Peraturan Daerah (PERDA) Kota Palopo Nomor 02 Tahun 2014

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

Menetapkan : PERATURAN PERLINDUlfGAN BIDUP DAERAH KOTA PALOPO TENTANG DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Palopo. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. 4. 5. 6. r-. 7. ...._.,. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palopo. Walikota adalah WaliKota Palopo. Badan adalah Badan Linglrungan Hidup Kota Palopo atau Badan Linglrungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan. Kepala Badan adalah Kepala Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Palopo atau Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi selatan yang mempunyai tugas pokok, fungsi, dan urusan di bidang lingkungan hidup. 8. Linglrungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilalrunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 9. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 10. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan linglrungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 11. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta Upaya Perlindungan dan Pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. 12. Ekosistem adalah tatanan unsur linglrungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. 13. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung linglrungan hidup. 14. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. 15. Daya tampung linglrungan hidup adalah kemampuan linglrungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. 16. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem. ,� 17. Kajian lingkungan hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah serta kebijakan, rencana dan program. 18. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 19. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disingkat UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 20. Surat pemyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan yang selanjutnya disingkat SPPL, adalah pemyataan kesanggupan dari penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya diluar usaha dan/ atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL• UPL. 21. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. 22. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk. hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam Lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 23. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati Lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. 24. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 25. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/ atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 26. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. 27. Perubahan ik1im adalah berubahnya ik1im yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan ·variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. 28. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. 29. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat 83 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/ atau merusak Lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. 30. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat Limbah 83, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung 83. 31. Dumping {pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. 32. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan.fatau telah berdampak pada lingkungan hidup. 33. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. 34. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup. 35. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. 36. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. 37. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. 38. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun• temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. 39. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. � ...._,.. 40. 41. 42. 43. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, Rawa, Danau, Situ, Waduk, dan Muara. 44. Baku Mutu Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya di dalam air. 45. Pengelolaan limbah 83 adalah rangkaian kegiatan yang meliputi reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah 83. 46. Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil,dan / atau pengumpul, dan / atau pemanfaat,dan / atau pengolah dan/atau penimbun limbah 83 dengan maksud menyimpan sementara. 47. Pengumpulan limbah 83 adalah kegiatan mengumpulkan limbah 83 dari penghasil limbah 83 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat, dan / atau pengolah, dan/atau penimbun limbah 83. 48. Penghasil limbah 83 adalah orang yang usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah 83. 49. Tempat penyimpanan sementara limbah 83, disingkat TPS limbah 83 adalah tempat atau bangunan untuk menyimpan limbah 83 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/ atau pengolah dan/ atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. 50 Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 51. Izin penyimpanan dan izin pengumpulan limbah 83 yang selanjutnya disebut izin adalah keputusan tata usaha negara yang berisi persetujuan permohonan untuk melakukan kegiatan penyimpanan dan kegiatan pengumpulan limbah 83, kecuali minyak pelumas dan/atau oli bekas,yang diterbitkan oleh Walikota. 52. Pemohon adalah orang atau badan usaha yang mengajukan permohonan izin penyimpanan dan izin pengumpulan limbah 83. 53. Pengawasan adalah upaya terpadu yang dilaksanakan oleh instansi yang berwenang yang meliputi pemantauan, pengamatan dan evaluasi terhadap sumber pencemaran. 54. Pengawas adalah pejabat yang bertugas di instansi yang bertanggung jawab melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah 83. 55. Badan usaha pengelola limbah 83 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah 83 sebagai kegiatan utama dan/atau kegiatan pengelolaan limbah 83 yang bersumber bukan kegiatan sendiri dan dalam akte notaris pendirian badan usaha tertera bidang atau sub bidang pengelolaan limbah 83. 56. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/ atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. 51. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang mela.kukan kegiatan di bidang usaha industri yang berbentuk orang peseorangan, persekutuan, badan hukum, ataupun bentuk lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang berkedudukan di Indonesia. 58. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. 59. Pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah adalah pemanfaatan air limbah suatu jenis usaha dan/atau kegiatan, yang pada kondisi tertentu masih mengandung unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan, sebagai substitusi pupuk dan penyiraman tanah pada lahan pembudidayaan tanaman. 60. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana tata ruang wilayah Kota Palopo. BAB II ASAS, TUJUAN DAN SASARAN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berasaskan : a. tanggungjawab; b. berkelanjutan; c. manfaat. d. Keserasian dan Keseimbangan e. Keterpaduan f. Kehati - hatian g. Keadilan h. Ekoregion i. Partisipatif j. Pencemar Membayar k. Kearifan Lokal, dan 1. Tata Pemerintahan yang Baile, Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup bertujuan : a. untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup; b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; J. mengantisipasi isu lingkungan global. Bagian Ketiga Sasaran Pasal 4 Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup ; b. terwujudnya masyarakat sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup ; c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup ; e. terkendalinya pemanfaat.an sumber daya secara bijaksana ; f. terlindunginya terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. BAB III HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Ketiga Hak Pasal 5 (1). Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. (2). Setiap Orang Berhak Mendapatkan informasi pengelolaan lingkungan hidup; (3). Setiap Orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup; (4). Setiap Orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang - undangan (5). Setiap Orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 6 Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban : a. Memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. b. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu c. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan d. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/ atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Bagian Ketiga Larangan Pasal 7 Set iap orang dilarang : a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan / atau ..,._. kerusakan lingkungan hidup ; b. Memasukkan 83 dan limbah B3 yang dilarang menurut peraturan perundang - undangan kedalam wilayah Kota Palopo; c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Kota Palopo ke median lingkungan hidup Kota Palopo; d. Membuang limbah B3 kemedian lingkungan hidup; e. Melepaskan produk rekayasa genetik kemedian lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan; f. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar; g. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; h. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar terkait masalah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. BABN WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Wewenang Pasal 8 Dalam penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah daerah berwenang : a. menetapkan kebijakan ; b. menetapkan dan melaksanakan KLHS ; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH ; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal, UKL/UPL dan SPPL; e. f. g. � h. \,_ i. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca; mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; memfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup ; melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan; J. melaksanakan standar pelayanan minimal; k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 1. mengelola informasi lingkungan hidup ; m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup ; n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; o. menerbitkan izin lingkungan ; dan p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup . Bagian Kedua Tanggung Jawab Pasal 9 Dalam menjalankan kewenangan tersebut pada Pasal 8, Pemerintah Daerah memili.ki tanggungjawab sebagai berikut: a. melaksanakan penelitian dan pengembangan pengelolaan lingkungan hidup; b. menyiapkan rumusan kebijakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pengelolaan lingkungan hidup; c. melakukan koordinasi dan/ atau kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Provinsi dan pihak lain; d. meningkatkan pengembangan kapasitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup; e. memberikan pelayanan pengaduan dan mediasi kasus/sengketa lingkungan hidup; f. melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan hidup; g. mengelola sistem informasi lingkungan hidup; h. memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup; BABV PERENCANAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 10 (1) Dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup agar dapat menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup,Pemerintah Daerah berwenang untuk menetapkan RPPLH. (2) RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui tahapan: a. inventarisasi lingkungan hidup; b. penetapan wilayah ekoregion; dan c. penyusunan RPPLH. Bagian Kedua � Inventarisasi Lingkungan Hidup Pasal 11 Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf (a) ,dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: a. potensi dan ketersediaan; b. jenis yang dimanfaatkan; c. bentuk penguasaan; d. pengetahuan pengelolaan; e. bentuk kerusakan; dan f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. Pasal 12 (1) Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilakukan untuk menentukan daya dukung � (2) dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. Bagian Ketiga Penetapan Wilayah Ekoregion Pasal 13 (1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, menjadi dasar dalam penetapan wilayah ekoregion dan dilaksanakan oleh Walikota untuk disampaikan kepada Menteri setelah berkoordinasi dengan, provinsi dan instansi terkait. (2) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan: a. karakteristik bentang alam; b. Daerah aliran sungai; c. Iklim; d. Flora dan Fauna; e. Sosial budaya; f. Ekonomi; g. Kelembagaan masyarakat; dan h. Hasil inventarisasi lingkungan hidup. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam peraturan Walikota. Bagian Keempat Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 14 (1) Pemerintah daerah menyusun RPPLH. (2) RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada RPPLH Nasional dan RPPLH Provinsi Sulawesi Selatan. (3) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan: a. keragaman karakter dan fungsi ekologis; I"",, b. sebaran penduduk; c. sebaran potensi sumber daya alam; d. kearifan lokal; e. aspirasi masyarakat; dan r. perubahan iklim. Pasal 15 (1) RPPLH sebagaimana dimaksuddalam Pasal 14 ayat (1), memuat rencana tentang: a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian � sumber daya alam; dan d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. (2) RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). BAB VI PEMANFAATAN Pasal 16 (1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. (2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan: a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. BAB VII PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN Bagian Kesatu Pengendalian Pasal 17 (I) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. (2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pencegahan; b. penanggulangan; dan c. pemulihan. (3) Pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing. Bagian Kedua Pencegahan Pasal 18 Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: � a. b. KLHS; Tata ruang; c. d. Baku Mutu Lingkungan Hidup; Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup e. f. g. Amdal, UKL-UPL dan SPPL; Perizinan Lingkungan; Instrumen ekonomi lingkungan hidup; h. Analisis resiko lingkungan hidup; i. Audit lingkungan hidup; Paragraf 1 Kajian Lingkungan hidup Strategis Pasal 19 (1) Pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/ atau program. (2) Pemerintah Daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ke dalam penyusunan atau evaluasi: a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan hidup. (3) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (l),dilaksanakan dengan mekanisme: a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup; b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/ atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pasal 20 KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (l),memuat kajian antara lain: a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b. perkiraan mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup; c. kinerja layanan/jasa ekosistem; d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. Pasal 21 (1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), menjadi dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. (2) Apabila basil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka: a. kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi. Pasal 22 Penyusunan KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat dan pemangku kepentingan. Paragraf 2 Tata Ruang Pasal 23 (1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS. (2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. (3) Dalam hal Rencana Tata Ruang Wilayah telah ditetapkan tetapi belum dilakukan KLHS, KLHS dapat dilaksanakan pada tahap evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah. Paragraf 3 Baku Mutu Lingkungan Hidup Pasal 24 Untuk menentukan terjadinya pencemaran lingkungan hidup cliukur melalui Baku Mutu Lingkungan Hidup. Pasal 25 Baku Mutu Lingkungan Hidup tercliri dari Baku Mutu Air, Tanah dan Udara Paragraf 4 Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan hidup Pasal 26 (1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, pemerintah daerah berwenang menetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. (2) · Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) meliputi: a. kriteria baku kerusakan ekosistem; dan b. kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim. (3) Kriteria baku kerusakan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (a), meliputi: a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa; b. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/ atau lahan; c. kriteria baku kerusakan karat; d. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (4) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan ik1im sebagaimana climaksud pada ayat (2) huruf b, didasarkan pada paramater antara lain: a. kenaikan temperatur; b. badai; dan/atau c. kekeringan. Pasal 27 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan,wajib mentaati kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai peraturan perundang - undangan. Paragraf 5 Amdal, UKL-UPL dan SPPL Pasal 28 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki dokumen Amdal. (2) Kriteria mengenai dampak penting, kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting, dan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal yang menjadi kewenangan daerah, dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat: a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/ atau kegiatan; c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan; e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan dan/atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan f. rencana pengelolaan dan/atau pemantauan lingkungan hidup. Pasal 29 (1) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan. (2) Lokasi rencana usaha dan/ atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. (3) Dalam hal rencana usaha dan/ atau kegiatan tidak sesuai dengan RTRW, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa. Pasal 30 (1) Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), mengikutsertakan masyarakat: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. � (2) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui: a. pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan; dan b. konsultasi publik. (3) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (4) dilakukan sebelum penyusunan dokumen Kerangka Acuan. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalamjangka waktu 10 {sepuluh) hari kerja sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada (5) ayat (2) huruf a, berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara tertulis kepada Pemrakarsa dan SKPD atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 31 (1) Penyusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (1),dilaksanakan oleh penyusun dokumen amdal. (2) Penyusun Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (l),wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. (3) Sertifikat kompetensi penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun amdal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 32 (1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk dan ditet.apkan dengan keputusan Walikot.a. (2) Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki lisensi yang diterbitkan oleh Instansi Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan sebagai syarat untuk melakukan penilaian dokumen Amdal di daerah. (3) Tata cara pembentukan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberian lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 33 r-. (1) Walikota berdasarkan rekomendasi penilaian at.au penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup. (2) Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rekomendasi basil penilaian at.au penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal. Pasal 34 (1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup atau usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 28, wajib menyusun UKL-UPL. (2) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak diwajibkan untuk memiliki Amdal atau UKL-UPL,wajib untuk membuat SPPL. Pasal 35 t"'; Walikota berwenang menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL atau SPPL, yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 36 (1) UKL-UPL atau SPPL disusun oleh pemrakarsa dengan mengajukan UKL• UPL atau SPPL kepada Walikota melalui Kepala Badan, untuk usaha dan/ atau kegiatan yang berlokasi dalam wilayah kota Palopo. (2) Lokasi rencana usaha dan/ atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan RTRW. (3) Dalam hal rencana usaha dan/ atau kegiatan tidak sesuai dengan rencana RTRW, dokumen UKL-UPL atau SPPL tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa. (4) Kepala Badan, memberikan tanda bukti penerimaan UKL-UPL atau SPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada pemrakarsa yang telah memenuhi format penyusunan UKL-UPLatau SPPL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Kepala Badan setelah menerima UKL-UPLatau SPPL yang memenuhi format sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melakukan pemeriksaan UKL-UPL atau pemeriksaan SPPL yang dalam pelaksanaannya dilalrukan oleh petugas unit kerja yang menangani pemeriksaan UKL-UPL atau pemeriksaan SPPL. Pasal 37 (1) Kepala Badan, wajib: a. melalrukan pemeriksaan UKL-UPL berkoordinasi dengan instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan dan menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya UKL- UPL; atau b. melalrukan pemeriksaan SPPL dan memberikan persetujuan SPPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya SPPL. (2) Dalam hal terdapat kekurangan data dan/atau informasi dalam UKL-UPL atau SPPL serta memerlukan tambahan dan/atau perbaikan,pemrakarsa wajib menyempurnakan dan/atau melengkapinya sesuai basil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Kepala Badan wajib: .� a. menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya UKL-UPL yang telah disempumakan oleh pemrakarsa; atau b. memberikan persetujuan SPPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterirnanya SPPL yang telah disempumakan oleh pemrakarsa. (4) Dalam hal Kepala Badan tidak melalrukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak menerbitkan rekomendasi UKL-UPL atau persetujuan SPPL dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), , UKL-UPL atau SPPL yang diajukan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan dianggap telah diperiksa dan disahkan oleh Kepala Badan. Pasal 38 (1) Rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf a digunakan sebagai dasar untuk: a. memperoleh izin lingkungan; dan b. melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. (2) Kepala Badan wajib mencantumkan persyaratan dan kewajiban dalam rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Izin lingkungan diterbitkan oleh Walikota. Paragraf6 Instrumen Ekonomi Lingkungan hidup Pasal 39 (1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup. (2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) meliputi: a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. pendanaan lingkungan hidup; dan c. insentif dan/ atau disinsentif. Pasal 40 (1) Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a,meliputi: a. Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup; b. Penyusunan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup; c. Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antar daerah; dan d. Intemalisasi biaya lingkungan hidup. (2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b,meliputi : a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup; b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan c. lingkungan hidup; dan dana amanah/bantuan untuk konservasi. {3) Insentif dan/ atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c, antara lain diterapkan dalam bentuk: a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup; b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup; c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup; d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi; e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup; f. pengembangan asuransi lingkungan hidup; g. pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan h. sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingk:ungan hidup. Pasal 41 Ketentuan mengenai instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40, dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Paragraf7 Analisis Resiko Lingkungan hidup Pasal 42 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/ atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. (2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pengkajian resiko; b. pengelolaan resiko; dan/atau c. komunikasi resiko. (3) Pengkajian resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi proses: a. identifikasi bahaya; b. penaksiran besarnya konsekuensi atau akibat; dan c. penaksiran kemungkinan munculnya dampak yang ditimbulkan, baik terhadap keamanan dan kesehatan manusia maupun lingkungan hidup. (4) Pengelolaan resiko dan/atau komunikasi resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, meliputi: a. evaluasi resiko atau seleksi resiko yang memerlukan pengelolaan; b. identifikasi pilihan pengelolaan resiko; c. pemilihan tindakan untuk pengelolaan; dan d. pengimplementasian tindakan yang dipilih. (5) Pelaksanaan analisis resiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan. Paragraf 8 Audit Lingkungan hidup Pasal 43 (1) Pemerintah daerah dapat mendorong setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup yang bersifat sukarela. (2) Pemerintah daerah dapat mengusulkan kepada menteri negara lingkungan hidup untuk dikeluarkannya perintah pelaksanaan audit lingkungan hidup yang diwajibkan dan audit lingkungan berkala. (3) Mekanisme pelaksanaan audit lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Penanggulangan Pasal 44 (1) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan setelah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d. melakukan tindakan pengurangan risiko yang timbul terhadap lingkungan hidup, termasuk upaya untuk mengurangi kerugian lain yang ditimbulkan akibat dampak yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatan.. e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan tanggung jawab penanggung jawab usaha/kegiatan. (4) Dalam hal penanggung jawab usaha/kegiatan tidak melaksanakan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah dapat memerintahkan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan, atau dengan menunjuk pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (5) Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dibebankan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan atau menggunakan dana penjaminan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (6) Pelaksanaan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan, memberikan ganti kerugian dan/atau tuntutan pidana. Bagian Keempat Pemulihan Pasal 45 (1) Pemulihan kondisi lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak dilakukan akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan: a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Tahapan pemulihan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan upaya dan tindakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak agar kembali pada keadaan semula sesuai daya dukung, daya tampung dan produktivitas lingkungan, atau alih fungsi pemanfaatan dan relokasi kegiatan sumber pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. (4) Pemulihan lingkungan hidup sebagaimana climaksud pada ayat (1), merupakan tanggungjawab penanggungjawab usaha/kegiatan. (5) Dalam hal penanggung jawab usaha/kegiatan tidak melaksanakan pemulihan lingkungan hidup, pemerintah daerah dapat memerintahkan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan atau menunjuk pihak ketiga, untuk melaksanakan pemulihan lingkungan hidup. (6) Biaya pemulihan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibebankan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan atau menggunakan dana penjaminan pemulihan lingkungan hidup. (7) Pelaksanaan pemulihan lingkungan hidup yang tercemar sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan untuk memberikan ganti kerugian dan/ atau tuntutan pidana. BAB VIII PEMELIHARAAN Pasal 46 Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya: a. konservasi sumber daya alam; b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau c. pelestarian fungsi atmosfer. Pasal 47 Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf (a), meliputi kegiatan: a. perlindungan sumber daya alam; b. pengawetan sumber daya alam; dan c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam. Pasal 48 � (1) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b, merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu. (2) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan melalui pembangunan taman keanekaragaman hayati di luar kawasan hutan, RTH paling sedikit 30 °/o dari wilayah, dan/ atau menanam dan memelihara pohon di luar kawasan hutan khususnya tanaman langka. Pasal 49 (1) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf c, meliputi: a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan c. upaya perlindungan terhadap hujan asam. � (2) Mitigasi perubahan dan adaptasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan melalui upaya penurunan emisi gas rumah kaca pada bidang-bidang prioritas secara terukur, terlaporkan (3) dan terverifikasi dengan melaksanakan inventarisasi gas rumah kaca. Perlindungan lapisan ozon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat diimplementasikan dengan melaksanakan inventarisasi bahan BPO, dan menyusun serta menetapkan kebijakan perlindungan lapisan ozon skala kota. (4) Perlindungan terhadap hujan asam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat dilakukan dengan menyusun dan menetapkan kebijakan perlindungan terhadap hujan asam skala kota, dan melakukan upaya pemantauan kualitas udara, pemantauan dampak hujan asam, dan penaatan terhadap baku mutu udara ambien, dan baku mutu emisi. Pasal 50 Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi dan pencadangan sumber daya alam serta pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN Bagian Kesatu Umum Pasal 51 (1) Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi · pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan lingkungan hidup sesuai dengan fungsinya kembali dan/atau sesuai rencana ta.ta ruang wilayah. (2) Pengelolaan limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau menimbun Limbah B3. Bagian Kedua Larangan Pasal 52 (1) Setiap orang yang melakukan pengelolaan B3 wajib mencegah kesalahan � peruntukan, kesalahan penggunaan, pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang clihasilkannya secara langsung ke median lingkungan hidup tanpa izin. Bagian Ketiga Pembinaan dan Pengawasan Pasal 53 (1) Walikota berkewajiban melaksanakan pembinaan pengelolaan limbah B3, melalui Badan Lingkungan Hidup (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sekurang• kurangnya melalui: a. pendidikan dan pelatihan pengelolaan limbah B3; dan b. penetapan norma, standar, prosedur dan/ atau kriteria. (3) Walikota dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap potensi dampak yang akan timbul terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya akibat adanya kegiatan pengelolaan limbah 83 melalui penyebaran informasi. Pasal 54 (1) Pemerintah daerah dapat memfasilitasi dan melakukan pembinaaan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan skala kecil untuk meningkatkan ketaatan pengelolaan limbah 83. (2) Upaya pengelolaan limbah 83 yang tidak dapat dilakukan oleh kegiatan skala kecil dapat dilakukan oleh Pemerintah daerah dengan membangun sarana dan fasilitas pengelolaan limbah B3. (3) Pembangunan sarana dan fasilitas pengelolaan limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga. (4) Tata cara fasilitasi dan pembinaan pengelolaan limbah 83 yang dihasilkan dari kegiatan skala kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 55 Pengawasan limbah 83 meliputi: a. pengawasan pengelolaan limbah B3; dan b. pengawasan pengendalian / penanggulangan akibat pencemaran limbah B3. Pasal 56 (1) Pengawasan pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a, dilakukan oleh Walikota melalui Badan Lingkungan Hidup (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan terhadap penaatan persyaratan administratif dan teknis pengelolaan limbah B3 oleh penghasil, pemanfaat, pengumpul,pengangkut, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3. (3) Dalam rangka melaksanakan kegiatan pengawasan pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (l),8adan Lingkungan Hidup berwenang: a. melakukan pemantauan; b. meminta keterangan; c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan; d. memasuki tempat tertentu; e. memotret; f. membuat rekaman audio visual; g. mengambil sampel; h. memeriksa peralatan; i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau J. menghentikan pelanggaran tertentu. Pasal 57 (1) Pelaksanaan pengawasan penanggulangan dan pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan lepas atau tumpahnya limbah B3 ke median lingkungan hidup oleh penghasil, pengumpul, pengangkut, pengolah, � pemanfaat, dan/atau penimbun, dilakukan oleh Pemerintah daerah. (2) Pelaksanaan pengawasan penanggulangan dan pemulihan fungsi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk skala yang tidak dapat ditanggulangi oleh pemerintah daerah, pengawasannya dilakukan bersama-sama dengan pemerintah provinsi. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan penanggulangan dan pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan. Pasal 58 Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah 83, wajib menyampaikan laporan tertulis tentang pengelolaan limbah B3 secara berkala sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Walikota melalui Badan Longkungan Hidup. DUMPING Pasal 58 (1) Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. (2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dengan izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. (3) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan ke media lingkungan hidup dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota BAB XI HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 60 (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan. (5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. �. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 61 Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 62 Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban: a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu; b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan c. menaati ketentuan teritang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. INFORMASI Pasal 63 (1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Sistem informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat. (3) Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai: a. status lingkungan hidup; b. peta rawan lingkungan hidup; dan c. informasi lingkungan hidup lain. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam Peraturan Walikota. BAB XIII f""', PERIZINAN Bagian Kesatu Umum Pasal 64 Setiap usaha dan / atau kegiatan yang keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL -UPL nya menjadi kewenangan daerah, wajib memiliki izin lingkungan Pasal 65 (1). Izin lingkungan hidup diterbitkan oleh Walikota (2). Rekomendasi UKL - UPL diterbitkan oleh Kepala Badan Bagian Kedua Permohonan Perizinan Pasal 66 (1) Permohonan penzman lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggung jawab usaha / atau kegiatan selaku pemrakarsa kepada Walikota melalui Badan Lingkungan Hidup. (2) Permohonan izin lingkungan sebagiamana dimaksud pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian amdal, RKL - RPL atau pemeriksaan UKL - UPL. Pasal 67 (1) Permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66, wajib memenuhi persyaratan. a Administrasi dan b. Tekhnis (2) Persyaratan administrasi sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Formulir permohonan Perizinan b. Akta Pendirian Perusahaan c. Dokumen Amdal atau Formulir UKL - UPL d. Izin-izin lain yang berka.it.an dengan usaha dan / atau kegiat.an (3) Persyaratan tekhnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat informasi : a. keterangan tentang lokasi ( Nama, Tempat / Letak,Luas,Titik Kordinat). b. keterangan jenis dampak yang akan dikelola. c. sebaran Dampak d. karakteristik Dampak yang akan dikelola. e. desain konstruksi tempat usaha dan / atau kegiatan. f. uraian jenis dan spesifikasi tekhnis pengelolaan dampak dan peralatan yang digunakan. g. perlengkapan penanggulangan terjadinya kecelakaan yang dimiliki. h. perlengkapan sistem tanggap darurat. i. rencana pengendalian kerusakan lingkungan hidup. Bagian Ketiga VerifikasiPermohonanlzin Pasal 68 (1) Dalam hal melakukan veriftkasi permohonan perizinan Lingkungan hidup dilakukan oleh Kepala Badan dan/atau pejabat yang ditunjuk (2) Pelaksanaan veriftkasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pemeriksaan kelengkapan dan validasi dokumen persyaratan; b. pemeriksaan lapangan berupa tempat/lokasi yang menjadi objek perizinan lingkungan; dan c. penerbitan berita acara atas basil veriftkasi. (3) Dalam pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Tim Teknis yang terdiri atas personalia yang berasal dari perangkat Daerah terkait. (4) Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat {3), dibentuk dengan Keputusan Walikota. Bagian Keempat Penerbitan dan Penolakan Perizinan Pasal 69 (1) Apabila dokumen permohonan dan persyaratan telah dipenuhi dengan lengkap dan valid, maka Walikota dapat menerbitkan izin lingkungan. (2) Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen permohonan dengan lengkap dan valid. (3) Dalam hal permohonan lengkap, valid, dan tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan perizinan lingkungan belum diterbitkan, permohonan izin dianggap disetujui. (4) Apabila berlaku keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),Walikota wajib menerbitkan izin lingkungan. (5) Ketentuan tentang Perizinan Lingkungan Hidup diatur dengan Peraturan Walikota Pasal 70 (1) Segala informasi kekurangan dokumen yang berkaitan dengan permohonan perizinan, harus disampaikan kepada pemohon secara tertulis. · (2) Penyampaian informasi kekurangan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang memuat: a. penjelasan persyaratan apa saja yang belum dipenuhi; b. hal-hal yang dianggap perlu oleh pemohon perizinan sesuai dengan prinsip pelayanan umum; dan c. memberi batasan waktu yang cukup. (3) Apabila sampai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dokumen permohonan tidak lengkap, maka Walikota, dapat menolak permohonan perizinan lingkungan yang dimohon. (4) Apabila dokumen permohonan perizinan tidak valid, maka Walikota, wajib menolak permohonan perizinan lingkungan yang dimohon (5) Penolakan permohonan perizinan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), harus disertai alasan penolakan. Bagian Kelima Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Izin Linglrungan Pasal 71 (1) Dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan perizinan lingkungan diperlukan peran serta masyarakat. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwujudkan dalam bentuk pengawasan masyarakat. (3) Masyarakat berhak mendapatkan akses informasi dan akses partisipasi pada setiap tahapan dan waktu dalam penyelenggaraan perizinan linglrungan. (4) Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi: a. tahapan dan waktu dalam proses pengambilan keputusan pemberian izin; dan b. rencana kegiatan dan/atau usaha dan perkiraan dampaknya terhadap masyarakat. (5) Akses partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi pengajuan pengaduan atas keberatan dan/atau pelanggaran atas perizinan lingkungan yang diterbitkan. (6) Ketentuan pengajuan pengaduan atas keberatan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIV PENGAWASAN Pasal 72 (1) Walikota berwenang melakukan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup secara periodik dan/atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. pemantauan penaatan persyaratan yang dicantumkan dalam perizinan dan/atau peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; b. pengamatan dan pemantauan terhadap sumber-sumber yang diduga dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup; c. pengamatan dan pemantauan terhadap media lingkungan yang terkena dampak lingkungan; d. evaluasi terhadap daya tampung dan daya dukung lingkungan. (3) Untuk melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat(l),Walikota dapat menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup daerah sebagaijabatan fungsional lingkungan hidup. (4) Pejabat pengawas lingkungan hidup daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk: a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual dan pengukuran; b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor dan perangkat pemerintah setempat; c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, yang meliputi dokumen perizinan, dokumen AMDAL, dokumen UKL-UPL, data basil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan kepentingan pengawasan; d. memasuki tempat tertentu; e. mengambil contoh dari limbah yang dihasilkan, limbah yang dibuang, bahan baku dan bahan penolong; f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas dan instalasi pengolahan limbah; g. memeriksa instalasi dan/ atau alat transportasi; h, meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan; i. wewenang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Pejabat pengawas lingkungan hidup daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berkewajiban untuk: a. membawa surat tugas dan tandapengenal pengawas linglrungan hidup; b. memperhatikan situasi dan kondisi di tempat pengawasan; dan c. melaporkan basil pengawasan. (6) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. BAB XV PEMANTAUAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Pasal 73 (1) Pemerintah daerah wajib melakukan pemantauan kualitas lingkungan hidup di Daerah untuk mengetahui kecenderungan kualitas lingkungan hidup. (2) Pemantauan kualitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), dilaksanakan terhadap: a. tanah; b. air; dan c. udara. (3) Frekuensi pemantauan kualitas lingkungan hidup yang dilakukan oleh Pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) pemantauan lingkungan hidup dapat dilakukan oleh pihak penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan. BAB XVI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 74 (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Peran serta masyarakat dapat berupa: a. pengawasan sosial; � b. pemberian saran, pendapat, usu!, keberatan, pengaduan; dan c. penyampaian informasi dan/ atau laporan. (3) Peran serta masyarakat dilakukan untuk: a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. BAB XVII KERJASAMA DAERAH Pasal 75 (1) Dalam rangka meningkatkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup di daerah, Walikota dapat menyelenggarakan kerjasama daerah. (2) Kerjasama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a. kerjasama antar Daerah secara vertikal maupun horizontal; dan/atau b. kerjasama dengan pihak ketiga. (3) Kerjasama Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat, dengan prinsip kerjasama dan saling menguntungkan. (4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XVIII PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP Pasal 76 Sengketa lingkungan hidup merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. Pasal 77 (1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, dapat dilakukan diluar pengadilan maupun melalui pengadilan tergantung kesepakatan para pihak yang bersengketa. (2) Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 78 (1) Badan Lingkungan Hidup bertindak sebagai pihak yang mewakili pemerintah daerah atas pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang bukan milik privat. (2) Pemerintah daerah juga dapat bertindak sebagai pihak ketiga (fasilitator � dan mediator) dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup. I Pasal 79 (1) Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak. (2) Pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIX SANKS! ADMINISTRASI �I Bagian Kesatu Umum Pasal 80 Walikota berwenang menerapkan sanksi administrasi kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Pasal 81 Jenis sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, meliputi: a. teguran tertulis; b. paksaan c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan. Pasal 82 (1) Tata cara pengenaan sanksi administrasi dapat dikenakan secara: a. bertahap; b. bebas; atau c. kumulatif. (2) Untuk menentukan pengenaan sanksi administrasi secara bertahap.bebas atau kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengenaan sanksi diberikan berdasarkan atas pertimbangan : a. tingkat atau berat-ringannya jenis pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara usaha dan/atau kegiatan ; b. tingkat penataan penyelenggara usaha dan/atau kegiatan terhadap pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan dalam perizinan lingkungan ; c. rekam jejak ketaatan penyelenggara usaha dan/atau kegiatan dan d. tingkat pengaruh atau implikasi pada kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Pasal 83 Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 82, tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup. Bagian Kedua Teguran Tertulis Pasal 84 (1) Penyelenggara kegiatan usaha dan/atau kegiatan dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 huruf a, atas pelanggaran yang dilakukan. (2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Terjadinya kerusakan atau gangguan terhadap masyarakat dan lingkungan b. Diperlukannya penanganan teknis yang lebih baik untuk mencegah gangguan terhadap masyarakat dan lingkungan; dan c. Pelanggaran lainnya yang dapat menimbulkan potensi terjadinya gangguan terhadap masyarakat dan lingkungan. Bagian Ketiga Paksaan Pasal 85 Paksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 huruf b, dapat berupa: a. Penghentian sementara kegiatan produksi; b. Pemindahan sarana produksi; c. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; d. Pembongkaran; e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran f. Penghentian sementara izin usaha dan/atau kegiatan g. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup Pasal 86 Pengenaan paksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan: a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup; b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya. Pasal 87 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan Bagian Keempat Pembekuan dan Pencabutan Izin Lingkungan Pasal 88 Pengenaan sanksi administrasi berupa pembekuan atau pencabutan izm lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan BAB XX PENYIDIKAN Pasal 89 Penyidikan terhadap pelanggaran pidana, dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 90 ( 1) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik memiliki kewenangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum acara pidana. (2) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pemberitahuan dimulainya penyidikan dan penyampaian basil penyidikan kepada � penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Republik Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BABXXI KETENTUAN PIDANA Pasal 91 Setiap pelanggaran terhadap kewajiban atau larangan yang diatur dalam peraturan daerah ini, diancam dengan pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. BABXXII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 92 (1) Perizinan lingkungan yang dikeluarkan sebelum Peraturan Daerah ini diundangkan, tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya izin. • (2) Pemegang penzman lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan izin yang dimilikinya kepada Walikota melalui SKPD. BAB XXIII PENUTUP Pasal 93 (1) Kewenangan pelayanan perizman lingkungan dapat dialihkan pelaksanaannya kepada perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pelayanan perizinan terpadu. (2) Pelaksanaan pengalihan tugas pokok dan fungsi pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. Pasal 94 Peraturan pelaksana dari Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal pengundangan Peraturan Daerah ini. Pasal 95 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pasal 96 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Palopo.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Daerah (PERDA) Kota Palopo Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
T.E.U.
Indonesia, Kota Palopo
Nomor
02
Bentuk
Peraturan Daerah (PERDA)
Bentuk Singkat
PERDA
Tahun
2014
Tempat Penetapan
Palopo
Tanggal Penetapan
23 Mei 2014
Tanggal Pengundangan
23 Mei 2014
Tanggal Berlaku
23 Mei 2014
Sumber
LD.2014/No.02
Subjek
LINGKUNGAN HIDUP
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kota Palopo
Bidang
Halaman ini telah diakses 647 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan