bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, yang senantiasa diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
bahwa untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan negara yang membutuhkan ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan serta didukung oleh kemampuan industri pertahanan dalam negeri yang mandiri untuk mencapai tujuan nasional;
bahwa pengembangan industri pertahanan merupakan bagian terpadu dari perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara;
bahwa ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan selama ini belum didukung oleh kemampuan industri pertahanan secara optimal sehingga menyebabkan ketergantungan terhadap produk alat peralatan pertahanan dan keamanan dari luar negeri;
bahwa untuk mewujudkan ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan secara mandiri yang didukung oleh kemampuan industri pertahanan, diperlukan pengelolaan manajemen yang visioner dengan memperhatikan tata kelola pemerintahan yang baik, mengandalkan sumber daya manusia yang memiliki idealisme dan intelektualisme tinggi pada berbagai tingkatan manajemen sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman;
bahwa selama ini ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang industri pertahanan belum sepenuhnya mendorong dan memajukan pertumbuhan industri dan keunggulan sumber daya manusia yang mampu mencapai kemandirian pemenuhan kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan;
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 33 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang ini mengatur tentang tujuan, fungsi, dan ruang lingkup Industri Pertahanan. Selain itu, diatur pula hal-hal yang berkaitan dengan kelembagaan, Komite Kebijakan Industri Pertahanan, pengelolaan Industri Pertahanan, pemasaran produk yang dihasilkan dari seluruh proses produksi yang dilakukan Industri Pertahanan.
Pengaturan hal tersebut merupakan suatu upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan Industri Pertahanan menuju kemandirian dalam memenuhi kebutuhan dan jasa pemeliharaan alat peralatan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, dan pihak yang diberi izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu, Undang-Undang ini juga memberikan pengaturan kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi Industri Pertahanan agar bekerja secara sinergis sehingga pada akhirnya Industri Pertahanan dapat berkembang dan dimanfaatkan secara optimal.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 05 Oktober 2012.
-
Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja serta sekretariat KKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rekrutmen, pendidikan, pelatihan, magang, dan imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif fiskal termasuk pembebasan bea masuk dan pajak, jaminan, pendanaan dan/atau pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian dan mekanisme imbal dagang, termasuk ofset sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif fiskal termasuk pembebasan bea masuk dan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian fasilitas pinjaman dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penjaminan dan preferensi harga oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
Undang-undang (UU) tentang Veteran Republik Indonesia
ABSTRAK:
bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban membela, mempertahankan kemerdekaan, dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan/atau ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
bahwa atas jasa dan pengorbanan warga negara Indonesia yang telah berjuang, membela, dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau ikut melaksanakan perdamaian dunia, negara perlu memberikan penghargaan dan penghormatan berupa Tanda Kehormatan Veteran Republik Indonesia;
bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967 tentang Veteran Republik Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan pemberian penghargaan secara tepat terhadap jasa dan pengorbanan Veteran Republik Indonesia dalam memperjuangkan, membela, dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau dalam melaksanakan perdamaian dunia sehingga perlu diganti.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 15, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5023).
1. Jenis veteran
2. Pemberian Tanda Kehormatan Veteran RI
3. Hak Veteran RI
4. Kewajiban Veteran RI
5. Legiun Veteran RI
6. Larangan
7. Ketentuan Pidana
8. Ketentuan Peralihan
9. Ketentuan Penutup
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 05 Oktober 2012.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2826).
Ketentuan mengenai peristiwa keveteranan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Tanda Kehormatan Veteran Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan janda, duda, atau yatim-piatu dan Dana Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai santunan dan tunjangan cacat serta alat bantu tubuh, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakaman Veteran Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga dari Legiun Veteran Republik Indonesia diusulkan oleh Kongres dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Undang-undang (UU) tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
ABSTRAK:
bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;
bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman yang telah mempunyai wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 berperan dan memberikan sumbangsih yang besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta belum mengatur secara lengkap mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
1. BATAS DAN PEMBAGIAN WILAYAH
2. ASAS DAN TUJUAN
3. KEWENANGAN
4. BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN
5. DPRD DIY
6. PENGISIAN JABATAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR
7. GUBERNUR DAN/ATAU WAKIL GUBERNUR BERHALANGAN
8. KELEMBAGAAN
9. KEBUDAYAAN
10. PERTANAHAN
11. TATA RUANG
12. PERDA, PERDAIS, PERATURAN GUBERNUR,
DAN KEPUTUSAN GUBERNUR
13. PENDANAAN
14. Ketentuan Lain-lain
15. Ketentuan Peralihan
16. Ketentuan Penutup.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 03 September 2012.
bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia;
bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan;
bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa;
bahwa untuk mewujudkan keterjangkauan dan pemerataan yang berkeadilan dalam memperoleh pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan dengan kepentingan masyarakat bagi kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan, diperlukan penataan pendidikan tinggi secara terencana, terarah, dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek demografis dan geografis;
bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan tinggi diperlukan pengaturan sebagai dasar dan kepastian hukum.
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI
2. PENJAMINAN MUTU
3. PERGURUAN TINGGI
4. PENDANAAN DAN PEMBIAYAAN
5. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI
OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
6. PERAN SERTA MASYARAKAT
7. SANKSI ADMINISTRATIF
8. KETENTUAN PIDANA
9. KETENTUAN LAIN-LAIN
10. KETENTUAN PERALIHAN
11. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 10 Agustus 2012.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Menteri atas penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, tugas dan wewenang Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program sarjana diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program magister diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program doktor diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program diploma diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program magister terapan diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program doktor terapan diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program profesi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program spesialis diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar doktor kehormatan diatur dalam Peraturan Menteri.
Penetapan kompetensi lulusan ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan tinggi keagamaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Program Studi yang melaksanakan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus dan/atau pembelajaran layanan khusus diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai metode pembelajaran, pemberian izin Program Studi, dan pencabutan izin Program Studi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Studi di kampus utama Perguruan Tinggi dan/atau di luar kampus utama diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai perpindahan Mahasiswa diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyetaraan lulusan pendidikan vokasi atau lulusan pendidikan profesi dan penyetaraan lulusan pendidikan akademik diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai penyetaraan lulusan Perguruan Tinggi negara lain diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat profesi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat kompetensi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai ruang lingkup, kedalaman, dan kombinasi pelaksanaan Tridharma diatur dalam Peraturan Menteri.
Kebijakan nasional mengenai kerja sama internasional Pendidikan Tinggi ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai evaluasi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi, Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, dan lembaga akreditasi mandiri diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian PTN dan PTS serta perubahan atau pencabutan izin PTS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi dasar dan tujuan serta kemampuan Perguruan Tinggi untuk melaksanakan otonomi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Perguruan Tinggi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan Dosen dan pemberian insentif kepada Dosen diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan Dosen tetap pada PTN diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai jenjang jabatan akademik pemberian tunjangan profesi serta tunjangan kehormatan , dan pengangkatan seseorang dengan kompetensi luar biasa diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan Mahasiswa baru PTN secara nasional diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penerimaan Mahasiswa warga negara asing diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan hak Mahasiswa diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Perguruan Tinggi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan Tinggi lembaga negara lain diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri.
Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian lain dan LPNK diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
ABSTRAK:
bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan;
bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum;
bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28G, dan Pasal 28I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248).
1. DIVERSI
2. ACARA PERADILAN PIDANA ANAK
3. PETUGAS KEMASYARAKATAN
4. PIDANA DAN TINDAKAN
5. PELAYANAN, PERAWATAN, PENDIDIKAN,
PEMBINAAN ANAK, DAN PEMBIMBINGAN KLIEN ANAK
6. ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI
7. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
8. PERAN SERTA MASYARAKAT
9. KOORDINASI, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI
10. SANKSI ADMINISTRATIF
11. KETENTUAN PIDANA
12. KETENTUAN PERALIHAN
13. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 30 Juli 2014.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668).
Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman register perkara anak diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Optional Protocol to The Convention on The Rights of The Child on The Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography (Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, dan Pornografi Anak)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 23 Juli 2012.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Optional Protocol to The Convention on The Rights of The Child on The Involvement of Children in Armed Conflict (Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 23 Juli 2012.
UU No. 17 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang
UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-undang (UU) tentang Penanganan Konflik Sosial
ABSTRAK:
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan menegakkan hak asasi setiap warga negara melalui upaya penciptaan suasana yang aman, tenteram, tertib, damai, dan sejahtera, baik lahir maupun batin sebagai wujud hak setiap orang atas pelindungan agama, diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda;
bahwa perseteruan dan/atau benturan antarkelompok masyarakat dapat menimbulkan konflik sosial yang mengakibatkan terganggunya stabilitas nasional dan terhambatnya pembangunan nasional;
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanganan konflik sosial masih bersifat parsial dan belum komprehensif sesuai dengan dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat.
Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
2. PENCEGAHAN KONFLIK
3. PENGHENTIAN KONFLIK
4. PEMULIHAN PASCAKONFLIK
5. KELEMBAGAAN DAN MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIK
6. PERAN SERTA MASYARAKAT
7. PENDANAAN
8. KETENTUAN PERALIHAN
9. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 10 Mei 2012.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan penggunaan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat dalam Penanganan Konflik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai perencanaan, penganggaran, penyaluran, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pengelolaan pendanaan Penanganan Konflik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
23
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat