua) orang dari perwakilan asosiasi profesi; dan
d. I (satu) orang dari perwakilan lembaga swadaya
masyarakat yang berkaitan dengan pelestarian
cagar budaya.
(3) Syarat keanggotaan tim ahli adalah:
a. memiliki integritas dan komitmen yang kuat
terhadap tugas dan wewenangnya;
b. menguasai dan memahami lingkup cagar
budaya;
c. memiliki kompetensi keahlian dan/atau sertifikasi
di bidang pelestarian cagar budaya;
d. memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam
bidang pelestarian cagar budaya; dan
e. memiliki jejaring yang luas dengan berbagai
pemangku kepentingan.
(4) Kompetensi keahlian dan/atau sertifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c ditentukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persayaratan,
pengangkatan pemberhentian keanggotaan, dan tata
ke{a tim ahli diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Masa Bakti
Pasal 25
(1) Masa bakti tim ahli adalah selama I (satu) tahun
dan dapat ditinjau kembali setelah masa ke{a
beral<hir.
(2) Keanggotaan tim ahli berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. masa berlaku jabatan sebagai anggota telah
berakhir dan tidak ditetapkan kembali oleh Bupati;
19
c. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
d. melakukan pelanggaran dan/ atau tindakan yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang
undangan; dan
e. tidak dapat menjalankan tugas dan kewajibannya
sebagai anggota tim ahli.
BAB VII
PENDAF"IARAN, PENGKAJIAN, PENETAPAN,
PENCATATAN, PEMERINGKATAN, PEMBERIAN
TANDA CAGAR BUDAYA DAN PENGHAPUSAN
Bagran Kesatu
Pendaftaran
Pasal 26
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai cagar
budaya wajib mendaftarkan kepada Pemerintah
Daerah.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tanpa dipungut biaya.
(3) Pemerintah daerah melaksanakan pendaftaran cagar
budaya yang dikuasai oleh negara atau yang
tidak diketahui pemiliknya sesuai dengan tingkat
kewenangannya.
(4) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3), harus dilengkapi dengan
deskripsi dan dokumentasinya.
(5) Cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil
alih oleh pemerintah daerah.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan
ayat (4) serta pengambilalihan oleh pemerintah daerah
sebagaimana di maksud pada ayat (5) diatur dalam
Peraturaa Bupati.
PasaT 27
Setiap orang dapat berparlisipasi dalam melakukan
pendaftaral terhadap benda, bangunan, struktur, dan
lokasi yang diduga sebagai cagar budaya meskipun tidak
memiliki atau menguasainya.
Pasa-l 28
Pemerintah daerah memfasilitasi pembentukan
dan jejaring pendaftaran cagar budaya secara
dan/ atau non digital.
sistem
digital
20
Bagian Kedua
Pengkajian
Pasal 29
(1) Hasil pendaftaran cagar budaya diserahkan kepada
tim ahli untuk dikaji kelayakannya sebagai cagar
budaya.
(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi
terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan
satuan ruang geografis yang diusulkan untuk
ditetapkan sebagai cagar budaYa.
(3) Dalam melakukan kajian, tim ahli dapat dibantu oleh
perangkat daerah yang membidangi cagar budaya dan
perangkat daerah lain yang terkait.
(4) Selama proses pengkajian benda, bangunan, struktur,
atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan,
dilindungi dan diperlakukan sebagai cagar budaya.
Pasal 30
Pengkajian terhadap koleksi museum yang didaftarkan
dilakukan oleh kurator dan selanjutnya diserahkan
kepada tim ahli.
Bagian Ketiga
Penetapan
Pasal 31
(1) Penetapan status cagar budaya pada benda,
bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya
ditetapkan berdasarkan Keputusan Bupati dengan
memperhatikan pertimbangan dari tim ahli.
{2} Penetapan status cagar budaya sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga
puluh) hari setelah rekomendasi yang menyatakan
benda, bangunan, struktur, lokasi dan/atau satuan
ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai cagar
budaya, diterima dari tim ahli.
(3) Setelah tercatat dalam register daerah, sebagai cagar
budaya, pemilik cagar budaya berhak memperoleh
jaminan hukum berupa:
a. surat keterangan status cagar budaya; dan
b. surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti
yang sah.
21
(4) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang
telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya,
bangunan cagar budaya, dan/atau struktLll sagar
budaya berhak mendapat kompensasi.
Pasal 32
Bupati melalui dinas, memberitahukan penetapan
kawasan dan/atau bangunan cagar budaya kepada
pemilik cagar budaya.
Bagran Keempat
Pencatatan
Pasal 33
(1) Benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang
geografis yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya
harus dicatat dalam register daerah cagar budaya.
(2) Pemerintah daerah melalui dinas membentuk sistem
register daerah cagar budaya.
Pasal 34
Koleksi museum yang memenuhi kriteria sebagai cagar
budaya dicatat di dalam register daerah cagar budaya.
Pasal 35
Pemerintah daerah melakukan upaya aktif mencatat dan
menyebarluaskan informasi tentang cagar budaya dengan
tetap memperhatikan keamanan dan kerahasiaan data
yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 36
Pengelolaan register daerah cagar budaya di daerah
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Bagian Kelima
Pemeringkatan
Pasal 37
Pemerintah daerah dapat melakukan pemeringkatan cagar
budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat
22
nasional, peringkat provinsi, dan peringkat daerah
berdasarkan rekomendasi tim ahli.
Pasal 38
Cagar budaya dapat ditetapkan menjadi cagar
budaya peringkat daerah, apabila memenuhi
syarat:
a. sebagai cngar budaya yang diutamakan untuk
dilestarikan dalam wilayah daerah;
b. mewakili masa gaya yang khas;
c. tingkat keterancamannya tinggi;
d. jenisnya sedikit; dan
e. jumlahnya terbatas.
Pasal 39
Pemeringkatan
dalam Pasal
Bupati.
cagar budaya sebagaimana
37 ditetapkan dengan
dimaksud
Keputusan
Pasal 40
Pasal 41
Peringkat cagar budaya dapat dicabut, apabila cagar
budaya:
a. musnah;
b. kehilangan wujud dan bentuk aslinya;
c. kehilangal sebagian besar unsurnya; atau
d. tidak lagr sesuai dengan syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan/atau
Pasal 40.
Bagian Keenam
Pemberian Tanda
Pasal 42
(1) Setiap orarg yang memiliki,
mengelola kawasan dan/atau
menghuni
bangunan
atau
cagar
23
Cagar budaya yang tidak lagi memenuhi syarat untuk
ditetapkan sebagai peringkat nasional, peringkat
provinsi, atau peringkat daerah dapat dikoreksi
peringkatnya berdasarkan rekomendasi tim ahli disetiap
tingkatan.
budaya wajib memasang tanda kawasan dan/atau
bangunan cagar budaya yang mudah dilihat oleh
umum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda
kawasan dan/atau bangunan cagar budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bupati
Bagian Ketujuh
Penghapusan
Pasal 43
(1) Cagar budaya yang sudah tercatat dalam register
daerah, provinsi dan nasional hanya dapat dihapus
dengan Keputusan Menteri atas rekomendasi tim ahli
cagar budaya ditingkat pemerintah.
(2) Keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1 ) haru s ditindaklanjuti oleh pemerintah
daerah.
Pasal 44
(1) Penghapusan cagar budaya dari register daerah,
provinsi dan nasional caga-r budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 dilakukan apabila cagar
budaya:
a. musnah;
b. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun
tidak ditemukan;
c. mengalami perubahan wujud dan gaya sehingga
kehilangan keasliannya; atau
d. setelah diketahui statusnya bukan cagar
budaya.
(2) Penghapusan cag€rr budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan tidak menghilangkan
data dalam register daerah, provinsi dan
nasional cagar budaya dan dokumen yang
menyertainya.
(3) Dalam hal cagar budaya yang hilang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditemukan
kembali, cagar budaya wajib dicatat ulang ke
dalam register daerah, provinsi dan nasional cagar
budaya.
24
BAB VIII
PERLINDUNGAN, PENGEMBANGAN
DAN PEMANFAATAN
Bagran Kesatu
Umum
Pasal 45
(1) Pelestarian dan pengelolaan cagar budaya dilakukan
berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat
dipertanggungiawabkan secara akademis, teknis, dan
administratif.
(2) Kegiatan pelestarian dan pengelolaan cagar budaya
harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh tenaga
ahli dengan memperhatikan etika pelestarian.
(3) Tata cara pelestarian pengelolaan dan cagar
budaya harus mempertimbangkan kemungkinan
dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti
sebelum kegiatan pelestarian.
(4) Pelestarian cagar budaya harus didukung oleh
kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan
kegiatan yang dapat menyebabkan te{adinya
perubahan keasliannya.
Pasal 46
Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis
dan/atau kepakaran dari pemerintah daerah atas upaya
pelestarian cagar budaya yang dimiliki dan/atau yang
dikuasai.
Pasal 47
Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah,
menghalangi, atau menggagalkan upaya pelestarian cagar
budaya.
Bagian Kedua
Pelindungan
Pasal 48
Setiap orang dapat berperan serta melakukan
pelindungan cagar budaya.
25
Paragraf I
Penyelamatan
Pasal 49
Setiap orang berhak melakukan penyelamatan cagar
budaya yang dimiliki atau yang dikuasainya dalam
keadaan darurat atau yarlg memaksa untuk dilakukan
tindakan penyelamatan.
Pasal 50
( I ) Penyelamatan cagar budaya dilakukan untuk:
a. mencegah kerusakan karena faktor manusia
dan/ atau alam yang mengakibatkan berubahnya
keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya;
dan
b. mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan
d.an/atau penguasaan cagar budaya yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan
keadaan biasa.
Pasal 5 I
(1) Cagar budaya yang terancam rusak, hancur, atau
musnah dapat dipindahkan ke tempat lain yang
arnan.
(2) Pemindahan cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang
menjamin keutuhan dan keselamatannya di bawah
koordinasi tenaga ahli.
(3) Pemerintah daerah, atau setiap orang yang melakukan
penyelamatan wajib merawat cagar budaya dari
pencurian, pelapukan atau kerusakan baru.
Pasal 52
Penyelamatan cagar budaya sebagaimana dalam
Pasal 50 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
25
Paragraf 2
Pengamanan
Pasal 53
(1) Pengamanan dilakukan untuk menjaga dan mencegah
cagar budaya agar tidak hilang, rusak, hancur, atau
musnah.
(2) Pengamanan cagar budaya merupakan kewajiban
pemilik dan/atau yang menguasainya.
Pasal 54
(1) Masyarakat dapat berperan serta melakukan
pengamanan cagar budaya.
(2) Pengamanan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 harus memperhatikan
pemanfaatannya bagi kepentingan sosial,
pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan,
agama, kebudayaan, dan/ atau pariwisata.
(3) Pengamanan cagar budaya dapat dilakukan
dengan memberi pelindung, menyimpan, dan/atau
menempatkannya pada tempat yang terhindar dari
gangguan alam dan manusia.
Pasal 55
Cagar budaya, baik seluruh maupun sebagian, hanya
dapat dibawa ke luar wilayah daerah untuk kepentingan
penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran.
Pasal 56
Setiap orang dilarang:
a. merusak, menghilangkan dan/ atau mengambil dengan
tanpa hak atas cagar budaya, baik seluruh maupun
sebagian, dari kesatuan, kelompok, dan /atau dari
letak asal;
b. memindahkan dan/atau memisahkan cagar budaya
peringkat kabupaten, baik seluruh maupun sebagian,
kecuali atas izin dari pejabat yang berwenang sesuai
dengan tingkatannya; dan/atau
c. membawa cagar budaya keluar wilayah daerah bukan
untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan,
27
dan/ atau pameran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55, kecuali dengan izin pejabat yang berwenang
sesuai dengan kewenangannYa.
Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan
sebagaimana dimalsud dalam Pasal 53 sampai dengan
Pasal 58 diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 3
Tnnasi
Pasal 58
(1) Pelindungan cagar budaya dilakukan dengan
menetapkan batas-batas keluasannya dart
pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan
hasil kajian.
(2) Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan keluasan
situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya di
daerah.
(3) Pemanfaatan zona pada cagar budaya dapat dilakukan
untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan/ atau
religi.
Pasal 59
(1) Sistem zonasi mengatur fungsi ruang pada cagar
budaya, baik vertikal maupun horizontal.
(2) Pengaturan zonasi secara vertikal dapat dilakukan
terhadap lingkungan alam di atas cagar budaya di
darat dan/atau di air.
(3) Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat terdiri atas:
a. znnainti;
b. zona penyangga;
c.
",ona
pengembangan; dan/atau
d. zona penunjang.
(4) Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan
berdasarkan hasil kajian dengan mengrtamakan
peluang peningkatan kesej ahteraan rakyat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata- cara
penetapan sistem zonasi diatur dalam Peraturan
Bupati.
28
Paragraf 4
Pemeliharaan
Pasal 60
(1) Setiap orang wajib memelihara cagar budaya yang
dimiliki dan/ atau dikuasainya.
(2) Cagar budaya yang ditelantarkan oleh pemilik
dan/atau yang menguasainya dapat dikuasai oleh
pemerintah daerah.
Pasal 6 1
(1) Pemeliharaan dilakukan dengan cara merawat
cagar budaya untuk mencegah dan menanggulangi
kerusakan akibat pengaruh alam dan/atau perbuatan
manusia.
(2) Pemeliharaair cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi asli atau di
tempat lain, setelah lebih dahulu didokumentasikan
secara lengkap.
(3) Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan
perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan
keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau
teknologi cagar budaya.
(4) Perawatan cagar budaya sebagaimala dimaksud
pada ayat (3) yang berasal dari air harus
dilakukan sejak proses pengangkatan sampai
ke tempat penyimpanannya dengan tata cara
khusus.
(5) Pemerintah daerah dapat mengangkat atau
menempatkan juru pelihara untuk melakukan
perawatan cagar budaya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan cagar
budaya diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 5
Pemugaran
Pasal 62
(1) Pemugaran bangunan
struktur cagar budaya
cagar budaya dan
yang rusak dilakukan
29
untuk mengembalikarl kondisi lisik dengan
cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau
mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi,
konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.
(2) Pemugaran cagar budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (l) harus memperhatikan:
a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya,
dan / atau teknologi pengerj aan;
b. kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil
mungkin;
c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak
bersifat merusak; darr
d. kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.
(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya
penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap
mempertimbangkan keamanan masyarakat dan
keselamatan cagar budaya.
(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan
fisik harus didahului analisis mengenai dampak
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangal.
(5) Pemugaran bangunan cagar budaya dan struktur
cagar budaya wajib memperoleh izin pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemugaran cagar
budaya diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Pengembangan
Paragraf 1
Umum
Pasal 63
(1) Pengembangan cagar budaya dilakukan dengan
memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanal,
keterawatan, keaslian, dan nilai yang melekat
padanya.
(2) Setiap orang dapat melakukan pengembangan cagar
budaya setelah memperoleh:
a. izin pemerintah daerah; dan
b. persetujuan dari pemilik dan/atau yang menguasai
cagAr budaya.
30
(3) Pengembangan cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (21 dapat diarahkan untuk
memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya
digunakan untuk pemeliharaan cagar budaya dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(4) Setiap kegiatan pengembangan cagar budaya harus
disertai dengan pendokumentasian.
Paragral 2
Penelitian
Pasal 64
(1) Penelitian dilakukan pada setiap rencana
pengembangan cagar budaya untuk menghimpun
informasi serta mengungkap, memperdalam, dan
menjelaskan nilai budaya.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap cagar budaya melalui:
a. penelitian dasar untuk pengembangan ilmu
pengetahuan; dan
b. penelitian terapan untuk pengembangan teknologi
atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan sebagai bagran dari analisis
mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri.
(4) Proses dan hasil penelitian cagar budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk
kepentingan meningkatkan informasi dan promosi
cagar budaya.
(5) Pemerintah daerah, atau penyelenggara penelitian
menginformasikan dan mempublikasikan hasil
penelitian sebagaimana pada ayat (U kepada
masyarakat.
Paragraf 3
Revitalisasi
Pasal 65
(1) Revitalisasi potensi situs cagar budaya atau kawasan
6pgar [qd4y3 memperhatikan tata ruang, tata letak,
fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli
berdasarkan kajian.
31
(2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai
budaya, dan penguatan informasi tentang cagar
budaya.
Pasal 66
(1) Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang situs
cagar budaya dan/atau kawasan cagar budaya, baik
seluruh maupun sglagran, kecuali dengan izin Bupati
dan sesuai dengan tingkatannya.
(2\ Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diberikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasa-l 67
Revitalisasi cagar budaya harus memberi manfaat
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan
mempertahankan ciri budaya lokal.
Paragraf 4
Adaptasi
Pasal 68
(1) Bangunan cagar budaya atau struktur cagar
budaya dapat dilakukan adaptasi untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap
mempertahankan:
a. ciri asli dan/atau muka bangun.ur cagar budaya
atau struktur cagar budaya; dan/atau
b. ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan
tanah situs cagar budaya atau kawasan cagar
budaya sebelum dilakukan adaptasi.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
dilakukan dengan:
a. mempertahankan nilai yang melekat pada cagar
budaya;
b. menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan;
c. mengubah susunan ruang secara terbatas;
dan/ atau
d. mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi
asli, dan keharmonisan estetika lingkungan
disekitarnya.
32
Pasal 69
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan cagar
budaya diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Pemanfaatan
Pasal 7O
( 1) Pemerintah daerah, dan setiap orang dapat
memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan
agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,
teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
(2) Pemerintah daerah memfasilitasi pemanfaatan dan
promosi cagar budaya yang dilakukan oleh setiap
orang.
(3) Fasilitasi sebagaimana dimalsud pada ayat (2) berupa
izin pemanfaatan, dukungan tenaga ahli, dukungan
dana, dan/atau pelatihan.
(4) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (21
dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta
meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan
masyarakat.
Pasal 7l
Pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan w4iib didahului dengan kajian, penelitian,
dan/ atau analisis mengenai dampak lingkungan.
Pasal 72
(1) Cagar budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak
berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan tertentu.
(2) Pemanfaatan cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan izin Bupati sesuai
dengan peringkat cagar budaya dan/atau
masyarakat hukum adat yang memiliki dan/atau
menguasainya.
33
Pasal 73
(1) Pemanfaatan lokasi temuan yang telah ditetapkan
sebagai situs cagar budaya wajib memperhatikan
fungsi ruang dan pelindungannya.
(2) Pemerintah daerah dapat menghentikan pemanfaatan
atau membatalkan izin pemanfaatan cagar budaya
apabila pemilik dan/atau yang menguasai terbukti
melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya
cagar budaya.
(3) Cagar budaya yang tidak lagi dimanfaatkan harus
dikembalikan seperti keadaan semula sebelum
dimanfaatkan.
(4) Biaya pengembalian seperti keadaan semula
dibebalkan kepada yang memanfaatkan cagar
budaya.
Pasal T4
Pemanfaatan dengan cara perbanyakan benda cagar
budaya yang tercatat sebagai peringkat kabupaten hanya
dapat dilakukan dengan izin Bupati.
Pasal 75
Pemanfaatan dengan cara perbanyakan benda cagar
budaya yang dimiliki dan /atau dikuasai setiap orang
atau dikuasai daerah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 76
Pemanfaatan koleksi berupa cagar budaya di museum
dilakukan untuk keperluan pengembangan pendidikan,
ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial, dan pariwisata.
Pasal 77
Setiap orang dilarang:
a. mendokumentasikan cagar budaya baik seluruh
maupun sebagian untuk kepentingan komersial tanpa
izin/persetujuan pemilik dan/atau pihak yang
menguasainya; dan
b. memanfaatkan cagar budaya baik seluruh maupun
sebagran, dengan cara perbanyakan, kecuali dengan
izin sesuai dengan tingkatan kewenangannya.
34
Pasal 78
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan cagar
budaya diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB IX
PEMUGARAN DAN PEMULIHAN
Pasal 79
(1) Setiap orzrng yang akan melakukan pemugaran
dan/atau, pembongkaran terhadap kawasan maupun
bangunan cagar budaya harus mendapat izin dari
Bupati.
(2) Apabila pemilik, penghuni dan/atau pengelola
kawasan dan/ atau bangunan ceg2r budaya
dengan sengaja menelantarkan bangunannya
sehingga mengakibatkan kerusakan baik ringan
maupun berat, yang bersangkutan berkewa,jiban
untuk memulihkan keadaan bangunannya seperti
semula.
(3) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola kawasan
dan/atau bangunan cagar budaya yang melakukan
perubahan kawasan dan/atau bangunan cagar
budaya yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini diwajibkan memulihkan
kawasan dan / atau bangunan pada keadaan semula
dengan biaya sendiri.
(4) Apabila pemulihan tidak dilaksanakan maka
tidak akan diterbitlan izin mendirikan bangunan
dan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
(5) Bangunan caga-r budaya yang telah mengalami
pemulihan tetap mempunyai golongan sama seperti
sebelumnya.
BAB X
PENGAWASAN
Pasal 80
(1) Bupati melalui perangkat daerah yang membidangi
cagar budaya atau pejabat yang ditunjuk bertanggung
jawab terhadap pengawasan pelestarian cagar budaya
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Untuk pelalsanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (l), dinas atau pejabat yang ditunjuk,
35
berwenang mengadakan pemeriksaan dan pengawasan
terhadap berbagai kegiatan menyangkut kawasan
dan/ atau bangunan cagar budaYa.
(3) Bupati dapat meminta pertimbangan tim ahli
guna menunjang tugas dan efektifitas pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21.
(4) Masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan
pelestarian cagar budaya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur
dalam Peraturan Bupati.
BAB XI
PENDANAAN
Pasal 81
(1) Pendanaan pelestarian dan pengelolaan cagar budaya
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah
daerah, dan masyarakat.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari:
a. APBD;
b. hasil pemanfaatan cagar budaya; dan/atau
c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan
anggaran untuk pelindungan, pengembangan,
pemanfaatan, dan kompensasi cagar budaya dengan
memperhatikan prinsip proporsional.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dana
cadangan untuk penyelamatan cagar budaya dalam
keadaan darurat dan penemuan yang telah ditetapkan
sebagai cagar budaya.
(5) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada
ayat (21 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
pengelolaan keuangan daerah.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagran Kesatu
Teguran
Pasal 82
(1) Bupati berwenang untuk memberikan sanksi
administrasi berupa pemberian surat teguran, apabila
36
terdapat kegiatan penyelenggaraan pengelolaan
serta pemugaran dan pemulihan kawasan dan /
atau bangunan cagar budaya yang mengganggu
ketertiban umum dan/atau lingkungan sekitar dan
atau dapat merusak cagar budaya.
(2) Surat teguran sebagaimana dimakud pada ayat (1)
harus memuat:
a. ketentuan hukum yang dilanggar;
b. uraian fakta yang menggambarkan suatu tindakan
pelanggaran;
c. hal yang perlu dilakukan oleh pihak pelanggar;
d. tindakan pemerintah daerah yang akan dilakukan
jika pelanggar tidak mematuhi teguran; dan
e. hal lain yang dianggap perlu dan relevan yang
ditujukan untuk menghentikan tindakan
pelanggaran.
(3) Pemberian teguran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dapat dilimpahkan kepada
pejabat yang ditunjuk atau dinas.
Pasal 83
Bupati berwenang melakukan tindakan tertentu untuk
menghentikan pelanggaran tanpa didahului dengan
teguran apabila:
a. keadaan yang sangat segera mengancam keselamatan
umum dan/ atau lingkungan (force majeur); dan
b. pihak pelanggar tidak memiliki kemampuan untuk
mencegah dan menanggulangi bahaya, gangguan, dan
kerugian yang akan ditimbulkan.
Bagran Kedua
Penghentian Kegiatan Pemanfaatan
Pasal 84
(1) Bupati berwenang untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan kawasan dan/ atau bangunan cagar
budaya apabila:
a. pemanfaatan bangunan cagar budaya
menyebabkan kerusakan pada bangunan; dan
b. tidak sesuai dengan izin dan atau peraturan
perundang-undangan.
(2) Penghentian kegiatan pemanfaatan kawasan
dan/atau bangunan cagar budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
37
(3) Bupati dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 kepada pejabat yang
ditunjuk atau dinas.
(4) Terhadap bangunan yang dihentikan kegiatan
pemanfaatannya dilakukan penyegelan.
Bagian Ketiga
Penghentian Kegiatan Pemugaran
dan Pembongkaran
Bagian Keempat
Pencabutan Izin
Pasal 86
(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk wajib mencabut izin
yang terkait dengan izin pemanfaatan, pemugaran dan
pembongkaran apabila pemegang izin tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan dalam izin dan
peraturan perundang-undangan.
(2) Keputusan pencabutan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat dengan jelas dan tegas:
a. alasan-alasan hukum sehingga dilakukan
pencabutan;
b. uraian falta yang menunjukkan pelanggaran; dan
c. akibat hukum dari pencabu t-an inr,.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjatuhan
sanksi administrasi diatur dalam Peraturan Bupati.
38
Pasal 85
(1) Bupati berwenang untuk menghentikan kegiatan
pemugaran dan/atau pembongkaran kawasan
dan/atau bangunan cagar budaya apabila:
a. pemugaran danfatau pembongkaran bangunal
cagar budaya menyebabkan kerusakan fasade
bangunan; dan
b. belum memiliki izin membongkar dan/atau
memugar.
(2) Penghentian kegiatan pembongkaran dan/atau
pemugaran kawasan dan/atau bangunan cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan penghentian dari Bupati
atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Terhadap bangunan yang dihentikan kegiatan
pemugaran dan/atau pembongkarannya dilakukan
penyegelan.
Pasal 87
BAB XIII
PEI.iYIDIKAN
Pasal 88
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
pemerintah daerah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pelestarian cagar budaya diberi
wewenang untuk melaksanakan penldikan terhadap
pelanggaran Peraturan Daerah ini sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum
Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang
tentang adanya tindak pidana cagar budaya;
b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian
perkara;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap
barang bukti tindak pidana cagar budaya;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil dan memeriksa tersangka atau saksi;
h. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. membuat dan menandatangi berita acara; dan
j. mengadakan penghentian penyidikan apabila tidak
terdapat cukup bukti tentang adanya tindak
pidana di bidang cagar budaya.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan
pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 89
39
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 11 ayat (1),
Pasal 19 ayat (5), Pasal 49, Pasal 57 ayat (1) dan
ayat(21, Pasal 58, Pasal 68 ayat (1), dan/atau pasal 79
diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2OlO tentang Cagar
Budaya.
(2) Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4),
Pasal 16 ayat (1), Pasat 20 ayat (1), Pasal 2l ayat (1)
ayat (4) dan ayat (5), Pasal 27 ayat (1), Pasal 53
ayat(3), Pasal 55 ayat (21, Pasal 62, Pasal 64 ayat (5),
Pasal 73, Pasal 75 ayat (1), dan Pasal 79 ayat (3)
diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor l1 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 90
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten
Toraja Utara
|