ABSTRAK: |
- Menimbang: a. bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin
terwujudnya pemerintahan yang baik serta menciptakan keadilan dan
kepastian hukum dengan memperhatikan kemampuan Penyelenggara,
kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan dalam menangani
pengaduan masyarakat perlu disusun Standar Operasional Prosedur
yang memberi pengaturan secara jelas;
b. bahwa sesuai maksud Pasal 8 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 80 Tahun 2002 perihal
Intensifikasi Penanganan Pengaduan Masyarakat;
c. bahwa menindaklanjuti Keputusan Bupati Barru Nomor 312 Tahun 2009 tentang Rencana Tindak Inisiatif Utama Menuju Pemerintahan Yang Baik Dalam Rangka Urban Sector Development Reform Project (USDRP) di Kabupaten Barru;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Bupati Barru tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan Pengaduan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Lingkup Pemerintah Kabupaten Barru;
- 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah - Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);
9. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
10. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899);
11. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008
Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 1);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 06);
- PERATURAN BUPATI TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN PENGADUAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BARRU.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Barru.
2. Bupati adalah Bupati Barru.
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
5. Penyelenggara Negara adalah pejabat yang menjalankan fungsi pelayanan publik yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
6. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk
yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
7. Pengaduan adalah pemberitahuan secara tertulis dan/atau lisan mengenai dugaaan terjadinya penyelenggaraan pelayanan publik yang tidak memenuhi standar pelayanan atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Unit Penanganan Pengaduan adalah lembaga khusus yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati untuk melaksanakan tugas menerima, meregistrasi dan memfasilitasi penanganan pengaduan/keluhan yang bersumber dari perseorangan atau lembaga kemasyarakatan.
9. Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang- perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
10. Penanganan Pengaduan Masyarakat adalah suatu upaya dalam rangka menangani
berbagai pengaduan atau keluhan yang bersumber dari ketidakpuasan pelayanan organisasi publik kepada masyarakat.
11. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
12. Laporan adalah pengaduan atau penyampaian fakta yang diselesaikan atau ditindaklanjuti yang disampaikan secara tertulis atau lisan.
13. Pelapor adalah warga negara Indonesia atau penduduk yang memberikan Laporan
kepada Unit Pelayanan Pengaduan.
14. Terlapor adalah Penyelenggara Negara dan atau aparatur pemerintahan yang diduga melakukan pelanggaran yang dilaporkan kepada Unit Pelayanan Pengaduan.
15. Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik.
16. Atasan satuan kerja Penyelenggara adalah pimpinan satuan kerja perangkat daerah yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja perangkat daerah yang melaksanakan pelayanan publik.
17. Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
18. Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan.
19. Sistem informasi pelayanan publik yang selanjutnya disebut Sistem Informasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar,
dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik.
20. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antar para pihak yang diputus oleh ombudsman.
BAB II
MAKSUD, TUJUAN, DAN ASAS PENANGANAN PENGADUAN
Bagian Kesatu
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
Maksud Standar Operasional Prosedur Penanganan Pengaduan Penyelenggaraan
Pelayanan Publik Lingkup Pemerintah Kabupaten Barru adalah sebagai berikut:
a. untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik sehingga dapat menciptakan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, bersih, efektif, efisien, transparan, partisipatif dan akuntabel guna meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.
b. sebagai pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pengelola penanganan pengaduan; dan
c. sebagai alat penilaian kinerja berdasarkan indikator teknis, administratif, dan prosedural sesuai dengan tata kerja, dan sistem kerja pada pengelola penanganan pengaduan.
Pasal 3
Tujuan Standar Operasional Prosedur Penanganan Pengaduan Penyelenggaraan
Pelayanan Publik Lingkup Pemerintah Kabupaten Barru adalah :
a. menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance;
b. pemerintah dapat mengklasifikasi Pengaduan masyarakat untuk ditindaklanjuti secara sistematis dan terorganisir.
c. memudahkan Pemerintah dalam mencari jalan keluar pemecahan masalah.
d. pemerintah dapat mengklasifikasi issue strategis dalam rangka merumuskan perencanaan pembangunan yang berbasis pada pemecahan masalah.
Bagian Kedua
Asas Penanganan Pengaduan
Pasal 4
Penyelenggaraan penanganan pengaduan berasaskan:
a. asas penyelesaian yang cepat dan tuntas b. kepentingan umum;
c. kepastian hukum;
d. kesamaan hak;
e. keseimbangan hak dan kewajiban;
f. keprofesionalan;
g. partisipatif;
h. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
i. keterbukaan;
j. akuntabilitas;
k. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
l. ketepatan waktu; dan
m. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
BAB III
RUANG LINGKUP DAN WEWENANG
Bagian Pertama
Ruang lingkup
Pasal 5
(1) Ruang lingkup penanganan pengaduan meliputi :
a. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan;
dan
b. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. pelayanan barang publik;
b. pelayanan jasa publik; dan
c. pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (3) Pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD);
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
(4) Pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD);
b. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.
(5) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda.
b. tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
BAB IV PELAPORAN PENGADUAN
Bagian Kesatu
Penerimaan Laporan pengaduan
Pasal 6
(1) Unit penanganan pengaduan menerima laporan pengaduan pada setiap hari kerja.
(2) Unit penanganan pengaduan mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima laporan pengaduan berdasarkan jenis pelayanan pada tempat terjadinya peristiwa yang dilaporkan (locus delicti).
(3) Laporan pengaduan yang diterima oleh SKPD dalam lingkup pemerintah Kabupaten
Barru diteruskan kepada Unit Penanganan Pengaduan.
Pasal 7
Laporan pengaduan pada setiap pelayanan dapat dilaporkan oleh :
a. masyarakat sebagai penerima pelayanan;
b. rekomendasi Ombudsman; atau
c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barru.
Pasal 8
(1) Laporan pelanggaran disampaikan kepada unit penanganan pengaduan sesuai wilayah kerjanya paling lambat 30 (tiga puluh ) hari sejak pengadu menerima pelayanan.
(2) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah enam hari kerja yakni hari senin sampai dengan hari sabtu, mulai jam 09.00 wita sampai dengan jam 14.00 wita setiap harinya.
Bagian Kedua
Pengaduan
Pasal 9
(1) Pengaduan yang disampaikan dapat berupa :
a. pengaduan langsung;
b. pengaduan tidak langsung.
(2) Pengaduan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa:
a. pengaduan lisan langsung;
b. pengaduan tertulis langsung.
(3) Dalam hal penyampaian pengaduan lisan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pengadu melaporkan pengaduannya dengan mengisi formulir laporan pengaduan pada unit penanganan pengaduan sesuai wilayah kerjanya;
(4) pengaduan tertulis langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, memuat a. nama dan alamat lengkap;
b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian materiil atau immateriil yang diderita;
c. permintaan penyelesaian yang diajukan; dan
d. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan.
(5) dalam hal pengaduan tertulis, pengadu wajib datang ke unit penanganan pengaduan dengan membawa pengaduan tertulis berupa surat dan/atau tembusan surat.
(6) Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya. (7) Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.
(8) Pengaduan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa :
a. Laporan lisan tidak langsung yaitu pengaduan kepada unit penanganan pengaduan melalui telepone/hotline; dan
b. Laporan tertulis tidak langsung yaitu pengaduan kepada unit penanganan pengaduan yang disampaikan dalam bentuk pesan singkat (SMS), faksimile, e-mail, atau laporan melalui web site.
(9) Hal-hal yang terkait dengan pengaduan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan bupati.
Pasal 10
(1) Pengadu wajib mengisi dan menandatangani formulir pengaduan. (2) Bentuk formulir pengaduan tercantum pada lampiran peraturan ini.
(3) Formulir laporan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat:
a. nama dan alamat lengkap pengadu;
b. waktu dan tempat pelayanan;
c. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan d. uraian kerugian materiil atau immateriil yang diderita;
e. permintaan penyelesaian yang diajukan;
f. bukti-bukti pendukung;
g. tempat, waktu penyampaian pengaduan;dan h. tanda tangan.
(4) Dalam mengisi formulir pengaduan, pengadu melengkapi isian dalam formulir dan menyertakan hal-hal sebagai berikut:
a. Fotokopi kartu tanda Penduduk atau kartu identitas lainnya; dan b. Bukti-bukti pendukung.
(5) Setelah menerima pengaduan, petugas penerima pengaduan pada unit penanganan pengaduan wajib memberikan 1 (satu) salinan tanda terima pengaduan kepada pengadu.
(6) Tanda terima pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pengadu secara lengkap;
b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan;
c. tempat dan waktu penerimaan pengaduan; dan
d. tanda tangan serta nama pejabat/pegawai yang menerima pengaduan.
(7) Petugas penerima pengaduan melakukan pencatatan dan rekapitulasi atas pengaduan tersebut dalam buku register penerimaan pengaduan.
.
BAB V
PENELITIAN LAPORAN PENGADUAN
Pasal 11
(1) Unit layanan pengaduan meneliti keterpenuhan syarat formal dan syarat materiil dari formulir pengaduan.
(2) Syarat formil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pihak yang berhak melaporkan;
b. waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu;
c. keabsahan laporan yang mencakup;
d. kesesuaian tandatangan dalam formulir pengaduan dengan kartu identitas; dan e. tanggal dan waktu.
(3) Syarat materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. identitas pelapor;
b. nama dan alamat terlapor;
c. peristiwa dan uraian kejadian;
d. waktu dan tempat kejadian;
e. saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan
f. barang bukti yang mungkin diperoleh atau diketahui.
Pasal 12
Dalam hal unit layanan pengaduan telah selesai melakukan penelitian laporan pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan mendapati bahwa laporan pengaduan tidak/belum atau sudah memenuhi syarat formal dan materiil, maka :
a. laporan pengaduan yang tidak/belum memenuhi syarat formil dan materiil dikonfirmasi ulang kepada pengadu untuk segera dilengkapi;
b. laporan pengaduan yang telah memenuhi syarat formal dan materiil diteruskan kepada petugas yang menangani/memeriksa pengaduan.
BAB VI PENERUSAN PENGADUAN
Pasal 13
(1) Setelah laporan pengaduan memenuhi syarat formal dan materiil, unit penanganan pengaduan melakukan pemberkasan laporan pengaduan.
(2) Berkas laporan pengaduan diteruskan pada Tim/Petugas Pemeriksa Pengaduan untuk dilakukan pemeriksaan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat rahasia.
(4) Dalam hal dipandang perlu melalui Surat Keputusan Ketua Unit Penanganan Pengaduan, kerahasiaan kajian dapat dikecualikan.
Pasal 14
(1) Dalam proses pemeriksaan laporan pengaduan, unit penanganan pengaduan dapat meminta kehadiran pengadu, penyelenggara pelayanan yang diadukan, saksi dan/atau ahli untuk didengar keterangan dan/atau klarifikasinya dibawah sumpah.
(2) Keterangan/klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
(3) Bentuk formulir berita acara sebagaiamana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran.
Pasal 15
(1) Hasil kajian terhadap laporan pengaduan dikategorikan sebagai:
a. pelanggaran;
b. bukan pelanggaran;
c. sengketa pengaduan.
(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa :
a. penyalahgunaan wewenang;
b. tindakan yang merugikan masyarakat;
c. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan;
d. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan;
dan
(3) Sengketa pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan sengketa yang timbul karena adanya :
a. perbedaan penafsiran antara para pihak atau suatu ketidak jelasan tertentu yang berkaitan dengan suatu masalah fakta kegiatan, peristiwa, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan pelayanan publik;
b. keadaan dimana pengakuan atau pendapat dari salah satu pihak mendapatkan penolakan, pengakuan yang berbeda, dan/atau penghindaran dari pihak lain.
(4) Sengketa pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mekanisme dan tata caranya diatur tersendiri.
Pasal 16
(1) Unit penanganan pengaduan memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti laporan pengaduan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima yang sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan dari unit penanganan pengaduan sebagaimana diinformasikan oleh pihak penyelenggara dan/atau ombudsman.
(3) Dalam hal berkas pengaduan tidak dilengkapi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadu dianggap mencabut pengaduannya.
Pasal 17
(1) Pengaduan terhadap Pelaksana ditujukan kepada atasan Pelaksana.
(2) Pengaduan terhadap Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan huruf b, ayat (4) huruf a dan huruf b, dan Pasal 5 ayat (5) huruf a ditujukan kepada atasan satuan kerja Penyelenggara.
(3) Pengaduan terhadap Penyelenggara yang berbentuk korporasi dan lembaga independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c, ayat (4) huruf c dan Pasal 5 ayat (5) huruf b ditujukan kepada pejabat yang bertanggung jawab pada instansi pemerintah yang memberikan misi atau penugasan.
BAB VII
PELAKSANA PENANGANAN PENGADUAN
Bagian Kesatu
Unit Penanganan Pengaduan
Pasal 18
Unit Penanganan Pengaduan melaksanakan penanganan pengaduan yang keanggotaannya ditetapkan oleh Bupati dengan Keputusan Bupati
Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 19
(1) Tugas dan wewenang Unit Penanganan Pengaduan, antara lain :
a. menerima, meregister, dan memfasilitasi pengaduan atau keluhan yang bersumberi dari ketidakpuasan pelayanan organisasi publik sesuai locus delictinya;
b. mengelola pengaduan secara terpadu dan terstruktur;
c. mengklasifikasi pengaduan masyarakat untuk ditindaklanjuti secara sistematis dan terorganisir;
d. mengklasifikasi issue strategis dalam rangka merumuskan perencanaan pembangunan yang berbasis pada pemecahan masalah;
e. mempublikasikan penanganan pengaduan melalui Sistem Informasi Pelayanan
Publik; dan
f. melaporkan proses penanganan pengaduan secara berkala melalui wadah/media
Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, Unit Penanganan Pengaduan melakukan koordinasi secara terpusat dan berjenjang termasuk koordinasi dengan instansi terkait lainnya dan Ombudsman.
Bagian Ketiga
Tata Kerja
Pasal 20
(1) Unit Penanganan Pengaduan dibentuk sesuai tingkatannya, yaitu :
a. Unit Penanganan Pengaduan Kabupaten; b. Unit Penaganan Pengaduan Kecamatan; c. Unit Penanganan Pengaduan Desa.
(2) Unit Penanganan Pengaduan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berkedudukan pada Bagian Humas Sekretariat Daerah Kabupaten Barru.
(3) Unit Penanganan Pengaduan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, keanggotaannya terdiri dari bebrapa unsur yaitu:
a. unsur Muspika; dan
b. Lembaga Kemasyarakatan.
(4) Unit Penanganan Pengaduan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c penyelenggaraannya dalam bentuk Pos Pengaduan Masyarakat.
(5) Pos Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Keanggotaan terdiri dari:
a. perwakilan Pemerintah Desa;
b. perwakilan BPD;
c. perwakilan LKD; dan/atau
d. perwakilan kelompok perempuan dan karang taruna.
Pasal 21
Tahapan prosedur penanganan keluhan (bagan terlampir) terdiri dari :
a. Penyampaian pengaduan masyarakat;
b. Pengisian formulir pengaduan;
c. Registrasi/klasifikasi pengaduan;
d. Penelitian Pengaduan;
e. Rokemendasi ke SKPD;
f. Penyampaian jawaban dari SKPD ke Unit Penanganan Pengaduan;
g. Mediasi; dan/atau h. Pelaporan.
Bagian Keempat
Keanggotaan Unit Penanganan Pengaduan
Pasal 22
(1) Keanggotaan Unit Penanganan Pengaduan Kabupaten terdiri dari 5 (lima) orang, berasal dari Aparat di lingkup Pemerintah Kabupaten yang diangkat melalui Keputusan Bupati.
(2) Keanggotaan Unit Penanganan Pengaduan Kecamatan terdiri dari 5 (lima) orang yang diangkat melalui Keputusan Bupati.
(3) Keanggotaan Unit Penanganan Pengaduan Desa terdiri dari 5 (lima) orang yang diangkat melalui Keputusan Kepala Desa.
BAB VIII PEMBIAYAAN
Pasal 23
Dalam Penyelenggaraan Unit penanganan pengaduan di tiap tingkatan tidak diperkenankan memungut biaya dan/atau membebankan proses penanganan pengaduan kepada pengadu.
BAB IX PELAPORAN Pasal 24
(1) Unit Penanganan Pengaduan Kecamatan dan Unit Penanganan Pengaduan Desa melakukan pelaporan secara berjenjang dan bertingkat sesuai koordinasi Pemerintahan Daerah.
(2) Unit Penanganan Pengaduan Kabupaten melaporkan data statistik penanganan pengaduan melalui Website Resmi Pemerintah Kabupaten Barru.
(3) Unit Penanganan Pengaduan Kabupaten membuat laporan penanganan pengaduan tahunan yang berisi analisis mengenai, antara lain:
a. kegiatan yang berkaitan penanganan pengaduan atau keluhan yang bersumber dari ketidakpuasan pelayanan organisasi publik;
b. rekapitulasi pengaduan masyarakat berdasarkan klasifikasi pengaduan
c. klasifikasi issue strategis dalam rangka merumuskan perencanaan pembangunan yang berbasis pada pemecahan masalah;
d. publikasi pengaduan melalui sistem informasi pelayanan publik;dan
e. efektifitas penanganan pengaduan dan perbaikan yang telah dilakukan.
(4) Laporan disampaikan kepada Bupati Barru dan didesiminasikan melalui Website Resmi
Pemerintah Kabupaten Barru.
(5) Format Pelaporan sebagaimana tercantum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini.
BAB X
PENYELESAIAN PENGADUAN OLEH PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK
Pasal 25
(1) Penyelenggara wajib memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang diselenggarakannya.
(2) Proses pemeriksaan untuk memberikan tanggapan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Penyelenggara.
Pasal 26
(1) Dalam memeriksa materi pengaduan, Penyelenggara wajib berpedoman pada prinsip independen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya.
(2) Penyelenggara wajib menerima dan merespons pengaduan.
(3) Dalam hal pengadu keberatan dipertemukan dengan pihak teradu karena alasan tertentu yang dapat mengancam atau merugikan kepentingan pengadu, dengar pendapat dapat dilakukan secara terpisah.
(4) Dalam hal pengadu menuntut ganti rugi, pihak pengadu menguraikan kerugian yang ditimbulkan akibat pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.
Pasal 27
(1) Dalam melakukan pemeriksaan materi pengaduan, Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan.
(2) Kewajiban menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak gugur setelah pimpinan Penyelenggara berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.
Pasal 28
(1) Penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan pengaduan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diputuskan.
(3) Penyelenggara berkewajiban memberikan tembusan keputusan kepada pengadu mengenai penyelesaian perkara yang diadukan.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 29
Peraturan Bupati ini berlaku sejak tanggal diundangkan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Barru.
|