bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement an Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-undang tentang Rahasia Dagang.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564).
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817).
1. KETENTUAN UMUM
2. LINGKUP RAHASIA DAGANG
3. HAK PEMILIK RAHASIA DAGANG
4. PENGALIHAN HAK DAN LISENSI
5. BIAYA
6. PENYELESAIAN SENGKETA
7. PELANGGARAN RAHASIA DAGANG
8. PENYIDIKAN
9. KETENTUAN PIDANA
10. KETENTUAN LAIN-LAIN
11. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2000.
-
Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
Pencatatan pengalihan hak dan pencatatan perjanjian Lisensi Rahasia Dagang dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU No. 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-Undang
Mengubah :
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
ABSTRAK:
bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional;
bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi;
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang REHABILITASI DAN KOMPENSASIerantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150).
1. KETENTUAN UMUM
2. TUGAS, WEWENANG, DAN KEWAJIBAN
3. TATA CARA PELAPORAN DAN
PENENTUAN STATUS GRATIFIKASI
4. TEMPAT KEDUDUKAN, TANGGUNG JAWAB,
DAN SUSUNAN ORGANISASI
5. PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
6. PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN, DAN PENUNTUTAN
7. PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
8. REHABILITASI DAN KOMPENSASI
9. PEMBIAYAAN
10. KETENTUAN PIDANA
11. KETENTUAN PERALIHAN
12. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 2002.
Dengan berlakunya Undang-Undang ini Pasal 27 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150)
dinyatakan tidak berlaku;
- Pasal 53 sampai dengan Pasal 62 dari Bab VII mengenai pemeriksaan
di sidang pengadilan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ketentuan mengenai prosedur tata kerja Komisi Pemberantasan Korupsi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ketentuan mengenai tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara bertahap dengan Keputusan Presiden.
Undang-undang (UU) tentang Penetapan "Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1953, tentang Pengenaan Tambahan Opsenten atas Bensin dan Sebagainya" (Lembaran-Negara Nomor 11 Tahun 1953), Sebagai Undang-Undang
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 01 Januari 1953.
Undang-undang (UU) tentang Penetapan Bagian IVA (Urusan Penyelenggaraan Keuangan dan Perhitungan-Perhitungan MengenaiPerusahaan-Perusahaan dan Jawatan-Jawatan (Pemerintah) yang Mempunyai Pengurus Sendiri) dari Anggaran Republik Indonesia Untuk Tahun Dinas 1955
ABSTRAK:
-
Pasal 113 dan 115 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia
BAB I (Pengeluaran)4A.1Pinjaman-pinjaman uang yang telah di-buat.................................647.622.8004A.2Pinjaman-pinjaman uang yang diberikan23.800.0004A.3Pengeluaran berkenaan dengan cadang-an dari untung yang timbul karenapenetapan baru dari harga persediaanemas Bank Indonesia..................Memori4A.4Pengeluaran berhubung dengan pembe-lian alat-alat pembayaran luar Negeriyang berada di luar Negeri, kepunyaandaerah-daerah Swatantra..............Memori4A.5Penyertaan-penyertaan................11.000.0004A.6Kewajiban-kewajiban yang timbul darijaminan-jaminan Pemerintah........9.250.0004A.7Uang muka......................100.000.0004A.8Perusahaan-perusahaan dalam arti Ind.Bedrijvenwet....................1.024.618.3504A.9Pengeluaran lain-lain yang tak tersangkaMemoriJumlah ............1.816.291.150(Satu milyard delapan ratus enam belas juta dua ratus sembilan puluhsatu ribu seratus lima puluh rupiah)
Bagian IV A, Bab II Penerimaan. dari anggaran Republik Indonesia untuktahun dinas 1955 mengenai Urusan Penyelenggaraan Keuangan danPerhitungan-perhitungannyamengenaiPerusahaan-perusahaandanJawatan-jawatan (Pemerintah) yang mempunyai Pengurus Sendiri
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 01 Januari 1955.
bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
bahwa peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu;
bahwa cadangan sumber daya energi tak terbarukan terbatas, maka perlu adanya kegiatan penganekaragaman sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
pengaturan energi yang terdiri dari penguasaan dan pengaturan sumber daya energi;
cadangan penyangga energi guna menjamin ketahanan energi nasional;
keadaan krisis dan darurat energi serta harga energi;
kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengaturan di bidang energi;
kebijakan energi nasional, rencana umum energi nasional, dan pembentukan dewan energi nasional;
hak dan peran masyarakat dalam pengelolaan energi;
pembinaan dan pengawasan kegiatan pengelolaan di bidang energi;
penelitian dan pengembangan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 10 Agustus 2007.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana umum energi nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Rencana umum energi daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 21 ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan energi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pengusahaan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan konservasi energi serta pemberian kemudahan, insentif, dan disinsentif, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Daerah.
Ketentuan mengenai pendanaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Administrasi Pemerintahan
ABSTRAK:
bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
bahwa untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengaturan mengenai administrasi pemerintahan diharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan pelindungan hukum, baik bagi warga masyarakat maupun pejabat pemerintahan;
bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, khususnya bagi pejabat pemerintahan, undang- undang tentang administrasi pemerintahan menjadi landasan hukum yang dibutuhkan guna mendasari keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan;
Dasar hukum Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang ini menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di dalam upaya meningkatkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan demikian, Undang-Undang ini harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan, dan efisien.
Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Undang-Undang ini merupakan keseluruhan upaya untuk mengatur kembali Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
Undang-Undang ini dimaksudkan tidak hanya sebagai payung hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga keberadaan Undang-Undang ini benar-benar dapat mewujudkan pemerintahan yang baik bagi semua Badan atau Pejabat Pemerintahan di Pusat dan Daerah.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
-
Ketentuan mengenai tata cara pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) dan tanggung jawab Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan akibat kerugian yang ditimbulkan dari Keputusan dan/atau Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
42
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat