Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Wajo No. 23 Tahun 2011

RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DALAM KABUPATEN WAJO BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Wajo; 2. Bupati adalah Bupati Wajo; 3. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Wajo; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Wajo; 5. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 6. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Peseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan-persekutuan, firm, kongsi, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pension, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya; 7. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bermotor yang bersifat sementara; 8. Tempat Parkir adalah tempat yang berada di tepi jalan umum tertentu, tempat khusus parkir yang telah ditetapkan dengan Keputusan Bupati sebagai tempat parkir kendaraan bermotor; 9. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor; 10. Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat Khusus Parkir yang selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah pembayaran atas penggunaan tempat parkir yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati; 11. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi; 12. Jasa Pelayanan adalah penyediaan sarana dan prasarana bagi masyarakat pengguna; 13. Surat Pendaftaran Obyek Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SPdORD adalah surat yang dipergunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data obyek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasara perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah; 14. Surat Ketetapan Retribusi Daerah untuk selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang; 15. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi; 16. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum dipungut retribusi sebagai pembayaran atas penyediaan pelayanan tempat parkir di Tepi Jalan Umum. Pasal 3 Obyek retribusi adalah penyediaan pelayananan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 4 Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memanfaatkan tempat parkir di tepi jalan umum. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum. BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6 Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan frekuensi penggunaan tempat parkir. BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 7 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga dan biaya modal. BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 8 (1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan tingkat kepadatan parkir di tepi jalan umum. (2) Tingkat kepadatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diukur berdasarkan jumlah rata-rata kendaraan yang parkir dibandingkan dengan kapasitas tempat parkir di tepi jalan umum. (3) Struktur dan besarnya tarif ditetapkan sebagai berikut : Parkir di Tepi Jalan Umum Langganan - Sedan, Jeep, Mini Bus Pick Up dan sejenisnya……………………………. - Bus…………………………………… - Truk………………………………….. - Sepeda Motor /roda tiga……………… - Pick Up dan sejenisnya……………… - Bus, Truk dan Alat Besar………...….. - Sepeda Motor ………..……………… - Kendaraan Mobol Plat Merah - Kendaraan Motor Plat Merah - Bemor Rp. 1.000/sekali parkir Rp. 2.000/sekali parkir Rp. 5.000/sekali parkir Rp. 500/sekali parkir Rp. 10.000/bulan Rp. 12.000/bulan Rp. 5.000/bulan Rp. 100.000/tahun Rp. 50.000/tahun Rp. 65.000/tahun BAB VII WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 9 Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pelayanan parkir diberikan. BAB VIII MASA RETRIBUSI TERUTANG Pasal 10 Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB IX SURAT PENDAFTARAN Pasal 11 (1) Setiap wajib retribusi wajib mengisi SPdORD. (2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh wajib retribusi atau kuasanya. (3) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB X PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 12 (1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) retribusi terutang ditetapkan dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan. (2) Bentuk, isi, serta tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB XI TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 13 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Tata cara pelaksanaan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB XII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka. (2) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan/Keputusan Bupati. BAB XIII TATA CARA PENAGIHAN Pasal 15 (1) Retribusi terutang berdasarkan SKRD, STRD dan Surat Keputusan Keberatan yang menyebutkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Retribusi dapat ditagih oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Penagihan retribusi melalui Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Tata cara penagihan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIV KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 16 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tertangguh apabila : a. Diterbitkan surat teguran, atau; b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut. (4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi. Pasal 17 (1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18 (1) Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% ( dua persen ) setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat teguran. BAB XVI PENGURANGAN , KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 19 (1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pengurangan atau keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib distribusi. (3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB XVII KEBERATAN Pasal 20 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKTB dan SKRDLB. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai suatu keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 21 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau, menambah besarnya retribusi terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. BAB XVIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 22 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati. (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1(satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB. (6) Apabila pengembalian pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2(dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen). BAB XIX PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 23 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi daerah dapat diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Pemberian Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati sesuai Peraturan Perundang-undangan. BAB XX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 24 (1) Selain Penyidik Umum, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau bada tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan tindak pidana retribusi daerah tersebut; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah; g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud huruf e di atas; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau sanksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penmyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana. BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal 25 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana di maksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Negara. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 2 Tahun 2005 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Pasal 27 Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 28 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan dengan penempatanya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Wajo.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Wajo Nomor 23 Tahun 2011 tentang RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM
T.E.U.
Indonesia, Kabupaten Wajo
Nomor
23
Bentuk
Peraturan Daerah (PERDA)
Bentuk Singkat
PERDA
Tahun
2011
Tempat Penetapan
Sengkang
Tanggal Penetapan
30 Juni 2011
Tanggal Pengundangan
30 Juni 2011
Tanggal Berlaku
30 Juni 2011
Sumber
LD.2011/NO.23
Subjek
PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kabupaten Wajo
Bidang
Halaman ini telah diakses 512 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan