Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Luwu Nomor 02 Tahun 2017

Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Luwu. 2. Bupati adalah Bupati Luwu. 3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 5. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komoditer, perseroan lainnya. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi dan bentuk usaha tetap. 6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Luwu yang selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda. 7. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur 8. Taman adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota yang mempunyai fungsi tertentu, ditata dengan serasi, lestari dengan menggunakan material taman, material buatan, dan unsur-unsur alam dan mampu menjadi areal penyerapan air. 9. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat, termasuk di dalamnya adalah semua gedung-gedung perkantoran milik Pemerintah Daerah, gedung perkantoran umum, pasar dan pusat perbelanjaan. 10. Pedagang kaki lima adalah seseorang¬ yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati tempat-tempat prasarana kota dan faslitas umum baik yang mendapat izin dari Pemerintah Daerah maupun yang tidak mendapat izin pemerintah daerah antara lain : badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman dan sejenisnya. 11. Hiburan adalah segala macam atau jenis keramaian, pertunjukan, permainan atau segala bentuk usaha yang dapat dinikmati oleh setiap orang dengan nama dan dalam bentuk apapun, dimana untuk menikmatinya atau mempergunakan fasilitas yang disediakan, dipungut bayaran maupun tidak dipungut bayaran. 12. Ternak adalah hewan selain satwa liar yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa-jasa dan atau hasil-hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. 13. Pemasukan ternak adalah kegiatan memasukkan ternak dari luar Daerah Kabupaten untuk keperluan pribadi dan/atau diperdagangkan. 14. Pendidikan adalah penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dari tingkat SD, SMP, dan SMA. 15. Kehidupan Sosial adalah keadaan, interaksi atau kegiatan masyarakat berdasarkan kebiasaan yang diikat dengan norma-norma dan ketentuan yang ada. 16. Peran serta masyarakat adalah kegiatan yang melibatkan oknum atau kelompok masyarakat untuk maksud dan tujuan tertentu. 17. Penyidik adalah pejabat yang diberikan kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam Peraturan Daerah sesuai ketentuan hukum secara pidana. 18. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. 19. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang Lingkup Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat meliputi: a. tertib jalur hijau, taman dan tempat umum; b. tertib lingkungan; c. tertib penyelenggaraan pendidikan; d. tertib tempat usaha dan usaha tertentu; e. tertib sosial; f. tertib tempat hiburan dan keramaian; dan g. tertib peran serta masyarakat. BAB III TERTIB JALUR HIJAU, TAMAN DAN TEMPAT UMUM Pasal 3 Setiap Orang dilarang: a. melakukan perbuatan atau tindakan dengan alasan apapun yang dapat merusak jalur hijau atau taman beserta kelengkapannya; b. bertempat tinggal dijalur hijau atau taman dan/atau tempat-tempat umum; c. menyalahgunakan atau mengalihkan fungsi jalur hijau atau taman dan/atau tempat-tempat umum; dan d. memotong atau menebang pohon yang tumbuh disepanjang jalan atau jalur hijau dan/atau taman kecuali mendapat izin dari Bupati. Pasal 4 (1) Setiap Orang dilarang membuka lahan tambak pada areal yang melewati batas sempadan Pantai. (2) Pengaturan mengenai batas sempadan pantai sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB IV TERTIB LINGKUNGAN Pasal 5 Setiap orang atau Badan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mencemarkan lingkungan atau tindakan yang dapat merusak dan/atau mengancam keselamatan ekosistem. . Pasal 6 Setiap orang dilarang: a. membuat gaduh di sekitar Tempat Tinggal atau membuat sesuatu yang dapat mengganggu ketentraman orang lain; b. membuang benda atau bahan yang berbau tidak sedap yang bukan pada tempatnya;dan c. membuat Kandang Hewan Ternak di sekitar Pemukiman Penduduk. BAB V TERTIB PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Pasal 7 (1) Setiap Siswa-Siswi dilarang berkeliaran pada saat jam belajar sekolah kecuali atas izin dari Sekolah atau Pejabat yang berwenang. (2) Setiap Orang Tua/Wali wajib mengawasi anaknya diluar jam sekolah. (3) Setiap Orang Tua/Wali Murid wajib mentaati Peraturan Tata Tertib Sekolah yang telah disepakati bersama antara Orang Tua/Wali Murid dan Pihak Sekolah. BAB VI TERTIB TEMPAT USAHA DAN USAHA TERTENTU Bagian Kesatu Tempat Usaha Pasal 8 (1) Tempat pada bagian Pelataran dan Tempat untuk kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha Pedagang kaki lima ditetapkan dengan Keputusan Bupati berdasarkan rekomendasi dari Dinas terkait. (2) Penetapan lokasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kepentingan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan, dan kebersihan lingkungan. (3) Lokasi PKL yang telah ditetapkan dilengkapi dengan papan nama lokasi dan rambu jalan dan tanda batas lokasi PKL. (4) Setiap PKL yang menggunakan tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berkewajiban memelihara ketertiban, kebersihan dan keindahan lingkungan di sekitar tempat usahanya. Pasal 9 Setiap Orang dilarang berdagang atau berusaha di Bagian Jalan, Trotoar, Halte dan/atau Tempat untuk kepentingan umum lainnya. Bagian Kedua Usaha Tertentu Pasal 10 (1) Setiap Orang dilarang meletakkan Benda-Benda dengan maksud untuk melakukan sesuatu usaha di Jalan atau Jalur Hijau atau Taman dan/atau Tempat-Tempat Umum kecuali di Tempat-Tempat yang telah ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Setiap Orang atau Badan dilarang menjajakan barang dagangan atau membagikan selebaran atau melakukan usaha-usaha tertentu dengan mengharapkan imbalan yang dilakukan di Jalan atau Jalur Hijau atau Taman dan/atau Tempat-Tempat Umum kecuali pada Tempat-Tempat yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 11 (1) Setiap Orang dilarang menjual dan mengedarkan bahan konsumsi berupa Daging Ternak atau Ikan yang mengandung bahan pengawet atau zat-zat berbahaya lainnya. (2) Setiap Orang dilarang menjual dan mengedarkan bahan konsumsi oplosan atau barang oplosan. (3) Setiap Orang dilarang menjual dan mengedarkan bahan konsumsi atau barang kadaluarsa. Pasal 12 (1) Setiap usaha pemotongan Hewan ternak wajib dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan yang telah ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Pejabat yang berwenang. (2) Pemotongan Hewan Ternak dapat dilakukan diluar Rumah Pemotongan Hewan apabila untuk keperluan peribadatan, upacara adat dan pesta pribadi. Pasal 13 (1) Setiap usaha restoran/rumah makan diwajibkan: a. memasang Spanduk/Tanda tertulis HALAL/UMUM depan Restoran/Rumah Makannya yang makanannya halal dikonsumsi Ummat Islam wajib; dan b. memasang Spanduk/Tanda tertulis KHUSUS depan Restoran/Rumah Makannya yang makanannya haram dikonsumsi Ummat Islam wajib. (2) Setiap makanan atau bahan makanan yang dikemas dalam Kaleng atau Plastik dilarang diperjualbelikan tanpa tercantum label halal sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan. Pasal 14 Setiap Orang yang memasukkan dan/atau mengeluarkan ternak dan produk ternak di/dari Kabupaten Luwu harus mendapat izin dan surat kesehatan hewan dari Pejabat yang berwenang. Pasal 15 Setiap Orang dilarang melakukan usaha pengumpulan dan/atau penampungan Barang-Barang Bekas kecuali mendapat izin dari Bupati. BAB VII TERTIB SOSIAL Pasal 16 (1) Setiap Orang dilarang meminta bantuan atau sumbangan yang dilakukan sendiri dan/atau bersama di Jalan, Pasar, Kendaraan Umum, Lingkungan Pemukiman, Rumah Sakit, Sekolah dan/atau Kantor. (2) Permintaan bantuan atau sumbangan kepentingan sosial dan kemanusiaan pada tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan atas izin dari Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 17 (1) Setiap orang dilarang mengamen dan/atau mengemis di Jalan atau di Tempat Umum yang dapat mengganggu kenyamanan orang lain. (2) Setiap Orang dilarang menyuruh dan/atau memanfaatkan orang lain untuk menjadi Pengemis atau Pengamen. Pasal 18 (1) Setiap Orang dilarang mengedarkan atau menyimpan dan/atau menjual minuman beralkohol tanpa izin dari Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (2) Setiap orang dilarang mengkonsumsi minuman beralkohol ditempat-tempat umum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. BAB VIII TERTIB TEMPAT HIBURAN DAN KERAMAIAN Pasal 19 (1) Setiap Orang dilarang menyelenggarakan tempat usaha hiburan tanpa izin Bupati atau Pejabat yang berwenang. (2) Setiap penyelengaraan tempat usaha hiburan yang telah mendapat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melaksanakan kegiatan lain yang menyimpang dari izin yang dimiliki. (3) Setiap Orang dilarang menyelenggarakan kegiatan pornoaksi dan pornografi. (4) Setiap Orang dilarang menyelenggarakan permainan ketangkasan yang bersifat komersial di Tempat Hiburan. (5) Setiap Orang dilarang mengoperasikan usaha hiburan malam pada hari-hari besar keagamaan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) sampai ayat (5) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 20 Setiap Orang dilarang menyelenggarakan keramaian di dalam Gedung tanpa memiliki izin dari Pejabat yang berwenang. Pasal 21 Penyelenggaraan kegiatan keramaian di luar Gedung dan/atau memanfaatkan jalur jalan yang dapat mengganggu kepentingan umum wajib mendapat izin dari Pejabat yang berwenang. BAB IX TERTIB PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 22 (1) Setiap Orang yang melihat, mengetahui dan menemukan terjadinya pelanggaran atas ketertiban umum wajib melaporkan kepada petugas yang berwenang. (2) Setiap orang yang melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (3) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti dan memproses secara hukum terhadap laporan yang disampaikan oleh Orang atau Badan. BAB X KOORDINASI DAN KERJASAMA Pasal 23 Setiap kegiatan penertiban dan pengendalian yang menyangkut ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat oleh Satuan Polisi Pamong Praja berkoordinasi dan kerjasama dengan Organisasi Perangkat Daerah dan Instansi terkait lainnya. BAB XI KEWAJIBAN DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu Kewajiban Pemerintah Daerah Pasal 24 (1) Setiap gangguan ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat yang dilaporkan wajib ditindak lanjuti Pemerintah Daerah. (2) Pembinaan, Pengendalian dan Penindakan dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Organisasi Perangkat Daerah terkait sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Bagian Kedua Kewenangan Pemerintah Daerah Pasal 25 (1) Polisi Pamong Praja dapat mengambil tindakan berdasarkan kewenangan yang dimilikinya terhadap ancaman atau gangguan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara mengambil tindakan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XII MEKANISME PELAPORAN Pasal 26 Mekanisme pelaporan setiap terjadinya gangguan Ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIII PEMBIAYAAN Pasal 27 Segala biaya yang ditimbulkan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini dibebankan pada APBD. BAB XIV KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana dalam Peraturan Daerah ini sesuai ketentuan hukum acara pidana yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sesuai Peraturan Daerah ini, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sesuai Peraturan Daerah ini; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sesuai Peraturan Daerah ini; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sesuai Peraturan Daerah ini; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan Tenaga Ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sesuai Peraturan daerah ini; g. menyuruh dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sesuai Peraturan Daerah ini; i. memanggil Orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi; j. menghentikan penyidikan; dan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 29 (1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan Pasal 6 huruf a, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), Pasal 13 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 14, Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (Sepuluh) Hari dan paling lama 60 (Enam Puluh) Hari atau denda paling sedikit Rp. 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). (2) Setiap Orang yang melanggar ketentuan Pasal 3 huruf b, Pasal 6 huruf b atau huruf c, Pasal 11 ayat(1), ayat (2) atau ayat (3), Pasal 17 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (4), atau ayat (5), dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 (Dua Puluh) Hari dan paling lama 90 (Sembilan Puluh) Hari atau denda paling sedikit Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah). (3) Setiap orang yang melanggar ketentuan, Pasal 3 huruf a, huruf c, atau huruf d, Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (3), dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 30 (Tiga Puluh) Hari dan paling lama 180 (Seratus Delapan Puluh) Hari atau denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah). (4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) adalah tindak pidana pelanggaran. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Semua Peraturan Daerah yang ada sebelumnya tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap Orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Luwu Nomor 02 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
T.E.U.
Indonesia, Kabupaten Luwu
Nomor
02
Bentuk
Peraturan Daerah (PERDA)
Bentuk Singkat
PERDA
Tahun
2017
Tempat Penetapan
Belopa
Tanggal Penetapan
13 Juni 2017
Tanggal Pengundangan
13 Juni 2017
Tanggal Berlaku
13 Juni 2017
Sumber
LD.2017
Subjek
PERIZINAN, PELAYANAN PUBLIK
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kabupaten Luwu
Bidang
Halaman ini telah diakses 448 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan