Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Toraja utara Nomor 17 Tahun 2014

PEMBIBITAN KERBAU

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBIBITAN KERBAU. . ' SABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Toraja Utara. 2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggara Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam Sistim dan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Toraja Utara. 5. Dinas Peternakan adalah satuan kerja perangkat daerah yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten Toraja Utara. 6. Pembibitan adalah serangkaian kegiatan budidaya untuk menghasilkan bibit temak untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual belikan. 7. Bibit temak adalah hasil pemuliaan temak yang mempunyai sifat unggul serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. 8. Temak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. 9. Petemak adalah perorangan Warga Negara Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha peternakan. 10. Spesies adalah sekelompok ternak yang memiliki sifat-sifat genetik sama, dalam kondisi alami dapat melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan yang subur. 11. Perwilayahan sumber bibit adalah serangkaian kegiatan untuk memetakan sesuatu wilayah dengan agroekosistem tertentu sebagai wilayah sumber bibit. 12. Wilayah sumber bibit adalah suatu wilayah agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah Administratif pemerintahan dan mempunyai potensi untuk pengembangan bibit dari jenis, rumpun atau galur temak tertentu. 13. Jenis temak yang selanjutnya disebut jenis adalah sekelompok ternak yang memiliki sifat dan karakteristik genetik sama, dalam kondisi alaminya dapat melakukan perkawinan untuk menghasilkan keturunan. 14.Rumpun ternak yang selanjutnya disebut rumpun adalah segolongan ternak dari suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada keturunannya. 15.Galur ternak yang selanjutnya disebut galur adalah sekelompok individu temak dalam suatu rumpun yang mempunyai karakteristik tertentu yang dimanfaatkan untuk tujuan pemuliaan atau perkembangbiakan. 16.Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik pada kelompok ternak dari satu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. 17.Pemurnian adalah upaya untuk mempertahankan rumpun dari jenis (spesies) ternak tertentu. 18.Persilangan adalah cara perkawinan, dimana perkembangbiakan temaknya dilakukan dengan jalan perkawinan antara hewan-hewan satu spesies tetapi berlainan rumpun. 19.Silsilah adalah catatan mengenai asal usul keturunan ternak yang meliputi nama, nomor dan performan dari ternak dan tetua penurunnya. 20.Uji performance adalah metode pengujian untuk memilih temak bibit berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif yang meliputi pengukuran, penimbangan, dan penilaian. 21.Ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari Indonesia dan proses domestikasinya terjadi di Indonesia. 22.Ternak lokal adalah temak hasil persilangan atau introduksi dari luar negeri yang telah dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang telah beradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen setempat. 23.Inseminasi Buatan adalah teknik memasukkan mani atau semen ke dalam alat reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak bunting. 24.Pemuliaan temak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik dari suatu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. 25.Renik pathogen adalah mikroba yang dapat membahayakan ternak dan manusia. 26.Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi dan berkembangbiak. 27.Bahan pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan atau bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah. 28.Penyakit hewan adalah gangguan kesehatan yang antara Iain disebabkan oleh cacat genetik, proses degenerative, gangguan metabolisme, trauma, keracunan, infestasi parasit dan infeksi mikroorganisme pathogen seperti virus, bakteri, cendawan dan ricketsia. I ( 29.Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Pasal 2 Ruang Lingkup yang diatur dalam Peraturan Bupati ini meliputi: a. program pembibitan; b. pengelolaan temak bantuan di kelompok temak masyarakat; c. pemasukan dan pengeluaran ternak di wilayah pembibitan; dan d. pembinaan serta pengawasan. . BAB II PROGRAM PEMBIBITAN KERBAU Pasal 3 Pelaksanaan pembibitan kerbau harus didukung oleh saran.a prasarana: a. pendanaan; b. lokasi; c. lahan; d. sumber air; e. bangunan dan peralatan; f. pakan; g. obat-obatan hewan; dan h. tenaga kerja. Pasal 4 (1) Pendanaan pembibitan kerbau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b didanai oleh APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten. (2} Lokasi untuk pembibitan kerbau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b harus memenuhi persyaratan: a. tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD); b. mempunyai potensi sebagai sumber bibit kerbau serta dapat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit; c. terkonsentrasi dalam satu wilayah pembibitan ternak; d. tidak mengganggu ketertiban dan kepentingan umum setempat; dan ayat (3), suatu wilayah dapat ditetapkan sebagai wilayah pernbibitan apabila memenuhi kriteria. (2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. jenis dan rumpun; b. agroklimat; c. kepadatan penduduk; d. sosial ekonomi; e. budaya; dan f. ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 6 (1) Jenis dan rumpun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a yang dapat dimuliabiakkan dalam wilayah pembibitan harus temak asli atau rumpun kerbau toraya. {2) Rumpun yang dimuliabiakkan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) populasinya harus lebih dominan dari populasi jenis dan rumpun temak lainnya. (3) Rumpun yang dimuliabiakkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat lebih dari satu dan harus berbeda jenisnya sepanjang tidak saling menyebabkan penyebaran suatu penyakit hewan. (4) Struktur populasi dalam suatu rumpun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengutamakan keseimbangan jumlah jantan dan betina produktif dalam suatu wilayah sumber bibit. Pasal 7 ( 1) Agroklimat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b meliputi sumber pakan, daya dukung pakan, kesesuaian lahan, topografi dan kapasitas tampung. (2) Agroklimat untuk wilayah pembibitan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus dihitung secara kumulatif. Pasal 8 ( 1) Kepadatan penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c pada suatu wilayah sumber bibit harus memperhitungkan rasio jumlah penduduk dan luas wilayah. (2) Perhitungan rasio jumlah penduduk dan luas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dibedakan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. ' . Pasal 13 ( 1) Pembibitan kerbau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan oleh kelompok peternak dengan sistem pasture (penggembalaan), sistem semi intensif, dan sistem intensif. (2) Sistem pasture merupakan pembibitan kerbau yang sumber pakan utamanya berasal dari pasture, yang dapat merupakan milik perorangan atau kelompok peternak/masyarakat. (3) Sistem semi intensif yaitu pembibitan kerbau yang menggabungkan antara sistem pasture yang cara pemeliharaannya di padang penggembalaan dan dikandangkan. (4) Sistem intensif yaitu pembibitan kerbau dengan pemeliharaan di kandang, dimana kebutuhan pakan disediakan penuh. Pasal 14 (1) Untuk kebutuhan pembibitan perlu dilakukan seleksi bibit berdasarkan uji performance anak dan calon bibit dengan mempergunakan kriteria. (2) Seleksi dilakukan terhadap bibit ternak yang akan dikembangkan maupun terhadap keturunan/bibit ternak yang diproduksi. (3) Seleksi calon bibit jantan dipilih dari hasil perkawinan 5%>- l 00/o (lima persen sampai sepuluh persen) pejantan terbaik yang dikawinkan dengan betina unggul 75o/o-80o/o (tujuh puluh lima persen sampai delapan puluh persen) dari populasi selanjutnya dilakukan uji performance. Pasal 15 ( 1) Dalarn seleksi bibit sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 14 hams diperhatikan sifat-sifat kuantitatif dan kualitatif. (2) Sifat kuantitatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi umur pubertas, melahirkan teratur, berat lahir, berat sapih, berat dewasa, laju pertumbuhan setelah disapih, tinggi pundak, produksi susu dan lingkar scrotum untuk jantan. (3) Sifat kualitatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bentuk tubuh/eksterior, abnormalitas/cacat, tidak ada kesulitan melahirkan, libido jantan, tabiat, dan kekuatan (vigor). Pasal 16 (1) Untuk memperoleh bibit yang berkualitas perlu dilakukan perkawinan temak dengan cara kawin alam atau dengan inseminasi buatan (18). (2) Perkawinan ternak dengan cara kawin alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rasio jantan banding betina adalah 1 : 8-10 (satu berbanding delapan sampai sepuluh). (3) Perkawinan dengan inseminasi buatan (18) sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) memakai semen (sperma beku atau cair). (4) Dalam pelaksanaan kawin alam atau inseminasi buatan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau semen untuk menghindari terjadinya kawin dalam (inbreeding). Pasal 17 ( 1) Persilangan sebagai salah satu cara perkawinan, perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara perkawinan antara kerbau dari satu spesies yang berlainan rumpun. (2) Persilangan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus dilakukan dengan ketentuan kerbau yang disilangkan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Pasal 18 Setiap usaha pembibitan kerbau harus melakukan pencatatan (recording) meliputi: a. rumpun; b. silsilah; c. perkawinan (tanggal, pejantan, 18/ kawin alam); d. kelahiran (tanggal, bobot lahir]; e. penyapihan (tanggal, bobot badan); f. beranak kembali (tanggal, varietas); g. pakan [jenis, konsumsi); h. vaksinasi/pengobatan (tanggal, perlakuan); 1. mutasi ternak; dan j. pengeluaran temak. ' . c. kerbau bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya. Pasal 22 Pengeluaran temak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit (afkir/culling) dilakukan dengan ketentuan: a. untuk bibit rumpun murni 50% (lima puluh persen) kerbau bibit jantan peringkat terendah saat seleksi pertama (umur sapih terkoreksi) dikeluarkan dengan dikastrasi dan 400/o (empat puluh persen) dijual keluar kawasan; b. kerbau betina yang tidak memenuhi persyaratan sebagai bibit lOo/o (sepuluh persen) dikeluarkan sebagai ternak tidak memenuhi syarat (afkir/culling); c. kerbau induk yang tidak produktif segera dikeluarkan. BABV KEBERLANJUTANPROGRAM Pasal 23 (1) Program pembibitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 merupakan program yang berkelanjutan dengan sistem bertahap sesuai dengan prioritas program. (2) Program dengan sistem bertahap sesuai prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penetapan lokasi dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh program pembibitan; b. penyiapan infrastruktur untuk mendukung program pembibitan; dan c. pengembangan IPTEK guna mendukung program pembibitan. Pasal 24 (I) Program pembibitan wajib dievaluasi untuk mengetahui pencapaian program setiap tahun anggaran. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati atau Kepala Dinas Peternakan. (3) Hasil evaluasi oleh Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaporkan kepada Gubernur dan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. . . Pasal 25 ( 1) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) menjadi bahan penyusunan program untuk keberlanjutan kegiatan pada tahun berikutnya. (2) Keberlanjutan program/kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan wilayah pembibitan. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 26 (1) Pembinaan terhadap pengelolaan wilayah pembibitan kerbau dilakukan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pembiayaan pendampingan dan bimbingan teknis serta pengadaan sarana pendukung utama pembibitan temak; b. penjaminan kelangsungan wilayah pembibitan; c. pemberdayaan terbentuknya kelompok pembibitan ternak; dan d. penerapan cara pembibitan temak yang baik (Good Breeding Practice). (3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling kurang dapat dialokasikan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Pasal27 (1) Pengawasan pengelolaan wilayah pembibitan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. (2) Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati secara terkoordinasi sesuai dengan kewenangannya. (3) Pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan melalui pelaporan dan evaluasi. Pasal 28 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan secara berkala paling kurang 3 (tiga) bulan sekali oleh Bupati. Pasal 29 Pembinaan dan pengelolaan pembibitan kerbau yang memperoleh hasil sesuai dengan tujuan program pembibitan maka diusulkan menjadi wilayah sumber bibit. . . BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, pelaksanaan pembibitan kerbau yang telah ditetapkan oleh Bupati, berdasarkan verifikasi dan penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit. BAB VIII PENUTUP Pasal 31 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini, dengan penempatannya dalam Serita Daerah Kabupaten Toraja Utara.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Toraja utara Nomor 17 Tahun 2014 tentang PEMBIBITAN KERBAU
T.E.U.
Indonesia, Kabupaten Toraja utara
Nomor
17
Bentuk
Peraturan Bupati (PERBUP)
Bentuk Singkat
PERBUP
Tahun
2014
Tempat Penetapan
Rantepao
Tanggal Penetapan
14 November 2014
Tanggal Pengundangan
15 November 2014
Tanggal Berlaku
15 November 2014
Sumber
BD.2014/NO.17
Subjek
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kabupaten Toraja utara
Bidang
Halaman ini telah diakses 287 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan