Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Timur Nomor 30 Tahun 2011

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peratuan Daerah Tentang Pajak Penerangan Jalan

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur. 2. Bupati adalah Bupati Luwu Timur. 3. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Luwu Timur. 4. 5. 6. 7. - 8. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Ka bu paten Luwu Timur. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah dan mendapat pendelegasian kewenangan dari Bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. 9. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah. 10. Bank atau Tempat Lain yang ditunjuk adalah pihak ketiga yang menerima pembayaran pajak penerangan jalan terutang. 11 . Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak. 12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 13. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 14. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. 15. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar wajib pajak atau penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan 18. Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum acara pidana. 19. Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. 20. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. 21. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. 22. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 23. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati. 24. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 25. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disebut SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 26. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 27. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disebut SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 28. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. 29. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam surat J;. pemberitahuan pajak terutang, surat ketetapan pajak daerah, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak daerah nihil, surat ketetapan pajak daerah lebih bayar, surat tagihan pajak daerah, surat keputusan pembetulan, atau surat keputusan keberatan. 30. Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat pemberitahuan pajak terutang, surat ketetapan pajak daerah, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak daerah nihil, surat ketetapan pajak daerah lebih bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak. 31. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. 32. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. 33. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut. BAB II TATA CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 2 (1) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 8% (delapan persen). (2) Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 3% (tiga persen). (3) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 1.5% (satu koma Lima persen). Pasal 3 (1) Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. (2) Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan : a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik; b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku dalam wilayah Kabupaten Luwu Timur. (3) Harga satuan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Bupati ini. (4) Perhitungan Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dengan kategori sebagai berikut : a. Untuk pembangkit listrik yang memasang alat ukur, dihitung dengan rumus sebagai 17 berikut : NJTL = Kwh Pemakaian X Harga satuan listrik. b. Untuk pembangkit listrik yang belum memasang alat ukur, dihitung dengan rumus sebagai berikut : NJTL = KVA X FD X Jam Nyala X Rp/Kwh Keterangan : NJTL = Nilai Jual Tenaga Listrik KVA = Kapasitas Daya Terpasang FD = Faktor Daya, yaitu tolok ukur dalam bentuk angka, yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan alat pembangkit listrik sebesar 0.85. Jam nyala = Jam nyala penggunaan tenaga listrik per bulan berdasarkan hasil pendataan/didasarkan pada sistem shif kerja perusahaan dalam setiap hari, dengan batasan minimum 1 (satu) shif sama dengan 8 jam, 2 shif sama dengan 16 jam, dan 3 shif sama dengan 24 jam. Rp/Kwh = Harga satuan listrik per Kwh. (5) Jumlah pemakaian tenaga listrik dari pemakaian yang tercatat dalam alat ukur penggunaan tenaga listrik yang harus disediakan dan dipasang oleh wajib pajak. (6) Penentuan titik pemasangan alat ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disepakati antara Pemerintah Daerah dengan wajib pajak yang dituangkan dalam berita acara. (7) Dalam hal wajib pajak belum memasang alat ukur, penentuan penggunaan tenaga listrik dihitung secara jabatan (official assesment). BAB Ill TATA CARA PENERBITAN SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SURAT KEPUTUSAN PEMBETULAN, DAN SURAT KEPUTUSAN KEBERATAN Pasal 4 e ·, (8) Kepala Dinas dapat menerbitkan STPD, apabila : a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar; dan b. Wajib pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga atau denda. BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN, DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 5 (1) Pembayaran pajak terutang dilakukan pada Bendahara Penerimaan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah dan/atau Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati. (2) Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 (satu) x 24 (dua puluh empat) jam atau jangka waktu lain yang ditentukan oleh Bupati. (3) Dalam hal wajib pajak melakukan penyetoran pada Bendahara Penerimaan, terhadap SPTPD yang disampaikan wajib pajak dilakukan penelitian, dan selanjutnya bendahara penerimaan menerbitkan SSPD untuk diberikan kepada wajib pajak sebagai bukti pelunasan pajak. (4) Dalam hal wajib pajak melakukan penyetoran pada Bank atau tempat lain, terhadap SPTPD yang dilaporkan wajib pajak dilakukan penelitian dan disampaikan pada Bank yang ditunjuk, dan selanjutnya Bukti setoran yang telah divalidasi oleh Bank di sampaikan pada Bendahara Penerimaan untuk diterbitkan SSPD sebagai bukti pelunasan pajak. (5) Pembayaran pajak terutang harus dilakukan dan disetor sekaligus. (6) Pajak terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dari masa pajak yang terutang dengan menggunakan SSPD atau dokumen lain yang dipersamakan. (7) Keterlambatan penyetoran pajak, akan dikenakan denda tambahan sebesar 2% per bulan dari pokok pajak, dan maksimal keterlambatan 24 (dua puluh empat) bulan, pengenaan denda keterlambatan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Pasal 6 (1) Kepala Dinas atas permohonan wajib pajak dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang atau menunda pembayaran dalam jangka waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dengan dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan. (2) Pembayaran angsuran dan penundaan pembayaran pajak terutang diatur sebagai berikut: a. Wajib pajak yang akan melakukan pembayaran secara angsuran maupun menunda pembayaran pajak, harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas dengan disertai alasan yang jelas dan melampirkan fotocopy SKPDKB dan/atau STPD yang diajukan permohonannya; b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus sudah diterima Dinas paling lambat tujuh hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan; c. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus melampirkan rincian pajak terutang untuk masa pajak atau tahun pajak yang bersangkutan serta alasan-alasan yang mendukung diajukannya permohonan; d. Terhadap permohonan pembayaran secara angsuran maupun penundaan pembayaran yang disetujui Kepala Dinas, dituangkan dalam Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas; e. Pembayaran angsuran ditetapkan paling lama 10 (sepuluh) kali angsuran dalam jangka waktu selama 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak tanggal surat keputusan angsuran, kecuali ditetapkan lain oleh Kepala Dinas berdasarkan alasan wajib pajak yang dapat diterima; f. Penundaan pembayaran ditetapkan paling lama 4 (empat) bulan terhitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran yang termuat dalam SKPDKB dan/atau STPD kecuali ditetapkan lain oleh Kepala Dinas berdasarkan alasan wajib pajak yang dapat diterima; g. Penghitungan untuk pembayaran angsuran adalah sebagai berikut : 1) Penghitungan sanksi bunga dikenakan hanya terhadap jumlah sisa angsuran; 2) Jumlah sisa angsuran adalah hasil pengurangan antara besaran sisa pajak yang belum atau diangsur dengan pokok pajak angsuran; 3) Pokok pajak angsuran adalah hasil pembagian antara jumlah pajak terutang yang akan diangsur, dengan jumlah bulan angsuran; 4) Bunga adalah hasil perkalian antara jumlah sisa angsuran dengan bunga sebesar 2% (dua persen); dan 5) Besarnya jumlah yang harus dibayar tiap bulan angsuran adalah pokok pajak angsuran ditambah dengan bunga sebesar 2% (dua persen). h. Terhadap jumlah angsuran yang harus dibayar tiap bulan, tidak dapat dibayar dengan angsuran ditambah dengan bunga sebesar 2% (dua persen). i. Penghitungan untuk penundaan pembayaran adalah sebagai berikut : 1) Penghitungan bunga dikenakan terhadap seluruh jumlah pajak terutang yang akan ditunda yaitu hasil perkalian antara bunga 2% dengan jumlah bulan yag ditunda, dikalikan dengan seluruh jumlah utang pajak yang akan ditunda; 2) Besarnya jumlah yang harus dibayar adalah seluruh jumlah utang pajak yang ditunda, ditambah dengan jumlah bunga 2% perbulan; 3) Penundaan pembayaran harus dilunasi sekaligus paling lambat pada saat jatuh tempo penundaan yang telah ditentukan dan tidak dapat diangsur. j. Terhadap wajib pajak yang telah mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran, tidak dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran untuk surat ketetapan pajak yang sama. BAB VIII TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK Pasal 7 (1) Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk karena jabatannya atas permohonan wajib pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan/atau kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya. (2) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap : � a. Sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda disebabkan keterlambatan pembayaran pada masa pajak; dan b. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan/atau kenaikan pajak dalam surat ketetapan dan/atau STPD. (3) Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan sebagai berikut : a. Wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya; b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus dicantumkan alasan yang jelas dengan pernyataan kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya, dan melampirkan SSPD yang telah diisi dan ditandatangani wajib pajak; c. Terhadap permohonan yang disetujui, Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi bunga atau denda akibat keterlambatan pembayaran pada masa pajak, dengan cara menuliskan catatan/keterangan pada sarana pembayaran SSPD bahwa sanksi tersebut dikurangkan atau dihapuskan; d. Wajib pajak melakukan pembayaran pajak dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak disetujuinya permohonan; e. Terhadap permohonan yang ditolak, Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk : 1) Menuliskan catatan keterangan pada sarana pembayaran SSPD bahwa sanksi tersebut dikenakan sebesar 2% perbulan untuk kemudian dibubuhi tandatangan dan nama jelas; 2) Menerbitkan STPD atas pengenaan sanksi bunga tersebut. (4) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, dilakukan sebagai berikut : a. Wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak surat ketetapan diterima wajib pajak, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya; b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus mencantumkan alasan yang jelas serta melampirkan : 1) Surat pernyataan kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya; 2) Surat ketetapan pajak yang menetapkan adanya kenaikan pajak terutang. (5) Berdasarkan surat permohonan dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dan ayat (4) huruf b, Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk segera melakukan penelitian administrasi tentang kebenaran dan alasan wajib pajak maupun lampirannya. Pasal 8 (1) Terhadap pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena jabatan, penelitian administrasi dilakukan sesuai permintaan Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk. (2) Dalam hal permohonan memerlukan penelitian dan pembahasan materi lebih mendalam maka Kepala Dinas atau Pejabat melakukan rapat koordinasi untuk mendapatkan masukan dan pertimbangan yang dituangkan dalam laporan hasil rapat pembahasan permohonan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi. I; (3) Atas dasar hasil penelitian administrasi, pejabat yang ditunjuk membuat telaahan atas pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi untuk selanjutnya mendapat persetujuan Kepala Dinas. (4) Datam hat tetaahan disetujui, Kepata Dinas menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan dan penghapusan Sanksi Administrasi sebagai pengganti Surat Ketetapan atau STPD semuta. (5) Wajib pajak metakukan pembayaran paling tambat 7 (tujuh) hari setetah menerima surat keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi. (6) Datam hat tetaahan ditotak, Kepata Dinas menerbitkan Surat Keputusan Penotakan Pengurangan dan penghapusan Sanksi Administrasi. Pasat 9 (1) Bupati dalam hat ini Kepata Dinas karena jabatannya atau atas permohonan wajib pajak dapat mengurangkan atau membatatkan ketetapan pajak yang tidak benar, apabita terdapat : a. Data atau fakta baru yang betum terungkap pada waktu pemeriksaan/penetitian untuk menentukan besarnya pajak terutang sedangkan batas waktu pengajuan keberatan atau pengajuan pembetutan surat ketetapan atau pengajuan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi tetah tertampaui; b. Data atau fakta baru yang betum terungkap disebabkan tidak dipertimbangkannya pengajuan keberatan atau pengajuan pembetutan surat ketetapan atau pengajuan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi akibat tidak dipenuhinya persyaratan format, yakni pengajuan permohonan metampaui batas waktu yang tetah ditentukan. (2) Ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adatah jumtah pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan pajak yang tercantum datam surat ketetapan. (3) Pengurangan atau pembatatan ketetapan pajak atas dasar permohonan wajib pajak dilakukan sebagai berikut : a. Surat permohonan wajib pajak didukung oteh data atau fakta baru yang meyakinkan; b. Datam surat permohonan wajib pajak harus dilampirkan dokumen berupa fotocopy 1) Surat ketetapan pajak yang diajukan permohonannya; 2) Dokumen yang mendukung diajukannya permohonan. 3) Berkas permohonan berikut bukti penotakan keberatan atau bukti penotakan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi. c. Pengajuan permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, tidak dapat dipertimbangkan dan berkas permohonan dikembatikan kepada wajib pajak. (4) Pengurangan atau pembatatan ketetapan pajak karena jabatan dilakukan sesuai permintaan Kepata Dinas atau atas usutan dari pejabat berdasarkan pertimbangan keadilan dan adanya temuan baru. (5) Atas dasar permohonan wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan permintaan/usutan karena jabatan, Kepata Dinas atau Pejabat metakukan rapat koordinasi untuk membahas pengurangan atau penghapusan ketetapan pajak. (6) Hasil pembahasan disampaikan kepada Kepata Dinas dengan melampirkan uraian pemandangan atau masukan atas pengurangan/pembatatan ketetapan pajak, setanjutnya Kepata Dinas memberikan disposisi menerima atau menotak pengurangan dan pembatatan ketetapan pajak. /) l. (7) Dalam hal diterbitkannya Surat Keputusan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, pejabat segera melakukan : a. Pembatalan surat ketetapan pajak yang lama dengan cara menerbitkan ketetapan pajak yang baru yang tetap mengurangkan atau memperbaiki surat ketetapan yang lama; b. Pemberian tanda silang pada surat ketetapan pajak yang lama, dan selanjutnya diberi catatan/keterangan bahwa surat ketetapan pajak 'dibatalkan' serta dibubuhi tandatangan dan nama pejabat yang bersangkutan. c. Memerintahkan kepada wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterimanya surat ketetapan pajak yang baru. d. Terhadap surat ketetapan pajak yang dibatalkan disimpan sebagai arsip pada administrasi perpajakan. (8) Dalam hal diterbitkannya surat keputusan penolakan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, maka surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan dikukuhkan dengan surat keputusan ini. BABIX TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 10 (1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas. (2) Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan adanya kelebihan pembayaran pajak yang telah disetor ke Kas Daerah berdasarkan : a. Perhitungan dari wajib pajak; b. Surat keputusan keberatan atau surat keputusan pembetulan, pembatalan dan pengurangan ketetapan, dan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; c. Putusan banding atau putusan peninjauan kembali; d. Kebijakan pemberian pengurangan, keringanan, dan/atau pembebasan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan. (3) Permohonan wajib pajak, diajukan secara tertulis paling lambat 6 (enam) bulan sejak saat timbulnya kelebihan pembayaran pajak. (4) Dalam surat permohonan wajib pajak, harus dilampirkan dokumen : a. ldentitas penduduk/KTP pemohon (wajib pajak); b. SPTPD, untuk masa pajak yang menjadi dasar permohonan; c. Bukti pelunasan pajak (SSPD) yang divalidasi; d. Uraian perhitungan pajak menurut wajib pajak; Pasal 11 (1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1 ), Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk segera mengadakan penelitian atau pemeriksaan terhadap kebenaran kelebihan pembayaran pajak dan pemenuhan kewajiban pembayaran pajak daerah oleh wajib pajak. (2) Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk paling lama 12 (dua belas) bulan sejak b diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus '/ memberiakn keputusan. .. (3) Dalam hal wajib pajak mempunyai utang lainnya, kelebihan pembayaran pajak langsung diperhitungkan untuk melunasi utang pajak dimaksud. (4) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya STPD. (5) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya STPD, Kepala Dians atau pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan atas keterlambatan kelebihan pembayaran pajak. Pasal 12 (1) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Membayar kelebihan Pajak. (2) Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, maka pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Timur.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Timur Nomor 30 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peratuan Daerah Tentang Pajak Penerangan Jalan
T.E.U.
Indonesia, Kabupaten Luwu Timur
Nomor
30
Bentuk
Peraturan Bupati (PERBUP)
Bentuk Singkat
PERBUP
Tahun
2011
Tempat Penetapan
Malili
Tanggal Penetapan
21 September 2011
Tanggal Pengundangan
21 September 2011
Tanggal Berlaku
21 September 2011
Sumber
BD.2011/No.137
Subjek
PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur
Bidang
Halaman ini telah diakses 451 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan