Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2012

Pemeliharaan dan Penertiban Ternak

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

PERATURAN DAERAH TENTANG PEMELIHARAAN DAN PENERTIBAN TERNAK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Barru. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas- luasnya dalam sitem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Barru. 5. Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Barru selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barru. 6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Inspektorat, Bappeda, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan. 7. Dinas adalah Dinas Peternakan Kabupaten Barru. 8. Ternak adalah Hewan Piaraan yang terdiri dari Sapi, Kerbau, Kuda, Kambing, Domba serta Unggas. 9. Unggas adalah golongan ternak seperti ayam kampung, ayam broiler, ayam layer, itik, angsa, entok, burung puyuh dan unggas kesayangan. 10. Pemilik Ternak adalah orang pribadi atau Badan yang secara hukum dapat melakukan suatu kegiatan atas peruntukan hewan ternak tertentu. 11. Identitas Permanen adalah suatu tanda khusus yang diberikan pada bagian tubuh ternak, yang bisa bertahan lebih dari satu tahun, dan dapat dilakukan berulang atau pergantian setiap saat. 12. Tempat Pengembalaan adalah sebidang tanah/rerumputan yang digunakan khusus sebagai tempat pemeliharaan/tempat makan ternak. 13. Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara rutin untuk memenuhi kebutuhan ternak. 14. Penertiban adalah upaya yang dilakukan untuk mengawasi dan memelihara ternak secara intensif agar tercipta keamanan dan ketertiban dari gangguan hewan ternak yang berkeliaran. 15. Budidaya Ternak adalah merupakan usaha untuk menghasilkan hewan peliharaan dan produk hewan. 16. Usaha Peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budi daya ternak 17. Pengandangan adalah tempat kegiatan usaha budidaya ternak. 18. Tempat Penampungan Ternak adalah tempat yang disiapkan oleh pemerintah daerah untuk memelihara ternak yang bersifat sementara. 19. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 20. Surat Pernyataan Penanggulangan Lingkungan atau SPPL merupakan suatu pernyataan atau komitmen moral dalam menyelenggaran usaha peternakan, tetap memperhatikan aspek lingkungan atau pencemaran. 21. Petugas adalah mereka yang karena tugas, fungsi atau jabatan ditugaskan untuk melaksanakan/mengamankan pelaksanaan Peraturan Daerah ini. 22. Penyidik adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam Lingkup Pemerintah Kabupaten Barru yang diserahi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kabupaten Barru. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Bagian Pertama Maksud Pasal 2 Maksud ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah untuk melakukan penanganan dan penyelesaian permasalahan hewan ternak. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah melakukan penataan dan penertiban ternak, pelestarian sumber daya alam lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan petani ternak. BAB III KEWAJIBAN, LARANGAN DAN SANKSI PEMILIK TERNAK Bagian Pertama Kewajiban Pasal 4 (1) Setiap pemilik ternak wajib memberikan identitas permanen pada ternaknya. (2) Pemilik ternak diwajibkan memelihara dan menertibkan ternak dan/atau tidak dilepaskan secara bebas dan berkeliaran tanpa ada pengembalaan kecuali pada tempat pengembalaan yang telah ditentukan. (3) Setiap pemilik ternak wajib menyediakan tempat pengandangan ternak yang memenuhi persyaratan teknis dan ketertiban umum sesuai petunjuk Dinas. (4) Penempatan kandang ternak yang dekat dengan permukiman wajib mendapat persetujuan dari tetangga dan diketahui Kepala Desa/Lurah setempat berupa surat pernyataan atau surat perjanjian. Pasal 5 (1) Kegiatan budidaya ternak disesuaikan dengan dukungan sarana dan prasarana yang dapat disediakan oleh pemilik ternak. (2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tenaga kerja yang disesuaikan dengan jumlah ternak, lapangan rumput atau hijauan makanan ternak yang tersedia, serta tempat pengandangan atau penampungan yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 6 (1) Setiap orang yang memiliki ternak wajib memeliharanya dan dilakukan dengan sistim pengembalaan secara intensif atau pengandangan. (2) Setiap orang yang memiliki : a. Unggas, sebanyak 1000 ekor atau lebih, dan/atau; b. Ternak kecil (Kambing dan Domba), sebanyak 25 ekor atau lebih, dan/atau; c. Ternak besar (Sapi, Kerbau dan Kuda), sebanyak 10 ekor atau lebih; diwajibkan memiliki amdal dan/atau UKL/UPL dan/atau, SPPL. Pasal 7 (1) Untuk memanfaatkan sumber daya alam secara optimal, maka Bupati dapat menetapkan suatu lokasi/areal pengembalaan umum yang dapat digunakan oleh setiap pemilik ternak baik perorangan, kelompok, maupun oleh badan hukum. (2) Batas populasi ternak besar dan kecil untuk setiap satuan luas lokasi/areal pengembalaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sesuai dengan rekomendasi dari Dinas. (3) Kewenangan penunjukan lokasi/areal pengembalaan umum dilimpahkan ke pemerintah desa/kelurahan. (4) Penetapan lokasi atau areal pengembalaan umum ditetapkan oleh kepala desa atau lurah setelah mendapatkan persetujuan dari dinas. Bagian Kedua Larangan Pemilik ternak dilarang : Pasal 8 a. melepas dan atau menggembalakan ternak pada lokasi penghijauan, reboisasi dan pembibitan; b. melepas dan atau menggembalakan ternak pada pekarangan rumah, pertamanan, lokasi pariwisata, lapangan olah raga dan tempat-tempat lain yang dapat menimbulkan kerusakan dan pencemaran c. melepas ternak sehingga berkeliaran di pemukiman, jalan-jalan dan/atau tempat-tempat lainnya yang dapat mengganggu keselamatan/kelancaran pemakai jalan. Bagian Ketiga Sanksi Pasal 9 (1) Ternak yang berkeliaran secara bebas tanpa pengembalaan dianggap ternak liar dan dapat ditangkap oleh Petugas dan atau masyarakat. (2) Ternak yang ditangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditampung pada tempat penampungan ternak yang telah ditentukan. (3) Tempat penampungan ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikerjasamakan dengan pihak lain. Pasal 10 (1) Pemilik yang ternaknya ditangkap, setelah mendapat pemberitahuan resmi dari petugas harus segera mengambilnya. (2) Ternak yang ditangkap dan ditahan pada tempat yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), dikenakan sangsi pemeliharaan dan/atau pengamanan dan/atau kerugian yang ditimbulkan. (3) Pengaturan sangsi pemeliharaan dan/atau pengamanan dan atau penyelesaian kerugian yang ditimbulkan dari ternak yang ditangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kewenangannya diserahkan kepada pemerintah Desa/Kelurahan. BAB IV KEWAJIBAN DAN LARANGAN PETUGAS Bagian Pertama Kewajiban Pasal 11 Petugas dalam melakukan penertiban ternak wajib: a. menjaga keselamatan ternak sejak saat penangkapan sampai diambil pemiliknya; b. menjaga keamanan ternak yang ditangkap; dan c. menyampaikan tindakan penangkapan kepada pemilik ternak paling lambat 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam atau diumumkan melalui saluran informasi/pengumuman yang ada di tingkat desa/kelurahan dan/atau kecamatan. Bagian Kedua Larangan Petugas dalam melakukan Pasal 12 penertiban ternak dilarang bertindak diskriminatif terhadap pemilik ternak dan atau ternak tersebut. Bagian Ketiga Sanksi Pasal 13 Petugas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diberikan sanksi administrasi berupa teguran dari SKPD yang membidangi. BAB V SYARAT-SYARAT PENANGKAPAN Pasal 14 Petugas wajib melakukan penangkapan ternak apabila : a. ternak berada pada tempat-tempat tertentu yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; b. menganggu keselamatan dan ketertiban umum di pemukiman atau jalan raya; dan c. ada pengaduan dari masyarakat. BAB VI KEBERATAN DAN GANTI RUGI Bagian Pertama Keberatan Pasal 15 (1) Pemilik ternak dapat mengajukan keberatan dalam hal penangkapan yang dilakukan oleh petugas karena melanggar ketentuan dalam Pasal 11 dan Pasal 12. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Dinas paling lambat 2 (dua) hari setelah pemberitahuan adanya penangkapan. (3) Keputusan Dinas atas Keberatan yang diajukan diberikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak keberatan diterima. (4) Dalam hal keberatan diterima maka pemilik ternak dibebaskan dari sangsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. Bagian Kedua Ganti Rugi Pasal 16 (1) Pemilik ternak wajib membayar ganti kerugian kepada pihak yang menderita kerugian dan atau membayar biaya pemeliharaan dalam hal: a. ternak miliknya merusak tanaman milik orang lain; b. ternak miliknya menyebabkan kecelakaan di jalan raya; c. ternak miliknya merusak sarana dan prasarana umum/publik; dan/atau d. ternak miliknya ditangkap dan ditampung pada tempat penampungan. (2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan nilai kerugian yang layak dan/atau sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Pasal 17 (1) Pemilik ternak dapat menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Daerah dalam hal: a. petugas dengan sengaja dan/atau lalai yang menyebabkan matinya ternak yang akan ditangkap atau yang ada pada tempat penampungan ternak; b. petugas dengan sengaja dan/atau lalai yang menyebabkan hilangnya ternak yang ada pada tempat penampungan ternak; dan c. petugas dengan sengaja dan/atau lalai yang menyebabkan ternak yang ditangkap dijual melalui lelang umum. (2) Pemilik ternak kehilangan haknya untuk menuntut ganti rugi apabila: a. pemilik ternak karena lalai melaksanakan kewajibannya; b. ternak yang hilang tidak memiliki identitas c. kelalaian pemilik ternak mengambil ternaknya walaupun sudah diberitahukan secara resmi oleh petugas. (3) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Pengadilan Negeri Barru. (4) Prosedur dan syarat-syarat untuk mengajukan tuntutan ganti rugi tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PEMELIHARAAN KESEHATAN TERNAK Pasal 18 (1) Pemilik ternak wajib menjaga kesehatan ternak dari gangguan penyakit ternak. (2) Untuk menjamin kesehatan ternak, pemilik wajib menvaksinasi ternaknya secara teratur. Pasal 19 Jika terdapat gejala ternak terkena penyakit maka pemiliknya segera melaporkan kepada Kepala Desa/Lurah dan/atau petugas Dinas yang ada di Desa/Kelurahan atau di Kecamatan agar segera melakukan tindakan pengamanan/pengobatan secara intensif. Pasal 20 (1) Apabila ternyata penyakit yang diderita oleh ternak tersebut dapat menular, Dinas berwenang mengurung/mengisolasi ternak tersebut pada suatu tempat khusus untuk diadakan observasi. (2) Setiap ternak yang sakit yang telah dikurung/diisolasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemiliknya berkewajiban menanggung ongkos pemeriksaan, pengobatan, dan perawatannya. (3) Ternak yang dikurung karena menderita penyakit menular, dapat dibebaskan dan atau diambil oleh pemiliknya setelah ternak tersebut sembuh dari penyakit, dan apabila ternak itu mati dalam kurungan akibat penyakit yang diderita dan/atau harus dibunuh karena penyakitnya berbahaya terhadap ternak lainnya dan/atau kepada manusia yang memakan dagingnya, maka pemiliknya tidak diberi ganti rugi kecuali dibebaskan dari segala biaya pengobatan/perawatan selama ditangani oleh Petugas Dinas. BAB VIII PERPINDAHAN DAN PENGALIHAN TERNAK Pasal 21 (1) Perpindahan Domisili ternak antara Desa/Kelurahan, antara Kecamatan dan Daerah harus dengan sepengetahuan Pemerintah Daerah menurut jenjang struktur Pemerintah Daerah. (2) Pemilik ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kepada Kepala Desa/Lurah setempat dengan menunjukkan identitas ternak yang bersangkutan dalam waktu 1 x 24 jam dan kepada pemilik ternak dapat diberi keterangan untuk memindahkan ternaknya ke tempat lain. Pasal 22 (1) Setiap mutasi/pengalihan hak atas pemilikan ternak dilakukan secara tertulis dihadapan Kepala Desa/Lurah. (2) Mutasi/Pengalihan hak atas ternak terjadi : a. Antara Desa/Kelurahan dalam Kecamatan, Keterangan diberikan oleh Kepala Desa/Lurah; b. Antara Desa/Kelurahan dalam Daerah, Keterangan diberikan oleh Camat. c. Mutasi keluar Daerah, keterangan diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Setiap terjadi mutasi pemilikan ternak, baik karena transaksi jual beli, pemotongan, pertukaran, maupun karena mati, pemilik ternak yang bersangkutan melaporkan kejadian tersebut kepada Kepala Desa/Lurah. BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 23 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegewai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan tindak pidana yang dilakukan; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan terjadinya tindak pidana; d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana; e. Melakukan penggeladahan atau mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana; g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; dan/atau k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 24 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, pasal 6, pasal 8, pasal 11, pasal 16, pasal 18, pasal 19, pasal 20, pasal 21 atau pasal 22 dalam Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Barru Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pemeliharaan dan Penertiban Ternak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 27 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barru.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pemeliharaan dan Penertiban Ternak
T.E.U.
Indonesia, Kabupaten Barru
Nomor
3
Bentuk
Peraturan Daerah (PERDA)
Bentuk Singkat
PERDA
Tahun
2012
Tempat Penetapan
Barru
Tanggal Penetapan
23 April 2012
Tanggal Pengundangan
23 April 2012
Tanggal Berlaku
23 April 2012
Sumber
LD.2012/No.3, TLD No.15
Subjek
PANGAN, PERTANIAN DAN PETERNAKAN
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kabupaten Barru
Bidang
Halaman ini telah diakses 1347 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan