Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Luwu Timur No. 2 Tahun 2013

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

MEMUTUSK'AN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan 1. 2. 3. 4. 5. L Daerai adalah Kabupaten Luwu Timur. Pemerintah Daerah adalah bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintaian Daerah. Bupati adalai Bupati Luwu Timur. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Luwu Timur. Pengelola Pendapatan Daerah adalah satuan kerja perangkat Daerah yarlg mempunyai tugas pokok dan fungsi mengelola pendapatan Daera}t. 3 t ql 6. Pejabat adalal pegawai yarlg diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daera-tr sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adala-h kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersilat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakar untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besamya kemakmuran rakyat. 8. Subjek Pajak adalah Orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak. 9. Wajib Pajak adalah Orang pribadi atau Badan, meliputi pembaya-r Pajak, pemotong Pajal dan pemungut Pajak yarg mempunya.i hak dan kewajiban perpajakan sesuai denga,n ketentuan peraturan perundangundangan perpajal<an daerah. 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya dapat disingkat PBB P2 adalah pajal< atas bumi dar/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Orarg Pribadi atau Badan, kecuali kawasan yarlg digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 11. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Daerah. 12. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. 13. Nilai Jual Objek Pajak, yarlg selanjutnya disingkat NJOP, adatah harga rata-rata yang diperoleh dad transal<si jual beli yang terjadi seca.ra wajar, dan bilamana tidak terdapat transa-ksi jual beli, ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilaijual objek pajak pengganti. 14. Badan adalai sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang mela-kukart usaha maupun yang tida-k melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badar Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk Badan lainnya termasuk kontral investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 15. Pajal< yang terutang adalah Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa Pajak, dalam Taiun Pajat atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpaja_kan daerah. 16. Pemungutan adatah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunar data Objek Pajak dart Subjek Pajak, penentuan besarnya Pajak yarlg terutang sampai kegiatan penagihan Pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya. 17. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SpOp, adalah surat yang digunakan oleh wajib Pajal< untuk melaporkan data Subjek Pajak dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan Perkotaan sesuai dengari ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. -[8:-.Furat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SppI, I _ '-lhdalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya paja,k L. Bumi dan Bangunan yang terurang wajib pajal<. -fi % 19. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang. 20. Surat Setoran Pajak Daerah, yang sela-njutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yarlg telah dilal<ukan dengan menggunakan formulir atau telatr dilakukan dengan cara lain ke rekening Kas Umum Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati. 21. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/ atau sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda. 22. Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkaa kesalaha-n tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan pe.pajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajal< Terutang, Surat Ketetapan PAjak Daerah, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. 23. Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib Pajal<. 24. Banding adalal upaya hukum yarlg dapat dilakukan oleh wajib Pajak atau penanggung pajat terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 25. Putusan banding adalah putusan Badan peradilan Pajak atas banding terhadap Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 26. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaar penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukar gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpaja.kan yang berlaku. 27. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilal<sanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/ atau untuk tujuan lain dalam rangka mela]<sanal<an ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 28. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang selanjutnya dapat disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti ],ang dengan bukti itu membuat terang tindal< pidana di bidang perpajakan daerai yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 29. Penyidik adalai Pejabat Kepolisiaa Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yalg diberi wewenang khusus oleh undarg-undang untuk melakukan penyidikan. 30. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat ppNS adalah penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerai yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk metakukal:l penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah. 31. Xds Umum Daerai adalah tempat penyimpanan uang Daerah yalg | . .ditentukan oleh Bupati untuk menainpung seluruh penerimaan Daerah u. dajl diguna-kan untuk membayar seluruh pengeluaran Daerah. -1- T: 5 32. lnsentif pemungutan Pajak yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilar yang diberikan sebagai penghargaan atas kineia tertentu dalam melaksanal<an pemungutan Pajak. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah untuk memberikan landasan hukum ba€i Pemerintah Daerah dalam melal<ukan pemungutan PBB P2. Pasal 3 Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah: a. meningkatkan partisipasi masyarakat yang memiliki, dan/atau memanfaatkan bumi dan/atau bangunan pembangunan Daerah melalui pembayaran Pajak; b. meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. menguasar terhadap BAB III NAMA, ORIEK, DAN SUBJEK PAJAK Pasal 4 Dengan nama PBB-F2, dipungut Pajak atas setiap pemilikan, penguasaan dan/atau pemanfatan Bumi dan/atau Bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Pasal 5 (l) Objek PBB-P2 adalai Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasar yang digunakal untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. (2) Termasuk dalam pengertian Bangunan meliputi: a. jalan lingkungan yang tertetak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yarg merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; b. jalan tol; c. kolam renalg; d. paga-r mewah; e. tempat olahraga; f. galangan kapal, dermaga; g. taman mewah; h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan i. menara. {3} Objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2}, tidak natan pajak apabila: a digunakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah 6 Daerai untuk penyelenggaraan pemerintahan; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; d. merupakan hutal lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanai penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hal(; e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. (.1) Besarnya NJOP Tidak Kena Pajal PBB-P2 sebagaimana dimal<sud pada ayat (3) ditetapkan sebesar RpIO.OOO.0OO,0O (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Pasal 6 Subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memeroleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memeroleh manfaat atas bangunan. Pasal 7 {1) Wajib PBB-P2 adalah orarg pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. (2) Dalam hal Objek PBB P2 belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Bupati dapat menetapkan Subjek PBB-P2 sebagai Wajib PBB-P2. (31 Subjek PBB-P2 yang ditetapkan sebagai Wajib PBB-F2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Bupati bahwa Subjek PBB-P2 tersebut bukan Wajib P2 terhadap Objek P2 dimaksud. (4) Apabila keterangan sebagaimara dimaksud pada ayat (3) disetujui Bupati, maka Bupati membatalkan penetapan sebagai Wajib PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lambat I (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud. (5) Apabila keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disetujui Bupati, maka Bupati mengeluarkan keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya. (6) Apabila setelah jangka waktu I (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat {3), Bupati tidat memberikan keputusan, mal<a keterangan yang diajukan dianggap disetujui Bupati dan Bupati segera membatalkan penetapan sebagai wajib PBB P2 sebagaimana dimalsud pada ayat (2). BAB IV DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PBB-P2 pasal 8 $1.:'-kngenaan PBB-P2 didasarkan pada NJOP. L --t t 7 (2) Besarnya NJOP sebagaimana dimat<sud pada ayat {1), ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecua.li untuk Objek PBB-P2 tertentu dapat ditetapkan setiap I (satu) tahun sesuai dengan perkembangan wilayah tempat Objek PBB-P2 berada. (3) Penetapan besarnya NJOP sebagaimara dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 9 Tarif PBB-P2 ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk Objek PBB-P2 dengan NJOP sampai dengan Rp Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), ditetapkar sebesar 0,1 7o (nol koma satu persen). b. Objek PBB-P2 dengan NJOP di atas Rp Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), ditetapkan sebesar 0,2 70 (nol koma dua persen). Pasal 10 Besaran pokok Pajak yang terutang dihitung dengar cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat {3), setelah dikurangi NJOP Tidal< Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4). BAB V WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 11 PBB-P2 yang terutang dipungut dalam wilavah Daerah. BAB VI TAHUN PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG Pasal 12 Tahun Pajak adalai 1 (satu) tahun kalender. Pasal 13 Saat yang menentukan PBB-P2 terutang adalah menurut keadaan Objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari tahun pajak berkenaan. BAB VII PENDATAAN DAN PENETAPAN OBJEK PBB-P2 Pasal 14 lr/ (1) (2) Pendataan Objek PBB-P2 dilakukan dengaJl menggunakan SpOp. SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh Subiek pB6-p2 dan disampaikan kepada Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SpOp oleh Subjek pBB_p2. Ketenluan mengenai tata cara pendataan Objek pBB_p2 sebagaimana u/ drmaksud pada ayat (t). diatur lebih lanjur dalam peraturan Bupati. a (s) t --f q: Pasal 15 (l) Berdasarkan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (l), Bupati menerbitkan SPPI. (2) Bupati dapat mengeluarkan SKPD apabila: a. SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), tidak disampaikan dan setelatl wajib PBB-P2 ditegur secara tertulis oleh Bupati sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; b. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yarlg terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib PBBP2. Para4raf 2 Tata Cara Penagihan Pasal 18 9 {r) Ei L upati dapat menerbitkan STPD, apabila BAB VIII PEMUNGUTAN PBB-P2 Bagian Kesatu Tata Cara Pemungutan Pasal 16 (1) Pemungutan PBB-P2 dilarang diborongkan. (2) Setiap Wajib PBB-P2, wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan SPPr atau SKPD. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara penerbitan dan \,/ penyampaian SPOP, SPPI, dan SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2)) diatur dalam Peraturan Bupati. Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran dan Penagihaa Paragraf 1 Tata Ca-ra Pembavaran Pasal 17 (l) Pembayamn PBB-P2 harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Pembayaran PBB-F2 yang terutang dilakukan di Kas Umum Daerah atau tempat lain yarg ditunjuk oleh Bupati. (3) Apabila pembayaran Pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan Pajak ha_rus disetor ke Rekening Kas Umum Daerah paling lambat I (satu) hari kerja. (4) Setiap Wajib PBB-P2 wajib membayar pajak terutang berdasarkan SppT atau SKPD yang ditetapkan Bupati. (5) P-embayaran PBB-P2 yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengar menggunakan SSPD. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayargn dan tempat pembayarar PBB-P2 diatur dalam peraturan giOati. \,/ 12) a. PBB-P2 yang terutang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran; b. hasil penelitian SPOP terdapat kekurangar pembayaran sebaga.i akibat salah tulis dan/atau salah hitung; c. wajib PBB-P2 dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Jumlah kekuraagar pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 29'o (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat pajak terutang. SKPD/SPPr yang tidak atau kurang bayar setelah jatuh tempo pembayaran, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 27o (dua persen) setiap bulan dan ditagih melalui STPD. Pasal 19 Jatuh tempo pembayaran PBB-P2 paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterimanya SPPI oleh wajib Pajak. SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yarlg harus dibayar bertambai merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitka,n. Bupati atas permohonan Wajib Pajak, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran PBB-P2, dengan dikenal<an bunga sebesar 29'o (dua persen) setiap butan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan dan penundaan pembayaran PBB-P2, diatur dalam Peraturan B\pati. V Pasal 20 Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oteh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanalan berdasarkan peraturan perundang-undangan yaig berlaku. (3) (1) (21 (3) (.+l {1) l2j BAB IX KEBERATAN DAN BANDING Bagian Kesatu Keberatan Pasal 2 1 (1) Wajib PBB-P2 dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau Pejabat yang dit u nj uk atas: a. SPPI; b, SKPD. an diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan-alasa-rl yang jelas. 1A --Fi' w L {3) Keberatan harus diajukan dalarn jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib Pajal<. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimatsud pada ayat (1), avat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatar sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui surat pos tercatat merupakan tanda bukti penerimaan Surat Keberatan. Pasal22 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama i2 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya Pajak yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. (4) Ketentuan tebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dal penyelesaian keberatan, diatur dalam Peraluran Bupati.r,/ Bagian Kedua Banding Pasal 23 (1) wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati. (2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dalam Balasa Indonesia, dengar alasan yang jelas dalam jargka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, yang dilampiri salinan dari keputusal keberatan tersebut. (3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar Pajal< sampai dengar 1 (satu) bulan sejal< tanggal penerbitan Putusan banding. Pasal, 24 (1) Apabila pengajuar keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Pajat dikembalikan dengan ditambai imbalan bunga sebesar 27o (dua persen) setiap bulan untuk paling tinggi 24 {dua puluh empat} bulan. (2) lmbalan bunga sebagaimana dimal<sud pada ayat (1), dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. (3) Dalam ha-l keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5O7o puluh persen) dari jumlah Pajal< berdasarkan keputusan ke ratan dikurangi dengan Pajal< yang telah dibayar sebelum lll PARd4,JIERAT -.i ) ukan keberatan 11 honan pengembalian kepada Bupati, paling lambat pada akhir pajak berikutnya. BAB X PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 25 (1) Atas permohonaa wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat membetulkan SPPI, SKPD, STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalaian hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (2) Bupati dapat: a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikal Pajal< yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhitafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; b. mengurangkan atau membatalkan SPPI, SKPD, STPD atau SKPDLB yang tidal< bena-r; c. mengurangkan atau membatalkan STPD; d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan Pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; e. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajal< terutang dalam ha1 objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang tuar biasa; dan I mengurangkan ketetapan Pajal< terutang berdasarkan pertimbangan kemampuar membayar wajib Pajak atau kondisi tertentu Objek Pajal{. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan Pajat sebagaimana dingaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. / BAB XI PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 26 Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib pajal< dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada bupati , paling lambat akhir tahun pajak berikutnya (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya perrnohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka wal<tu sebagaimana dimalsud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap dikabulkan. (4) Apabila wajib Pajak mempunyai utang paja,k lainnya, kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimal<sud pada ayat (1), langsung diperhitungkar untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut. (5) Pengembalian kelebihar pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l), dilakukal dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak permohonan pengembalial pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), dikabulkan atau dianggap dikabulkan. {6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 29'o (dua persen) setiap bulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajat. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. L-' Pasal2T {1) Permohonan pengembalian kelebihar pembayaran pajak dilakukan seca,ra tertulis kepada Bupati paling sedikit memuat : a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Tanggal pembayaran pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yangjelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukarr secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengirjman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati. Pasal 28 (1) Atas pengajuan keberatan permohonar pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Bupati atau pejabat yang ditunjrrk melakukan pemeriksaan. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (i) berupa pemeriksaan kantor dan/atau pemeriksaan lapangan. BAB XII PEMERIKSAAN Pasal 29 upati berwenang melakukan pemeriksaal untuk menguji kepatuhan menuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanal<an -Fl 4 raturan perundang undangal perpajakan daerah. l3 {2) wajib Pajak yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya atau dokumen lain yang berhubungan dengan Objek Pajak yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruargan yalg dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata crra pemeriksaan Pajak, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.;,'- BAB XIII KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 30 {l} Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 Uima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajal( melal<ukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. (2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; b. ada pengakuan utang Pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihaa dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Pal<sa tersebut. (4) Pengakuan utang pajal< secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat.{2) huruf b, adalah Wajib pajal< dengan kesadararnya menyatakan masih. mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintai Daerah. (5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketalui aari pei-rgajuai p.._ot o"un angsuran atau penundaan pembavaran aan peimo-tr"onal 'f.eUeiatm oleh"Wallb Paiak. Pasal 3 1 {1) 12| I.l l Piu.rang pajal meta_kukar penagihan yang lidak mungkin ditagih lagi karena ha} untuk sudal kediluwar-*.?"p"i?rn"ir"f""l* Bupati menetapkan keDutusa n t..iurr*-", Jor!"i;#:,: f::Eh-'px san piu.tang Paiak vans sudatr 5.1:,, u?".,e bih,anj u r _..__il::i:i"";i jl;, ",, yarg pi u rans pajak sudah kedaluwarsa diarur lebih t""tu i"lfir-i.1rir.Il"L-u p",i. g,, 14 t-- :} q: BAB XIV INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK Pasal 32 (l) lnstansi yang melaksanalan pemungutan Pajak diberi insentif atas dasar pencapaial kinerja tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimal<sud pada ayat (1), ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata ca-ra pemberian dan pemanfaatan Insentif sebagaimana dimalsud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada peraturar perundang-undangan yang berlaku. BAB XV PENYIDIKAN Pasal 33 (l) PPNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melal<ukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah, sebagaimana dimal<sud dalam UndangUndang Hukum Aca-ra Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimal<sud pada ayat (l) adalan: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatair yarg dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidara di bidarg perpajakan Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan balan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukarr penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; i. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelal<sanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; g. menlruruh berhenti dan/atau melarang seseoralg meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya darl diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau i 7 t.- (3) k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PPNS sebagaimana dimal<sud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntui dmum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara R€publik inrtor,.sia, sesuai dengal ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XVI KETENTUAN KHUSUS Pasal 34 .'':::'ff .Tfl ?1*'Fi}ff ^1B:l'iilffi f,l?''tl1."J""ffir".iiiil rralam rangka *"t1"'-[ll'",u'rif i.* nJ""g- u^o"ngan di hidang me tak sanakarr ketentuan ''ldJt*,,;{-;}*t'x1',.rlh:si?i'fl #tiT#g*:i;:}fr f.'J#j##;*ttn ,..^..^ ur-"u"ud pada ayat (1) dan avar \2\ r1l Ketentuan sebagaimana \"r uitecuati*an bagi: rhli yang bertindak sebagai saksi atau saksi o neiabal alau lenaga ' . *iffi:,ffi,m.h.-r"#l#,,t-n'[:i#?H 'I;'#i''n'i:':-w*tl"*t#'ff ,*ll**q j*-##: ''' ;!#,#ffir,**+tt:*'f '*#pcrkara p dana '" ig;u.'ffi fi'ffi$;I*if, ,., ;ffiil|fi:ffi" ffi ;i:f ;,x$;'}.r-;"r-#ilt#ffi? diminta' sert a T1'A ?:l:''il vang d iminra' bersanskuran ""--' ":;;iffi ^il;l'^-^ Pasal 35 , f:i:,;t*.-rtr ;m"n#t * il**+ :*:H"fft :';i1" L dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.000.00O,0O (empat juta rupiah). (2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan pejabat tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1O.0O0.OO0,0O (sepuluh juta rupiai). (31 Penuntutan terhadap tindal< pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilal<ukan atas pengaduan wajib pajat yang kerahasiaannya dilanggar. (4) Tuntutan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalai menyangkut kepentinagn pribadi seseorang atau Badan selaku wajib pajal< sehingga merupakan tindak pidana pengaduan. Peraturar Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Aga-r setiap orang mengetahuinya, memerintalkan pengundargan Peraturan Daerair ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Luwu Timur Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
T.E.U.
Indonesia, Kabupaten Luwu Timur
Nomor
2
Bentuk
Peraturan Daerah (PERDA)
Bentuk Singkat
PERDA
Tahun
2013
Tempat Penetapan
Malili
Tanggal Penetapan
11 Maret 2013
Tanggal Pengundangan
11 Maret 2013
Tanggal Berlaku
01 Januari 2014
Sumber
LD.2013/NO.2, TLD NO.73
Subjek
PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur
Bidang
Halaman ini telah diakses 553 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan