Peraturan Daerah (PERDA) Kota Palopo Nomor 01 Tahun 2017

Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

MEMUTUSKAN: Menetapkan PERATURAN DAERAB TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Palopo. 2. Walikota adalah Walikota Palopo. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Menteri adalah Pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara dan bertanggungjawab atas urusan pemerintahan dibidang Jalan, bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidangindustri, bidang pengembangan teknologi atau bidang pendidikan dan latihan. 5. Gubemur adalah Gubemur Sulawesi Selatan 6. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 7. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang lalulintas dan angkutan jalan. 8. Kepala Dinas adalah pejabat yang diangkat oleh walikota yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang lalulintas dan angkutan jalan. 9. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. 10. Analisis Dampak Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat Andalalin adalah studi atau kajian mengenai dampak Lalu Lintas dari suatu pembangunan, kegiatan dan/ atau usaha tertentu yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen Andalalin atau perencanaan pengaturan Lalu Lintas. 11. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disingkat LLAJ adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana LLAJ, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya. 12. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 13. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul dan/ atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 14. Simpul adalah tempat yang diperuntukan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/ atau bandar udara. 15. Prasarana LLAJ adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi lsyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung. 3 16. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di Jalanyang terdiri atas Kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. 17. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin. 18. Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraanyang digerakkan oleh tenaga manusia dan/ atau hewan. 19. Kendaraan bennotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/ atau orang dengan dipungut bayaran. 20. Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/ atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung. 21. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang beradapadapermukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaantanahdan/atau air, serta di atas permukaan air. 22. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringansekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan denganpersil serta menghubungkan antar pusat pemukiman yang berada di dalam kota. 23. Terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untukmengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/ atau barang, serta perpindahan moda angkutan. 24. Terminal penumpang adalah pangkalan kendaraanbennotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang serta perpindahan moda angkutan 25. Terminal Barang adalah pangkalan kendaraan bennotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan barang serta perpindahan moda angkutan. 26. Halte adalah tempat pemberhentian kendaraanbermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. 27. Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atautidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. 28. Berhenti adalah keadaan kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya. 29. Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/ atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan. 30. Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalanyang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. 31. Alat pemberi lsyarat lalu lintas yang selanjutnya disingkat APILL adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur lalu lintas orang dan/ atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan. 32. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah. 33. Badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dalam hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. 34. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputiperseroan terbatas, perseroan komanditer, badanusaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun. 35. Perusahaan angkutan umum adalah badan hukumyang menyediakan jasa angkutan orang dan/ ataubarang dengan kendaraan bermotor umum. 4 ' T -� '1 !! 36. Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa perusahaan angkutan umum dan/ atau jasa perparkiran. 37. Pengemudi adalah orang yang mengemudikankendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki surat izin mengemudi. 38. Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa penggunajalan lainyang mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda. 39. Penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan. 40. Pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalu lintas jalan. 41. Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas. 42. Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan.pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan,mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. 43. Keamanan Lalu Lintas Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/ atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/ atau rasa takut dalam berlalu lintas. 44. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalanadalah suatu keadaan terhindamyasetiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan olehmanusia, kendaraan, jalan, dan/ atau lingkungan. 45. Ketertiban Lalu Lintas Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna jalan. 46. Kelancaran Lalu Lintas Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang be bas dari hambatan dan kemacetan di jalan. 4 7. Sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan adalah sekumpulan subsistem yang sating berhubungan dengan melalui penggabungan, pemrosesan, penyimpanan, dan pendistribusian data yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. 48. Aksessibilitas adalah kemudahan untuk mencapai suatu tujuan perjalanan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. 49. Difable adalah individu-individu yang karena kondisi fisik dan/atau mentalnya mempunyai perbedaan kemampuan dengan individu lainnya. 50. Mobil bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8(delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. 5 1. Mobil Penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8(delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.SOO(tiga ribu lima ratus)kilogram. 52. Mobil Barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang. 53. Kereta Gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang untuk di tarik oleh kendaraan bennotor. 54. Kereta Tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya di tumpu oleh kendaraan bermotor penariknya. 55. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan tetap, lintasan tetap danjadwal tetap maupun tidak terjadwal. 56. Wilayah operasi adalah kawasan tempat angkutan taksi beroperasi berdasarkan izin yang diberikan. 5 'r t ', ! 57. Jaringan lintas adalah kumpulan dari lalu lintas yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan barang. 58. Jaringan Trayek adalah kumpulan dari trayek-trayekyang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang. 59. Angkutan Antar Kota Antar Provinsi adalah angkutan dari satu kota ke kota yang lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam Trayek. 60. Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi adalah angkutan dari satu kota ke kota yang lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 61.Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ketempat yang lain dalam satu daerah dengan menggunakan mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek. 62. Angkutan perbatasan adalah angkutan kota yang melalui wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan daerah dengan menggunakan mobil bus umum dan/ atau mobil penumpang umum yang terikat dalamtrayek. 63.Angkutan khusus adalah angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan tetap, yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan, permukiman dan simpul yang berbeda. 64. Angkutan Pariwisata adalah angkutan denganmenggunakan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan pariwisata ataukeperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga dan keperluan sosial lainnya. 65. Jumlah Berat Yang Diperbolehkan yang selanjutnya disingkat JBB adalah berat maksimum kendaraanbermotor berikut muatannya yang diperbolehkanmenurut rancangannya. 66. Fasilitas Park.ir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian Kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu. 67. Fasilitas Parkir di dalam ruang milik jalan (on street parking) adalah fasilitasuntuk parkir kendaraandengan menggunakan sebagian badan jalan. 68. Fasilitas parkir di luar ruang milik jalan (off street parking) adalah fasilitas parkir kendaraan yang dibuat khusus yang dapat berupa taman parkir dan/ atau gedung parkir yang selanjutnya di sebut fasilitas parkir untuk umum. 69. Satuan Ruang Parkir yang selanjutnya disingkat SRP adalah ukuran luas efektifuntuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang, mobil bus, mobilbarang, dan/atau sepeda motor), termasuk ruang bebas dan lebar buka pintu. 70. Petugas Parkir adalah petugas yang mengatur secara langsung kendaraan yang diparkir dan memungut retribusi parkir dari pengguna jasa perparkiran. 71. Pengujian kendaraan adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau memeriksa bagian-bagian kendaraan, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laikjalan. 72. Pengujian berkala kendaraan adalah kegiatan pengujian kendaraan yangdilaksanakan setiap periode tertentu. 73. Penguji adalah petugas pelaksana pengujian yang telah memiliki kewenangan dan tanda kualifikasi teknis dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat. 74. Pembantu Penguji adalah petugas yang memiliki kewenangan tertentu dalam penyelenggaraan pengujiankendaraan yang bertugas membantu/ mempersiapkan kegiatan pengujian kendaraan. 6 1, ,( ·, ! 75. Tanda Uji Berkala adalah tanda bukti lulus uji berkala yang berbentuk lempengan plat logam yang berisi data dan legitimasi termasuk masa berlakunya basil pengujian berkala, dan harus dipasang pada setiap kendaraan yang telah dinyatakan lulus uji berkala pada tempat yang telah tersedia untuk itu. 76. Tanda Samping adalah tanda yang dipasang pada bagian kanan dan kiri kendaraan bermotor berisi data teknis kendaraan yang bersangkutan, kelasJalanterendah yang boleh dilalui serta masa berlaku uji kendaraan yang bersangkutan. 77. Buku Uji Berkala adalah tanda bukti lulus uji berkala, buku yang berisi data dan legitimasi masa berlakunya basil pengujian berkala dan harus selalu disertakan pada kendaraan yang bersangkutan. 78. Emisi adalah gas buang dari sumber kendaraanbermotor sebagai hasil proses pembakaran di ruang mesin. 79. Uji Emisi dan Perawatan kendaraan bermotor adalah suatu mekanisme pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor dalam rangka pengendalian pencemaran udara yang mewajibkan pemilik kendaraanbermotor untuk merawat kendaraannya agar memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraanbermotor. 80. Bengkel Pelaksana Uji Emisi adalah bengkel Kendaraanbermotor yang telah mendapat penetapan untuk menyelenggarakan uji emisi dan perawatan kendaraanbermotor bukan untuk umum dan sepeda motor. 8 1. Teknisi Uji Emisi adalah orang yang melaksanakan uji emisi dan perawatan kendaraan bermotor di bengkel ujiemisi. 82. Surat Keterangan Memenuhi Ambang Batas Emisi adalah tanda bukti tertulis yang diberikan oleh bengkel pelaksana uji emisi untuk menyatakan bahwa kendaraan bermotor bukan untuk umum dan sepeda motor telah mengikuti uji emisi dan perawatan serta telah memenuhi ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor yang ditunjukkan dengan stelan mesin yang benar. 83. Stiker Lulus Uji Emisi adalah tanda pengenal telah lulus uji emisi dan perawatan kendaraan yang diberikan oleh bengkel pelaksana uji emisi yang ditempel pada kendaraan bermotor bukan umum dan sepeda motor dengan masa berlaku 6 (enam) bulan. 84. Ambang Batas Emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar yang terkandung dalam emisi gas buang Kendaraanbermotor. 85. Laik jalan adalah persyaratan minimum kondisi suatu kendaraan yang harus dipenuhi agar terjamin keselamatan dan mencegah terjadinya pencemaran udara serta kebisingan lingkungan pada waktu dioperasikan di Jalan. 86. Petugas pemeriksa adalah petugas kepolisian negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang LLAJ. 87. Pemeriksaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh petugas pemeriksa terhadap pengemudi, kendaraan bermotor dan tidak bermotor mengenai pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan serta pemenuhan kelengkapan administrasi serta terhadap pelanggaran ketertiban parkir dan ketertiban di terminal. 88. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disingkat PPNSD adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan di bidang perhubungan. 89. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 7 • 4 BABII ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan diselenggarakan berdasarkan asas: a. transparan; b. akuntabel; c. berkelanjutan; d. partisipatif; e. bermanfaat; f. efisien dan efektif; g. seimbang; h. terpadu; dan i. mandiri. Pasal 3 Tujuan Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan adalah untuk mewujudkan: a. pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, nyaman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda -angkutan lain untuk mendorong perekonomian daerah, memajukan kesejahteraan masyarakat, memperkokoh persatuan dankesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b. etika berLalu Lintas dan budaya bangsa; dan c. penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. BABW RUANG LINGKUP Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini meliputi: a. Pembinaan dan Penyelenggaraan LLAJ; b. Jaringan LLAJ; c. Pengujian dan Pemeriksaan Kendaraan; d. Bengkel; e. Terminal; f. Pembinaan Pemakai Jalan; g. Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas; h. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; i. Analisis Dampak Lalu Lintas; j. Angkutan; k. Perparkiran; 1. Pemindahan Kendaraan m. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan n. Sumber Daya di Bidang Perhubungan; o. Kerjasama; p. Peran serta Masyarakat; q. Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi; r. Forum LLAJ; s. Pengawasan dan Pengendalian; t. Penyidikan; u. Ketentuan Pidana; v. Ketentuan Peralihan; w. Ketentuan Penutup. 8 ' .. BABIV PEMBINAAN DAN PENYELENGGARAAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 5 (1) Tanggungjawab dan pembinaan atas LLAJ di Daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Pembinaan LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem LLAJ di daerah yang jaringannya berada diwilayah Daerah; b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi dan izin kepada perusahaan Angkutan umum di Daerah; c. Pengawasan terhadap pelaksanaan LLAJ Daerah. Bagian Kedua Penyelenggaraan Pasal 6 Penyelenggaraan kegiatan LLAJ yang langsung kepada masyarakat dilakukan oleh pemerintah daerah, badan hukum dan/ atau masyarakat. BABV JARINGAN LLAJ Bagfan Kesatu Rencana lnduk Jaringan Pasal '1 (1) Pemerintah Daerah menyusun dan menetapkan Rencana Induk Jaringan LLAJ Daerah dengan memperhatikan: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Induk Jaringan LLAJ Nasional; c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; d. Rencana Induk Jaringan LLAJ Provinsi; e. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. (2) Rencana Induk Jaringan LLAJ Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman bagi pengembangan jaringan LLAJDaerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan LLAJ Daerah diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 8 (1) Rencana Induk Jaringan LLAJ Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 memuat: a. rencana lokasi ruang kegiatan yang harus dihubungkan oleh ruang Lalu Lintas; b. prakiraan-prakiraan perpindahan orang dan/ atau barang menurut asal dan c. tujuan perJalanan; d. arah kebijakan LLAJ dalam keseluruhan moda transportasi; e. rencana kebutuhan lokasi simpu1. (2) Arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi penetapan rencana angkutan dalam berbagai moda sesuai dengan potensi yang akan dikembangkan. 9 ' ' • .! • :. Pasal 9 (1) Dinas menyusun rencana detail transportasi sebagai penjabaran Rencana Induk Jaringan LLAJ Daerah. (2) Rencana detail transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. rencana lokasi pembangunan jaringan Jalan dan Terminal; b. rencana simpul, jaringan Trayek, jaringan lintas, wilayah operasi taksi, kerjasama transportasi antar daerah untuk pelayanan angkutan umum diperbatasan. (3) Rencana lokasi pembangunan Terminal ditetapkan oleh Walikota. (4) Rencana lokasi pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a khusus untuk Terminal penumpang, diusulkan Walikota kepada Menteri melalui Gubernur untuk ditetapkan sebagai Terminal Penumpang Antar Kota Antar Provinsi dan TerminalPenumpang Antar Kota Dalam Provinsi. (5) Rencana jaringan Trayek dan lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diusulkan Walikota kepada Menteri dan Gubernur untuk ditetapkan dalam kesatuan sistem jaringan Trayek Antar Kota Antar Provinsi dan Trayek Antar Kota Dalam Provinsi. Bagian Kedua Jalan Paragraf 1 Penggunaan Jalan Pasal 10 (1) Penggunaan Jalan Kota ditetapkan berdasarkan fungsi dan kelas Jalan. (2) Kendaraan tidak bermotor dilarang menggunakan jalur kendaraan bermotor jika telah disediakan jalur Jalan khusus bagi kendaraan tidak bermotor. (3) Penetapan penggunaan Jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan batas kecepatan paling tinggi setiap Jalan kota ditetapkan oleh Walikota. Paragraf2 Perlengkapan Jalan Pasal 11 ( 1) Perlengkapan Jalan terdiri dari: a. alat pemberi isyarat Lalu Lintas; b. rambu Lalu Lintas; c. marka Jalan; d. alat penerangan Jalan; e. alat pengendali pemakai Jalan, terdiri atas: 1. alat pembatas kecepatan; dan 2. alat pembatas tinggi dan lebar Kendaraan. f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan, terdiri atas: 1. pagar pengaman; 2. cermin tikungan; 3. tanda patok tikungan (delineator); 4. pulau-pulau Lalu Lintas; 5. pita penggaduh; dan 6. median Jalan. g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat;dan/atau h. fasilitas pendukung kegiatan LLAJ yang berada di Jalan maupun di luar badan Jalan; 10 ' t f T � f "' {2) Perencanaan penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana climaksud pada ayat (1) disusun oleh Dinas untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun. (3) Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Dinas. Pasal 12 (1) Pemasangan perlengkapan Jalan dilakukan oleh Dinas sesuai dengan persyaratan teknis dan Rencana Induk Jaringan. {2) Pemasangan perlengkapan Jalan yang dilakukan oleh Badan atau perorangan harus sesuai dengan persyaratan teknis dan dengan izin Dinas. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat {1) dan ayat {2) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 13 (1) Setiap Badan atau perorangan dilarang menempelkan, memasang sesuatu yang menyerupai, menambah atau mengurangi arti, merusak, memindahkan rambu-rambu, marka Jalan dan APILL. (2) Badan atau perorangan setelah mendapat izin dari Dinas dapat memasang reklame pada fasilitas, perlengkapan Jalan dan fasilitas pendukung. Paragraf 3 Sistem Kecerclasan Transportasi Pasal 14 (1) Dalam rangka pelaksanaan Sistem Kecerdasan Transporta.sf (Intelligent Transport System}, Dinas menera.pkan penggabungan a.plfka.sf berbagai teknologi transporta.sf melfputf. komunika.sf, elektronika, komputer hardware dan software, serta telekom.unika.sf un't"uk uu;mbuat prasarana dan sarana transporta.sf lebfh informa.tf.f, lancar, aman, nyama.n dan ramah lfngkungan. (2J Penerapan Intelligent Tran.sport System sebagcdman.a dimaksud pada ayat (l} melf.putf.: a. bus priority; b. railbus priority; c. Variable Message Sign (VMS}; d. traJlf.c report dengan radio dan televlsi; e. e-payment/e-tf.cketfng; f. display informasi angkutan um.um/bus; dan g. Ruang Pengendali (CC Room}. Paragraf4 Pengendalian Lingkungan Jalan Pasal 15 (1) Jalan sebagai prasarana transportasi, terdiri dari ruang manfaat Jalan, ruang milik Jalan, dan ruang pengawasan Jalan, yang harus dikendalikan pemanfaatan dan penggunaannya agar tidak menimbulkan kerusakan Jalan dan fasilitas penunjangnya, serta tidak menimbulkan gangguan Lalu Lintas. 11 . . • • .. ! ' 1, (2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. penetapan dan atau pengaturan garis sepadan Jalan; b. pengendalian pembukaan Jalan masuk; c. pengaturan pengendalian dan pemanfaatan lahan pada ruang milik Jalan dan ruang pengawasan Jalan. Pasal 16 Pengendalian, pemanfaatan dan penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dilaksanakan secara terkoordinasi dengan instansi terkait. Pasal 17 (1) Setiap Badan atau perorangan dilarang memanfaatkan lahan pada ruang milik Jalan untuk parkir Kendaraan bermotor dan/atau bongkar muat barang, kecuali dengan izin Walikota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 18 Pembukaan Jalan masuk dan pemanfaatan lahan pada ruang milik Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 5 Penggunaan Jalan Selain Untuk Kepentingan Lalu Lintas Pasal 19 Jalan sebagai ruang Lalu Lintas, fungsi dan peruntukannya meliputi: a. bagian perkerasan yang berfungsi untuk pergerakkan Kendaraan; b. bagian Badan Jalan yang berfungsi untuk drainase dan perlengkapan Jalan; c. trotoar yang berfungsi sebagai fasilitas pejalan kaki; dan d. ruang dengan jarak tertentu dari permukaan Jalan berfungsi sebagai ruang be bas. Pasal 20 (1) Instansi, Badan atau perorangan dilarang menggunakan Jalansebagai ruang Lalu Lintas untuk kegiatan di luar kepentingan Lalu Lintas yang dapat merubah fungsi dan peruntukan Jalan, kecuali dengan izin Walikota. (2) Izin Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah mendapat pertimbangan teknis Lalu Lintas dari Dinas dan berkoordinasi dengan instansi terkait. Pasal 21 Setiap Badan atau perorangan dilarang menyimpan benda-benda dan/atau alat-alat di Jalan yang dapat menimbulkan hambatan, gangguan dan kecelakaan Lalu Lintas kecuali setelah mendapat izin dari Dinas dan/ atau instansi yang berwenang. 12 . . " T !_! , ,II Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis kegiatan penggunaan Jalanselain untuk kepentingan Lalu Lintas dan tata laksana perizinannya diatur dengan Peraturan Walikota. Paragraf6 Dispensasi Penggunaan Jalan Pasal 23 (1) Kelas, daya dukung dan muatan sumbu terberat yang diizinkan serta larangan penggunaan Jalan, ditetapkan dengan rambu-rambu Lalu Lintas. (2) Setiap Kendaraan angkutan barang dan angkutan penumpang dilarang menggunakan Jalan yang tidak sesuai dengan kelas, daya dukung, serta tidak sesuai dengan muatan sumbu terberat yang diizinkan untuk Jalan itu. Pasal 24 (1) Walikota dapat menerbitkan izin dispensasi penggunaan Jalan-Jalantertentu untuk dilalui oleh Kendaraan angkutan barang dan angkutan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2). (2) Izin dispensasi penggunaan Jalan bagi angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada: a. Kendaraan pengangkut membawa barang yang dimensi ukuran dan beratnya tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi bagian yang lebih kecil; b. Kendaraan yang karena berat muatannya melebihi batas muatan sumbu terberat (MST) yang diizinkan untuk kelas Jalan yang dilaluinya; c. Kendaraan angkutan barang yang memuat kebutuhan bahan pokok dan/ atau bahan bakar; d. Kendaraan angkutan barang yang digunakan untuk kepentingan proyek tertentu di Daerah; atau e. Kendaraan angkutan barang yang membawa muatan yang bersifat darurat. (3) lzin dispensasi penggunaan Jalan bagi angkutan penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk angkutan karyawan. Pasal 25 (1) Permohonan izin dispensasi penggunaan Jalan diajukan secara tertulis oleh pemilik atau Pengemudi kepada Walikota melaluipejabat yang ditunjuk (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya berisikan pemilik Kendaraan, spesifikasi Kendaraan, ruteJalan, jenis muatan, dan lama penggunaan Jalan. (3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinasmenerbitkan surat izin dispensasi penggunaan Jalan dengan jangka waktu tertentu. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan pemberian izin Dispensasi penggunaan Jalan diatur dengan Peraturan Walikota. 13 , t • "' . . .. Paragraf7 Fasmtas Pejalan Kaid Pasal 26 (1) Dalam rangka pembinaan terhadap pemakai Jalan, Pemerintah Daerah merencanakan dan membangun serta memelihara fasilitas pejalan kaki yang meliputi: a. trotoar; b. tempat penyeberangan pejalan kaki terdiri dari: 1. jembatan penyeberangan orang; 2. penyeberangan di persimpangan berlampu Lalu Lintas; 3. penyeberangan di ruas Jalan (pelican crossing dan zebra crossing); 4. terowongan; dan/atau 5. bentuk lainnya c. tempat-tempat menunggu dan/ atau pemberhentian Kendaraan; dan d. pedestrl.a.n/cl.ty walk. (2) Pembangunan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman, standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan. (3) Pemerintah Daerah dapat mengikutsertakan instansi, Badan Hukum dan perorangan dalam pembangunan fasilitas pejalan kaki. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, standar dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta pengikutsertaan dalam pembangunan fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Walikota. Paragraf 8 Bak dan Kewajiban Pejalan Kaid dalam .BerLalu Lintas Pasal 27 (1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yangberupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. (2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan. (3) Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat(l), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya. Pasal 28 ( 1) Pejalan Kaki wajib: a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan. {2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukansebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaid wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas. (3) Pejalan kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yangjelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain. 14 ,- t ':" Paragraf9 Fasilitas Dlfabel Pasal 29 (1) Pemerintah Daerah wajib memberikan perlakuan khusus di bidang LLAJ kepada difabeL (2) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. aksesibilitas; b. prioritas pelayanan; dan c. fasilitas pelayanan. {3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BABVI PENGUJIAN DAN PEMERIKSAAN KENDARAAN Bagian Kesatu Pengujian Paragrar 1 Jenis dan Fungsi Pasal 30 (1) Pengujian dilakukan terhadap Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. (2) Pengujian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan: a. Jenis yang meliputi mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan Kendaraan khusus; b. Fungsi yang meliputi Kendaraan bennotor perseorangan dan Kendaraan bennotor umum. (3) Pengujian Kendaraan tidak bennotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh orang, Kendaraan tidak bennotor yang digerakkan secara elektrik. Paragraf2 Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 31 (1) Pemeriksaan dan pengujian fisik dilakukan terhadap kendaraan bennotor yang terdiri dari mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, Kendaraan khusus, kereta gandengan, sepeda motor roda tl.ga yang dimodifikasi atau sepeda motor dengan rumahrumah, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan. (2) Pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik Jalan. (3) Bukti lulus uji pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada yat (2) berupa pemberian buku uji dan/ atau kartu uji serta tanda uji. 15 . � ., Pasal 32 (1) Pengesahan basil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) diberikan oleh: a. penguji Kendaraan bermotor yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri; dan b. penguji swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang merk dan unit pelaksana pengujian swasta. (2) Kompetensi penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus pendidikan dan pelatihan. Paragraf 3 Pengujian Berkala Pasal 33 (1) Pengujian berkala Kendaraan bermotor dilaksanakan oleh Dinas. (2) Pelaksanaan uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan di tempat Pengujian Kendaraan Bermotor. (3) Pengujian Kendaraan Bermotor dapat berupa Pengujian Statis atau Pengujian Keliling Pasal 34 (1) Untuk menyelenggarakan pengujian berkala, Walikota berwenang merencanakan, membangun, dan memelihara tempat pengujian Kendaraan baik yang bersifat statis berupa gedung pengujian maupun yang bersifat dinamis berupa Kendaraan pengujian keliling. (2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan peralatan mekanis sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Peralatan mekanis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Pasal 35 (1) Pelaksanaan pengujian berkala Kendaraan bermotor dilakukandengan kegiatan: a. pengujian pertama; dan b. pengujian berkala. (2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan retribusi yang besarnya diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri. Pasal 36 Kendaraan bermotor yang dikecualikan dari wajib uji adalah: a. Kendaraan bermotor milik TNI/POLRI; b. mobil penumpang yang tidak digunakan untuk angkutan umum; c. sepeda motor tanpa rumah-rumah; dan d. sepeda motor tanpa kereta samping. Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud dalam. Pasal 31 ayat (1), pengujian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), dan model bukti lulus pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) diatur dengan Peraturan Walikota 16 r T !_( I . , Pasal 38 (1) Kendaraan bermotor wajib Uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal31 ayat (1) yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis laik Jalan, dan emisi gas buang. (2) Persyaratan teknis laik Jalan, dan emisi gas buang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan rancang bangun yang telah ditetapkan. (3) Untuk memenuhi persyaratan teknis laik Jalan, dan emisi gas buang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan: a. pengujian berkala; b. pemeliharaan dan/ atau perawatan. Pasal 39 Pengujian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali. Pasal 40 (1) Pengujian berkala Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) untuk pertama kali dilakukan setelah 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. (2) Syarat yang wajib dilampirkan untuk pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Sertiflkat Registrasi Uji Tipe; b. Surat Tanda Nomor Kendaraan; c. identitas pemilik; dan d. bukti pelunasan biaya uji. (3) Pengujian berkala selanjutnya dilaksanakan sebelum masa uji berakhir. Pasal 41 (1) Terhadap pemilik Kendaraan bermotor wajib uji yang melakukan pemeriksaan teknis, dikenai retribusi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai retribusi pengujian berkala Kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Daerah. Pasal 42 (1) Pengujian berkala dilakukan dengan menggunakan fasilitas dan peralatan pengujian serta dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis sesuai ketentuan perundang-undangan. (2) Peralatan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah peralatan uji berkala Kendaraan bermotor berupa peralatan pengujian lengkap, peralatan pengujian dasar atau peralatan pengujian keliling. (3) Peralatan pengujian lengkap atau peralatan pengujian dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah peralatan yang dipasang dan digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tetap. (4) Peralatan pengujian keliling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah peralatan yang digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tidak tetap dan ditempatkan pada Kendaraan bermotor pengangkut peralatan uji. (5) Fasilitas dan peralatan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat berupa fasilitas dan peralatan pengujian pada lokasi yang bersifat tetap dan/ atau pada lokasi yang bersifat tidak tetap. (6) Dinas berkewajiban mengadakan tenaga penguji, fasilitas dan peralatan pengujian sesuai peningkatan kebutuhan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 17 Pasal 43 (1) Apabila suatu Kendaraan dinyatakan tidak lulus uji, penguji wajib memberitahukan kepada pemilik atau pemegang Kendaraan sekurangkurangnya meliputi: a. perbaikan yang harus dilakukan; dan b. waktu dan tempat pelaksaaan uji ulang. (2) Dalam hal perbaikan yang harus dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepada pemilik/pemegang diberikan tempo selama-lamanya 14 (empat belas) hari, tidak diberlakukan sebagai pemohon baru dan tidak dipungut biaya uji. (3) Apabila setelah dilakukan uji ulang temyata Kendaraan masih dinyatakan tidak lulus, maka untuk uji u1ang selanjutnya dikenai retribusi. Pasal 44 ( 1) Apabila pemilik/pemegang Kendaraan tidak menyetujui pemberitahuan tidak lulus uji dari penguji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), pemilik atau pemegang dapat mengajukan permohonan keberatan secara tertulis kepada pimpinan petugas penguji. (2) Pimpinan petugas penguji dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) jam harus memberikan jawaban diterima atau ditolaknya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1}, setelah mendengar penjelasan dari penguji yang bersangkutan. (3) Apabila permohonan keberatan diterima harus dilakukan uji u1ang. (4) Apabila permohonan keberatan ditolak dan/atau setelah dilakukan uji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), temyata tetap tidaklulus uji, maka pemilik/pemegang tidak dapat mengajukan lagi permohonan keberatan Pasal 45 (1) Pemilik Kendaraan bermotor wajib uji dapat memindahkan (mutasi) pengujian Kendaraannya ke tempat di mana Kendaraan itu berdomisili. (2) Pemindahan pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas. Pasal 46 Perubahan status dan/ atau perubahan spesifikasi teknis Kendaraanbermotor dapat dilakukan setelah diadakan pemeriksaan teknis, mendapatkan rekomendasi dari Dinas serta mendapatkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Paragraf4 Tenaga Pelaksana Pengujlan Pasal 47 (1) Tenaga pelaksana pengujian Kendaraan bermotor terdiri dari penguji pelaksana pemula, pelaksana, pelaksana lanjutan dan penyelia. (2) Penguji Kendaraan bermotor penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang menandatangani buku uji dan/ atau kartu uji serta tanda uji. (3) Penguji Kendaraan bermotor penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memberikan pemyataan dan merekomendasikan penghapusan bagi Kendaraan dinas, instansi, Badan Hukumpemerintah dan swasta yang akan melakukan penghapusan dan/ atau pelelangan. 18 ' , �t .r ' ., Paragraf 5 PenguJian Kendaraan Tidak Bermotor Pasal 48 (1) Setiap Kendaraan tidak bermotor yang dioperasikan untuk orang dan/atau barang di Jalan wajib memenuhi uji persyaratan keselamatan yang meliputi: a. persyaratan teknis; dan b. persyaratan tata cara memuat barang. (2) Persyaratan tata cara memuat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi dimensi dan berat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Paragraf"6 Tenaga Telmis PenguJi Kendaraan Ticlak Bermotor Pasal 49 (1) Tenaga pelaksana pengujian Kendaraan tidak bermotor terdiri dari: a. tenaga teknis administrasi penguji; dan b. tenaga penguji. (2) Tenaga penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Dinas Paragraf 1 Pemerilrsaan Kenclaraan Bermotor Pasal 50 (1) Dalam rangka meningkatkan perwujudan ketertiban dan keselamatan LLAJ, kelestarian lingkungan serta terjaganya sarana dan prasarana Jalan, Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem pemeriksaan Kendaraan bermotor (2) Sistem pemeriksaan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemeriksaan dan/ atau pengujian Kendaraan bermotor; dan b. pemeriksaan, pengendalian dan pengawasan bengkel Kendaraanbermotor. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat {1} diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 51 ( 1) Pemeriksaan Kendaraan bermotor dilakukan terhadap setiap Kendaraan bermotor yang dioperasionalkan di Jalan. (2) Pemeriksaan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. persyaratan teknis dan laik Jalan; dan b. emisi gas buang. (3) Pemeriksaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat melibatkan Polres dan Instansi yang terkait. 19 I -, Pasal 52 (1) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 pada ayat (2) huruf b dilakukan terhadap: a. mobil penumpang umum; b. mobil bus; c. mobil barang; d. mobil pribadi; e. kereta gandengan dan kereta tempelan; dan f. ICendaraan bermotor roda 3 (ti.ga} dengan rumah-rumah dan/atau pengangkut barang. (2) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan bersamaan dengan Pengujian Kendaraan Bermotor. Paragraf2 Pemeriksaan Emisi Gas Buang Pasal 53 (1) Kendaraan bermotor milik pribadi wajib memenuhi ketentuan ambang batas emisi gas buang. (2) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotormilik pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. (3) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor milik pribadi dilaksanakan di tempat pengujian Kendaraan bermotor, Agen Pemegang Merk (APM) dan bengkel umum yang ditunjuk sebagai Bengkel Pelaksana Uji Emisi. (4) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor milik pribadi pada pengujian Kendaraan bermotor milik Pemerintah Daerah atau bengkel pelaksana Uji Emisi dikenai retribusi (5) Sebagai bukti bahwa Kendaraan bermotor pribadi telah memenuhi ambang batas emisi gas buang diberikan Surat Keterangan danStiker yang dipasang pada Kendaraan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor milik pribadi sebagaimana dimaksudpada ayat (3) dan Bengkel Pelaksana Uji Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 54 Setiap Kendaraan bermotor pribadi yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi yang ditentukan dilarang beroperasi di Jalan. Paaal 55 (1) Bengkel pelaksana Uji Emisi Kendaraan bermotor pribadi harus memenuhi persyaratan. 20 . ·'-' ' ., (2) Peralatan pemeriksaan emisi gas buang Kendaraan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diadakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau oleh Bengkel Pelaksana Uji Emisisetelah mendapat rekomendasi dan keterangan lulus tera/kalibrasi yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan bengkel pelaksana uji emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 56 Pengawasan pemeriksaan emisi gas buang Kendaraan bermotor pribadi dilakukan oleh Dinas. Paragraf 3 Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak Pasal 57 (1) Penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak meliputi pengawasan terhadap penaatan ambang batas emisi gas buang yang sudah ditetapkan, dilakukan melalui kegiatan: a. pemeriksaan emisi gas buang Kendaraan bermotor di Jalan dilakukan oleh petugas penguji yang memiliki kualifikasi teknis penyelia; dan b. pemberlakukan hari bebas Kendaraan bermotor di Jalan kota sesuai hari/tanggal/jam pemberlakuan. (2) Penetapan pemberlakuan hari bebas Kendaraan bermotor di Jalan kota sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Walikota. (3) Penetapan pemberlakuan hari bebas Kendaraan bermotor diluar Jalan kota diteta.pkan oleh Walikota setelah berkoordinasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang Jalan untuk Jalan Nasional dan Gubernur untuk Jalan Provinsi. Paragraf4 Penilaian Telmis Pasal 58 (1) Penilaian teknis berlaku bagi Kendaraan bermotor yang akan dilakukan penghapusan (scapping) dan/atau Kendaraan angkutan penumpang umum yang akan diremajakan. (2) Penilaian teknis dilakukan terhadap kondisi fisik Kendaraan bermotor oleh petugas penguji dan dikenakan retribusi bagi Kendaraan di luar kepemilikan Pemerintah Daerah. (3) Sebagai bukti telah dilakukan penilaian teknis diterbitkan Berita Acara Penilaian Teknis. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Paragraf 5 Pemeliharaan, Perawatan, dan/ atau Perbaikan Kendaraan Bermotor Pasal 59 (1) Untuk menjaga kondisi Kendaraan bermotor agar memenuhi persyaratan teknis laik Jalan dan emisi gas buang, Kendaraanbermotor perlu dilakukan pemeliharaan, perawatan dan/ atau perbaikan. (2) Pemeliharaan, perawatan dan/ atau perbaikan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh bengkel umum dan bengkel khusus. 21 .. �, • -# Bagian Ketiga Sanksi Administratif Pasal 60 (1) Pemilik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, yang dimodifikasi atau sepeda motor dengan rumah rumah yang melaksanakan uji berkala yang melanggar Pasal 40 ayat (1) atau pemilik Kendaraan bermotor wajib uji yang melakukan pemindahan pengujian berkala yang melanggar Pasal 45 ayat (2) atau setiap orang yang melakukan perubahan status dan/ atau spesifikasi teknis Kendaraan bermotor yang melanggar Pasal 46 dikenai sanksi aclministratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa denda administratif paling sedikit RpS00.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rpl.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. (4) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan Keputusan Walikota. BAB VII BENGKEL Bagian Kesatu Umum Pasal 61 (1) Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan. (2) Bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan: a. persyaratan sistem mutu; b. mekanik; c. fasilitas dan peralatan; d. manajemen informasi Bagian Kedua Klasifikasi Pasal 62 (1) Bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat ( 1) meliputi: a. Bengkel umum agen tunggal pemegang merk Kendaraan bermotor; b. Bengkel umum swasta bukan agen tunggal pemegang merk Kendaraan bermotor (2) Bengkel umum swasta sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf b meliputi: a. Bengkel umum swasta besar; b. Bengkel umum swasta kecil; 22 .. ,, Bagian Ketiga Perizinan dan Sertifikasi Paragraf 1 Perizinan Pasal 63 Penyelenggaraan bengkel umum Kendaraan bermotor sebagimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat ( 1) dan ayat (2) wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf2 Sertifikasi Pasal 64 (1) Bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat ( 1) wajib bersertifikasi (2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang industri setelah mendapat rekomendasi dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (3) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menetapkan kelas bengkel umum (4) Kelas bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari: a. bengkel kelas I tipe A, B, dan C; b. bengkel kelas II tipe A, B, dan C; c. bengkel kelas III tipe A, B, dan C. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, dan sertifikasi sebagaimana dimaksud ada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota Bagian Keempat Bengkel Umum Pelaksana Uji Berkala Pasal 65 (1) Bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat ( 1) dapat menjadi unit pelaksana uji berkala Kendaraan bermotor (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Kelima Pembinaan Bengkel Pasal 66 Pembinaan dan pengembangan bengkel umum Kendaraan bermotor dan/ atau sebagai unit Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor dilakukan oleh Dinas. 23 . . • ,, 1 , Pasal 67 (1) Pembinaan bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 meliputi : a. pemberian bimbingan dan arahan tentang ketentuan-ketentuan teknis dan laik Jalan Kendaraan; b. pengawasan pemeriksaan peralatan yang digunakan; c. peningkatan profesionalisme baik langsung maupun tidak langsung. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan bengkel umum sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota Baglan Keenam Kerjasama Pasal 68 (1) Kerjasama di bidang pembinaan dan pengembangan bengkel umum Kendaraan bermotor bertujuan memanfaatkan sumber daya di bidang teknologi Kendaraan bermotor yang tersedia di bengkel umum Kendaraan bermotor untuk ditingkatkan fungsinya sebagai unit pengujian berkala Kendaraan bermotor. (2) Sasaran kerjasama meliputi: a. terciptanya kondisi Kendaraan bennotor yang memenuhi persyaratan teknis dan kelaikan Jalan; b. meningkatkan penerapan sistem prosedur dan pemanfaatan serta penggunaan peralatan perawatan, perbaikan dan pengujian Kendaraan bermotor yang memenuhi standar yang berlaku; c. meningkatkan kualitas perawatan, perbaikan dan pengujian berkala Kendaraan bermotor; d. terciptanya kesadaran penggunaan komponen Kendaraan bermotor sesuai dengan standar yang berlaku; e. meningkatkan jumlah Unit Pengujian Berkala KendaraanBermotor; dan f. meningkatkan keterpaduan perencanaan, pelaksanaan/pengembangan program pembinaan bengkel umum Kendaraanbermotor. Baglan Ketujuh Sanksi Administratif Pasal 69 ( 1) Barang siapa menyelenggarakan bengkel umum agen tunggal pemegang merk Kendaraan bermotor atau bengkel umum swasta besar bukan agen tunggal pemegang merk Kendaraan bermotor tidak bersertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Peringatan tertulis; b. Denda administratif; dan/ atau c. Penghentian sementara pelayan umum. Pasal 70 (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kalender 24 (2) Sanksi adminstratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf b dikenakan kepada penyelenggara Bengkel setelah berakhimya jangka waktu peringatan tertulis paling sedikit Rpl.000.000,00 (satu juta rupiah), dan paling banyak RpS.000.000,00 (lima juta rupiah). (3) Sanksi adminstratif berupa penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada · Pasal 69 ayat (2) huruf c dikenakan kepada Bengkel 60 (enam puluh) hari kalender sejak pembayaran denda administratif tidak dilaksanakan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. (5) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan Keputusan Walikota. BAB VIII TERMINAL Bagian Kesatu Umum Paragraf 1 Penyelenggaraan Pasal 71 (1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan Terminal. (2) Penyelenggaraan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas. (3) Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban Paragraf2 Fungal Pasal 72 Terminal mempunyai fungsi sebagai berikut: a. menunjang kelancaran perpindahan orang dan/ atau barang serta keterpaduan intramoda dan antar moda; b. menunjang keamanan, keselamatan, serta ketertiban LLAJ; c. tempat pengendalian serta pengawasan sistem perizinan, pemeriksaan teknis dan laik Jalan penyelenggaraan angkutan orang dan/ atau barang dengan Kendaraan bermotor umum; dan d. tempat penyedia jasa bagi pengguna layanan fasilitas Terminal. Paragraf3 Lokasi Pasal 73 (1) Penetapan lokasi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dilakukan dengan memperhatikan: 25 • f a. tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan: b. kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota; c. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/ atau kinerja jaringan Jalan, jaringan Trayek, dan jaringan lintas; d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan; e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain; f. permintaan angkutan; g. kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi; h. keamanan dan keselamatan LLAJ; dan/atau i. kelestarian lingkungan hidup. (2) Setiap lahan yang telah ditetapkan sebagai rencana lokasi pembangunan Terminal, diberikan atau dipasang tanda batas peruntukan yangjelas dengan patok rencana Terminal. Paragraf4 Tipe Terminal Pasal 74 (1) Tipe Terminal penumpang terdiri dari: a. Terminal penumpang tipe A; b. Terminal penumpang tipe B; dan c. Terminal penumpang tipe C; (2) Terminal penumpang tipe A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berfungsi melayani Kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar provinsi, angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan/ atau angkutan perdesaan. (3) Terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berfungsi melayani Kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan/ atau angkutan perdesaan. (4) Terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berfungsi melayani Kendaraan umum untuk angkutan perdesaan. Paragraf 5 Pembangunan Terminal Pasa175 (1) Pembangunan Terminal dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD. (2) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan Badan dengan tetap mengutamakan fungsi Terminal. (3) Pembangunan Terminal diawali dengan studi kelayakan yang mempertimbangkan: a. rencana tata ruang wilayah daerah; b. rancang bangun Terminal; c. Andalalin; dan d. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan {AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL). 26 Paragraf6 FasWtas Terminal Pasal 76 (1) Fasilitas Terminal penumpang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang. (2) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. jalur pemberangkatan Kendaraan umum; b. jalur kedatangan Kendaraan umum; c. tempat parkir Kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat Kendaraan umum; d. bangunan kantor Terminal; e. ruang tunggu penumpang; f. menara pengawas dan/atau Central Control Television (CCTV); g. loket penjualan karcis; h. rambu-rambu dan papan informasi yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif penumpang dan jadwal perjalanan; i. pelataran parkir Kendaraan pengantar dan/ atau taksi; j. fasilitas untuk penyandang cacat (difable), manusia usia lanjut, anakanak, wanita hamil (tempat khusus ibu menyusui) dan orang sakit; k. pos keamanan; 1. ruang terbuka hijau; dan m. musholla. (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. kamar kecil/ toilet; b. kios/kantin; c. ruang pengobatan; d. ruang peristirahatan pengemudi; e. ruang informasi dan pengaduan; f. ruang akses telepon/ internet; g. alat pemadam kebakaran; h. tempat penitipan barang; i. tempat perawatan dan perbaikan ringan; j. pencucian Kendaraan; dan k. sarana dan prasarana kebersihan; Pasal 77 Kios/kantin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf b disediakan bagi pedagang usaha mikro, kecil dan/ atau menengah. Pasal 78 Setiap pengguna fasilitas Terminal dilarang mendirikan bangunan baru, merenovasi, memugar dan/ atau mengubah bentuk bangunan di lingkungan Terminal. 27 . . ,, Paragraf7 Lingkungan Kerja Terminal Pasal 79 (1) Lingkungan kerja Terminal penumpang adalah kawasan yang diperuntukkan bagi fasilitas Terminal. (2) Lingkungan kerja Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. lingkungan kerja Terminal yaitu lingkungan yang berkaitan langsung dengan fasilitas Terminal dan dibatasi dengan pagar; b. lingkungan pengawasan Terminal yaitu lingkungan di luar lingkungan kerja Terminal dengan radius 100 (seratus) meter diluar tembok Terminal. (3) Lingkungan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berada di bawah pengawasan petugas Terminal yang bertugas menjaga kelancaran arus Lalu Lintas. Paragraf8 Pengelolaan Terminal Pasal 80 (1) Pengelolaan Terminal terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan operasional. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Paragraf9 Pemeliharaan Terminal Pasal 81 (1) Pemeliharaan Terminal terdiri dari kegiatan untuk menjaga kondisi Terminal agar tetap bersih, teratur, tertib, rapi, dan memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. (2) Pemeliharaan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. fasilitas utama; dan b. fasilitas penunjang. (3) Pelaksanaan pemeliharaan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara swakelola dan/ atau oleh Pihak Ketiga. Paragraf 10 Penertiban Terminal Pasal 82 (1) Penertiban Terminal penumpang terdiri dari kegiatan untuk menjaga kondisi Terminal agar tetap teratur, tertib dan memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan Terminal. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penertiban Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. 28 Paragraf 11 Tata Tertib Terminal Pasal 83 Setiap orang yang berada di Terminal harus tunduk pada petunjuk dan ketentuan dari pengelola Terminal dalam hal menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan dan kesehatan, di lingkungan Terminal serta ketentuan perundang-undangan. Pasal 84 (1) Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin Trayek (2) Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek tetap dan teratur maupun Trayek insidental wajib singgah di Terminal yang sudah ditetapkan. (3) Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek tetap dan teratur maupun Trayek insidental yang masuk Terminal wajib berhenti di tempat yang telah disediakan sesuai dengan jurusannya. Pasal 85 Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek tetap dan teratur maupun Trayek insidental yang melintas, memulai dan/ atau mengakhiri perjalanan di Terminal, wajib memenuhi persyaratan laik Jalan, persyaratan administrasi dan mematuhi rambu-rambu serta tandatanda Lalu Lintas yang ada di Terminal. Pasal 86 Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek tetap dan teratur maupun Trayek insidental yang menjalankan Trayek perkotaan dan perbatasan wajib masuk Terminal sesuai dengan Izin Trayelmya. Pasal 87 (1) Setiap orang yang menjalankan usaha di lingkungan Terminal wajib memiliki tanda pengenal yang dikeluarkan oleh pejabat yang.ditunjuk (2) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota Paragraf 12 Kewajiban Pasal 88 Pedagang wajib menyediakan kotak sampah pada tempat berjualan, dan selanjutnya membuang sampah tersebut setiap hari ke dalam bak sampah yang disediakan Pasal 89 Setiap orang yang menggunakan fasilitas utama dan/ atau fasilitas penunjang Terminal harus sesuai dengan fungsinya. 29 Bagian Kedua Penyelenggaraan Tempat Kegiatan Usaha Paragraf 1 Perizinan Penggunaan Kios/Kantin dan Loket Penjualan Karels Pasal 90 Setiap orang dan/ atau Badan yang akan menjalankan usaha di Terminal harus mendapatkan Surat Izin Penempatan dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 91 (1) Surat Izin Penempatan sebagaimana climaksud dalam Pasal 90,berlalru untukjangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai lZll1 penempatan dan tata cara perpanjangan Surat Izin Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota Pasal 92 (1) Di Terminal penumpang dapat dipasang reklame. (2) Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dan/ atau Pajak Daerah Paragraf2 Pengelolaan Kegiatan Usaha Penunjang Pasal 93 (1) Pengelolaan fasilitas penunjang dapat dilakukan oleh orang atau Badan setelah mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Ketentuan mengenai pengelolaan fasilitas penunjang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Ketiga Penyelenggaraan Kebersihan dan Keindahan Pasal 94 (1) Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kebersihan dan keindahan Terminal serta menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan. (2) Setiap pengguna jasa fasilitas Terminal wajib menjaga kebersihan dan keindahan serta menjaga sarana dan prasarana yang tersedia. Pasal 95 (1) Setiap orang wajib membuang sampah di tempat pembuangan sementara atau bak-bak sampah dan tempat sampah lain yang ditentukan. (2) Dinas bertanggung jawab atas kebersihan dan pembuangan sampah di dalam lingkungan kerja Terminal sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau bak-bak sampah dan tempat lain yang ditentukan oleh Penyelenggara Terminal. 30 . ., Paragraf 1 Larangan Pasal 96 Pedagang dan/ atau orang yang bekerja di lingkungan Terminal dilarang: a. memindahtangankan Surat Izin Penempatan dan/ atau Tanda Pengenal; b. menempati tempat usaha yang bukan haknya atau melebihi luas yang ditentukan; c. menjual barang dan/ atau menggunakan tempat usaha untuk kegiatan yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau bahaya-bahaya lainnya. Pasal 97 Setiap orang yang berada di dalam Terminal dilarang: a. bertempat tinggal/menetap; b. merusak, mengambil, memindahkan dan/ atau mengotori inventaris Terminal; c. menempatkan Kendaraan/alat pengangkut barang di tempat yang tidak semestinya; d. menjadi calo, pengemis, pengamen, peminta sumbangan/ derma, pemulung, penjual oprokan dan asongan; e. berjudi, minum-minuman keras, menggunakan narkoba, bertindak asusila; f. membawa barang-barang yang berbahaya dan membunyikan petasan dan bunyi-bunyian yang lain yang mengganggu. Bagian Keempat Terminal Barang Paragraf 1 Pengaturan Pasal 98 (1) Pengaturan dan pengendalian kegiatan bongkar muat barang, dilakukan pada tempat-tempat yang ditetapkan peruntukannya. (2) Tempat-tempat yang ditetapkan peruntukannya sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) meliputi : a. ruas-ruas Jalan yang ditetapkan sebagai lokasi bongkar muat barang; b. lokasi perdagangan dan industri serta pergudangan; c. halaman atau fasilitas yang disediakan oleh pemilik barang secara khusus; d. lokasi proyek yang menggunakan Jalan-Jalan di Daerah; dan e. Terminal Barang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tempat-tempat yang ditetapkan peruntukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. Paragraf2 Perizinan Pasal 99 (1) Pemberian Izin Bongkar Muat Barang didasarkan atas pertimbangan: a. dampak minimum terhadap kelancaran dan ketertiban Lalu Lintas dan angkutan Jalan; dan b. tidak menimbulkan kerusakan Jalan dan merugikan pemakai Jalan lainnya. 31 (2) Waktu pelaksanaan bongkar muat barang disesuaikan dengan tingkat pelayanan LLAJ yang ditetapkan oleh Dinas. (3) Permohonan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Walikota melalui pejabat yang ditunjuk. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 100 Setiap orang atau Badan dilarang melakukan bongkar muat barang tanpa izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf3 Fasllitas Pasal 101 Fasilitas bongkar muat barang berfungsi melayani kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra moda dan/ atau antar mod.a transportasi. Pasal 102 (1) Fasilitas Terminal bongkar muat barang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang. (2) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. bangunan kantor Terminal; b. tempat parkir Kendaraan untuk melakukan bongkar dan/ atau muat barang; c. gudang atau lapangan penumpukan/penitipan barang; d. tempat parkir Kendaraan angkutan untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; e. rambu-rambu dan papan informasi; dan f. alat bongkar muat; (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. tempat istirahat awak Kendaraan; b. fasilitas parkir Kendaraan, selain Kendaraan angkutan barang; c. tempat ibadah; d. alat timbang Kendaraan dan muatannya; e. ruang pengobatan; f. kamar kecil/ toilet; g. kios/kantin; dan h. taman. Paragraf4 Jasa Pelayanan Pasal 103 (1) Atas jasa pelayanan Terminal dipungut retribusi. (2) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) terdiri dari jasa: a. penggunaan tempat parkir Kendaraan untuk melakukan bongkar muat barang; b. penggunaan tempat parkir Kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; c. penggunaan fasilitas parkir Kendaraan, selain Kendaraan angkutan barang; dan d. penggunaan tempat penitipan barang sementara/gudang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. 32 • • r Bagian Kelhna Sanksi Administratif Pasal 104 (1) Setiap pengguna fasilitas Terminal yang melakukan perbuatan melanggar Pasal 78 atau Pasal 89 atau pengguna jasa fasilitas Terminal yang melakukan perbuatan melanggar Pasal 94 ayat (2) dikenai sanksi administratif. (2) Setiap orang yang berada di Terminal melalrukan perbuatan melanggar Pasal 83 atau Pasal 95 ayat (1) atau Pasal 97 huruf a dikenai sanksi administratif. (3) Setiap pedagang yang melakukan perbuatan melanggar Pasal 88 atau Pasal 96 huruf a dikenai sanksi administratif. (4) Pengemudi Kendaraan bermotor umum dalam Trayek yang melanggar Pasal 84 ayat (1) atau dalam Trayek tetap dan teratur ataupun insedentil yang melanggar Pasal 85 atau Trayek perkotaan dan perbatasan yang melanggar Pasal 86 dikenai sanksi administratif. (5) Setiap orang yang menjalankan usaha di lingkungan Terminal yang melakukan perbuatan melanggar Pasal 87 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (6) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berupa: a. Teguran; b. Peringatan tertulis; c. Denda administratif; dan/ atau d. Pencabutan izin. Pasal 105 (1) Sanksi administratif berupa teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (6) huruf a dikenakan pada pelanggaran Pasal 83, Pasal 87 ayat (1), Pasal 89, Pasal 94 ayat (2), Pasal 96 huruf a dan Pasal 97 huruf a. (2) Sanksi administrasi berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (6) huruf b dikenakan pada pelanggaran Pasal 78, Pasal 89 , Pasal 94 ayat (2), dengan batas waktu akhir pelaksanaan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender. (3) Sanksi administrasi berupa denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (6) huruf c dikenakan pada pelanggaran Pasal 78, Pasal 84 ayat (1), Pasal 84 ayat (2), Pasal 84ayat (3), Pasal 87 ayat (1), Pasal 88, Pasal 89, Pasal 94 ayat (2), Pasal 95 ayat (1), Pasal 96 huruf a paling sedikit Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). (4) Sanksi administrasi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (6) huruf d dikenakan pada pelanggaran Pasal 78 dan Pasal 96 huruf a setelah 60 (enam puluh) hari kalender dari batas waktu akhir pembayaran denda administrasi tidak dilaksanakan, dan Pasal 96 huruf a . (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (6) diatur dengan Peraturan Walikota. (6) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan Keputusan Walikota. 33 • • f BABIX PEMBINAAN PEMAKAI JAL.AN Bagian Kesatu Budaya Tertib Berlalu Lintas Pasal 106 (1) Dinas bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembinaan budaya tertib berlalu lintas (2) Upaya membangun dan mewujudkan budaya tertib berlalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pelaksanaan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini; b. sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta program Keselamatan LLAJ; c. membentuk dan membina komunitas masyarakat akan sadar Keselamatan LLAJ; dan d. penciptaan lingkungan Ruang Lalu Lintas yang mendorong pengguna Jalan berperilaku tertib. (3) Dinas menetapkan kebijakan dan program untuk mewujudkan budaya tertib berlalu Iintas di Jalan, sekurang-kurangnya meliputi : a. pembinaan staf dan ka.ryawan Dinas; b. pembinaan teknis pengemudi angkutan umum; c. sosialisasi Zona Selamat Sekolah; d. pembinaan petugas parkir; dan e. kampanye aksi keselamatan di Jalan. Bagian Kedua Penclidlkan Pengemucli Pasal 107 Penyelenggaraan pendidikan pengemudi Kendaraan bermotor, bertujuan mendidik dan melatih calon-calon pengemudi Kendaraan bermotor untuk menjadi pengemudi yang memiliki pengetahuan di bidang LLAJ, terampil, berdisiplin, bertanggungiawab serta bertingkah laku dan bersikap mental yang baik dalam berlalu lintas. Pasal 108 Penyelenggaraan pendidikan pengemudi dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, Badan Hukum, atau Perorangan. Pasal 109 Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107, Dinas melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pendidikan pengemudi yang meliputi pengarahan, bimbingan dan bantuan teknis serta pengawasan terhadap keten tuan-ketentuan: a. penyediaan fasilitas belajar berupa ruang kelas dan peralatan mengajar yang memadai; b. lokasi lapangan untuk praktek mengemudi; c. memiliki dan menggunakan Kendaraan bermotor untuk praktek latihan mengemudi yang dilengkapi: 34 1. tanda bertuliskan latihan/belajar yang jelas kelihatan dari depan dan dari belakang; 2. rem tambahan yang dioperasikan oleh instruktur; 3. tambahan kaca spion belakang dan samping khusus untuk instruktur. d. penyusunan dan pengesahan kurikulum yang terdiri dari mata pelajaran teori dan praktek meliputi: 1. pengetahun umum; 2. peraturan perundang-undangan di bidang LLAJ; 3. pengetahuan praktis, mengenai teknik dasar Kendaraanbermotor, kecelakaan Lalu Lintas dan pertolongan pertama pada kecelakaan serta sopan santun atau etika berlalu lintas di Jalan; 4. praktek mengemudikan Kendaraan bermotor di lapangan praktek; 5. praktek mengemudikan Kendaraan bermotor dalam berlalu lintas di Jalan; 6. praktek perawatan Kendaraan bermotor. e. persyaratan untuk calon siswa pendidikan sekolah mengemudi; dan f. persyaratan instruktur pendidikan mengemudi. Pasal 110 (1) Penyelenggara pendidikan pengemudi dapat menerbitkan surat tanda lulus pendidikan mengemudi. (2) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum. Pasal 111 ( 1) Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan pengemudi hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Penyelenggara pendidikan pengemudi wajib mendapatkan rekomendasi dari Dinas dan Kepolisian. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan penyelenggaraan pendidikan pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Ketiga Waktu Kerja Pengemudi Pasal 112 (1) Setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 8 (delapan) jam sehari. (3) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam. (4) Dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 (satu) jam. 35 Bagian Keempat Pembinaan Pengemudi Anglmtan Umum Pasal 113 (1) Untuk meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum, Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap pengemudi angkutan umum. (2) Pembinaan pengemudi angkutan umum dilaksanakan melalui: a. penyuluhan; b. pendidikan dan pelatihan;dan c. pemilihan Pengemudi Angkutan Umum Teladan. (3) Dalam pelaksanaan pembinaan pengemudi angkutan umum, Pemerintah Daerah melibatkan: a. Kepolisian; c. Dinas Perhubungan Provinsi; d. Organda; e. Jasa Raharja; f. Organisasi Pengemudi; g. Organisasi Non Pemerintah; dan h. Badan dan Perorangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan pengemudi angkutan umum diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Kelima Sanksi Administratif Pasal 114 (1) Setiap perusahaan Angkutan Umum yang melanggar Pasal 112 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan dan/ atau c. pencabutan izin. Pasal 115 (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kalender (2) Sanksi administratif berupa penghentian sementa.ra kegiata.nselama 30 (tuga puluh) hari dikenakan kepada perusahaan angkutan umum yang tidak melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga. (3) Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kalender sejak tanggal pengenaan sanksi administratif penghentian sementa.ra tetap tidak melaksanakan kewajibannya, izin usaha angkutan umum dicabut. (4) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. 36 • ·' r BABX PENANGGULANGAN KECELAKAAN LALU LINTAS Bagian Kesatu Program dan/atau Rencana Kerja Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas Pasal 116 Untuk menghindari terjadinya kecelakaan Lalu Lintas di Jalan, Pemerintah Daerah menetapkan program dan/ atau rencana kerja pencegahan kecelakaan Lalu Lintas. Pasal 117 Program dan/atau rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 dilaksanakan secara terkoordinasi meliputi: a. pembinaan keselamatan Lalu Lintas bagi para pemakai Jalan; b. identifikasi daerah rawan kecelakaan Lalu Lintas; c. analisis terjadinya kecelakaan Lalu Lintas; d. penyusunan data dan informasi serta pembuatan laporan kecelakaan Lalu Lintas; e. pembangunan dan pengadaan prasarana dan sarana pencegahan kecelakaan Lalu Lintas; f. audit keselamatan Jalan; dan g. pembinaan etika berLalu Lintas bagi masyarakat umum. Pasal 118 Dalam penyusunan program dan/ atau rencana kerja pencegahan kecelakaan Lalu Lintas, Pemerintah Daerah melibatkan: a. Satlantas Polres; b. Organda; c. Asuransi Jasa Raharja; d. Rumah Sakit; e. Palang Merah Indonesia; f. Organisasi Non Pemerintah; dan g. Badan atau perorangan. Bagian Kedua Pelayanan Pengaturan dan Pengendalian LLAJ Pasal 119 Dinas melaksanakan kegiatan Pelayanan, Pengaturan dan Pengendalian Lalu Lintas (P3L) dilaksanakan didaerah rawan kemacetan dan kecelakaan Lalu Lintas. Pasal 120 (1) P3L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 meliputi kegiatan: a. audit; b. inspeksi; dan c. pengam.atan dan pemantauan. 37 . . ( (2) Audit bidang Keselamatan LLAJ sebagaimana climaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan oleh Dinas dan/ atau auditor independen yang ditentukan oleh Dinas. (3) Inspeksi bidang Keselamatan LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan secara periodik berdasarkan skala prioritas oleh Dinas. (4) Pengamatan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dilaksanakan secara berkelanjutan oleh Dinas. (5) Hasil pengawasan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan tindakan korektif dan/atau penegakkan hukum oleh PPNS bidang LLAJ berkoordinasi dengan kepolisian. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan, pengaturan dan pengendalian LLAJ diatur dengan Peraturan Walikota. MANAJEMEN BABXI DAN REKAYASA LALU LINTAS Bagian Kesatu Penanggung jawab Pasal 121 Penanggungjawab pelaksana kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah Dinas. Bagian Kedua Tujuan Pasal 122 Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas di Daerah dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ Bagian Ketiga Kegiatan Pasal 123 Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 meliputi: a. perencanaan; b. pengaturan; c. perekayasaan; d. pemberdayaan; dan e. pengawasan. Bagian Keempat Perencanaan Pasal 124 (1) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123huruf a meliputi: a. identifikasi masalah Lalu Lintas; b. inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas; c. inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang; d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung Jalan; 38 . . . e. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas; f. inventarisasi dan Analisis Dampak Lalu Lintas; g. penetapan tingkat pelayanan; dan h. Penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan Jalan dan gerak Lalu Lintas. (2) Perencanaan dalam Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintasdilaksanakan oleh Dinas setelah berkoordinasi dengan instansi terkait. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Kelhna Pengaturan Pasal 125 Pengaturan LLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf b dilakukan oleh Walikota melalui penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu. Pasal 126 (1) Kebijakan pengaturan penggunaan jaringan dan gerak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat ( 1) huruf h ditetapkan oleh Walikota untuk Jalan kota. (2) Kebijakan pengaturan penggunaan jaringan dan gerak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan penetapan kebijaksanan Lalu Lintas pada jaringan Jalan atau ruas Jalantertentu yang meliputi: a. pengaturan Lalu Lintas adalah kegiatan penetapan kebijaksanaan Lalu Lintas pada jaringan Jalan atau ruas Jalantertentu yang meliputi: 1. penetapan rute atau Trayek angkutan penumpang umum; 2. penetapan jaringan lintas atau rute angkutan barang; 3. penetapan sirkulasi Lalu Lintas; 4. penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau Jalan khusus b. penetapan sirkulasi Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 3 dilakukan melalui kegiatan: 1. penetapan Lalu Lintas satu arah dan/ atau dua arah; 2. penetapan pembatasan jenis Kendaraan pada suatu ruas Jalan atau wilayah tertentu; 3. penetapan larangan berhenti dan/ atau parkir tempat-tempat tertentu; 4. penetapan kecepatan Lalu Lintas Kendaraan; 5. pembatasan muatan sumbu terberat bagi ruas-ruas Jalantertentu; 6. pengaturan Lalu Lintas pada persimpangan dan ruas Jalan c. Penetapan kebijakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan atau ruas Jalan tertentu dan sirkulasi Lalu Lintas dinyatakan dalam rambu-rambu Lalu Lintas, marka Jalan dan/ atau APILL serta diumumkan kepada masyarakat. 39 Bagian Keenam Perekayasaan Pasal 127 (1) Kegiatan Perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 huruf c meliputi: a. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/ atau persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna Jalan; b. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan serta perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna Jalan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai macam kegiatan perbaikan geometrik ruas Jalan dan/ atau persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna Jalan diatur dengan Pertaturan Walikota. Pasal 128 (1) Pengadaan dan pemasangan perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) huruf b disusun oleh Dinas untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun (2) Rencana kebutuhan perlengkapan Jalan dan fasilitas pendukung kegiatan LLAJ yang berada di Jalan maupun diluar Badan Jalan dan/ atau fasilitas pendukung penyelenggaraan LLAJ yang dilakukan oleh Badan atau perorangan harus sesuai dengan persyaratan teknis, dan mendapat izin dari Dinas. Pasal 129 (1) Badan, perorangan yang akan memasang fasilitas Lalu Lintas, perlengkapan Jalan, fasilitas pendukung harus memenuhi persyaratan teknis dan mendapat izin dari Dinas. (2) Setiap Badan atau perorangan dilarang menempelkan, memasang sesuatu yang menyerupai menambah atau mengurangi arti, merusak, memindahkan rambu-rambu, marka Jalan dan pemberi isyarat. (3) Badan atau perorangan dapat memasang reklame pada fasilitas, perlengkapan Jalan dan fasilitas pendukung sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan teknis dan peraturan perundangundangan, serta mendapat izin dari Dinas. (4) Setiap Badan atau perorangan, dilarang menyimpan benda-benda dan/atau alat-alat di Jalan yang dapat menimbulkan hambatan, gangguan dan kecelakaan Lalu Lintas kecuali setelah mendapat izin dari Dinas dan/ atau instansi yang berwenang. Bagian Ketujuh Pemberclayaan Pasal 130 (1) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 huruf d meliputi kegiatan: a. arahan; b. bimbingan; c. penyuluhan; d. pelatihan; dan e. bantuan teknis. (2) Kegiatan arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui penetapan pedoman dan tata cara penyelenggaraan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas. 40 (3) Kegiatan bimbingan sebagaimana dima.ksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui pelaksanaan manajemen Lalu Lintas; (4) Kegiatan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan melalui penyuluhan budaya tertib berlalu lintas di Jalan, dan hak-hak masyarakat. (5) Kegiatan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat {1) huruf ddilakukan melalui pelatihan sumber daya manusia. (6) Kegiatan bantuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e (7) dilakukan melalui pengadaan, pemasangan, perbaikan dan/atau pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna Jalan diruas Jalan dan/ atau dipersimpangan Jalan. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 131 (1) Dinas wajib berkoordinasi dan membuat analisis, evaluasi, dan laporan pelaksanaan berdasarkan data dan kinerja. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Dinas kepada Forum LLAJ. BABXII ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS Bagian Kesatu Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas Pasal 132 (1) Setiap Badan Hukum, Badan dan perorangan yang akan membangun, menyelenggarakan dan/ atau memperluas pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ, wajib menyusun Analisa dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas. (2) Analisa dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat {1) disusun dalam bentuk dokumen analisis dampak Lalu Lintas yang sekurangkurangnya memuat: a. gambaran umum lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan; b. perencanaan dan metodologi Analisa dampak lalu lintas; c. analisis bangkitan dan tarikan LLAJ; d. analisis distribusi perjalanan, pemilihan moda dan pembebanan perjalanan; e. simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa adanya pembangunan, pada saat pembangunan, dengan adanya pembangunan dan masa yang akan datang f. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak; g. tanggungjawab Pemerintah Daerah dan pengembang atau pembangun dalam penanganan dampak; dan h. rencana pemantauan dan evaluasi berisi rencana dan program implementasi penanganan dampak pada saat pra konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. (3) Kajian dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang­ kurangnya memuat: 41 . . . a. gambaran umum lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan; b. analisis bangkitan dan tarikan LLAJ; c. analisis distribusi perialanan, pemilihan moda dan pembebanan perjalanan; d. simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa adanya pembangunan, pada saat pembangunan, dengan adanya pembangunan dan masa yang akan datang; e. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak:; f. tanggungjawab Pemerintah Daerah dan pengembang atau pembangun dalam penanganan dampak (4) Analisa dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Lembaga konsultan yang berbadan Hukum dan memiliki tenaga ahli bersertifikasi yang dikeluarkan oleh Menteri yang bertanggungjawab dibidang sarana dan prasarana LLAJ dan ditunjuk oleh pengembang atau pembangun (5) Kajian dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat oleh perorangan. (6) Dokumen hasil Andalalin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau kajian dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Walikota Bagian Kedua Tim Evaluasi Pasal 133 (1) Untuk menetapkan dapat atau tidaknya memberikan persetujuan atas dokumen Analisa dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (4), Walikota membentuk Tim Evaluasi Dokumen Analisa dampak lalu lintas. (2) Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur pembinaan sarana dan prasarana LLAJ, Pembina Jalan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 134 (1) Tugas Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1) adalah: a. melakukan penilaian terhadap dokumen Andalalin atau kajian dampak Lalu Lintas; b. menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan dalam dokumen Andalalin atau kajian dampak Lalu Lintas (2) Hasil Penilaian Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan dapat atau tidaknya Walikota memberikan persetujuan atas dokumen Andalalin atau kajian dampak Lalu Lintas. Bagian Ketiga Tinclak Lanjut Penilaian Pasal 135 (1) Dalam hal basil penilaian Tim Evaluasi menyatakan dokumen Analisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas belum memenuhi persyaratan, Walikota mengembalikan dokumen Analisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas kepada pengembang atau pembangun untuk disempurnakan 42 ' • "f .. "' (2) Dalam hal basil penilaian tim evaluasi menyatakan dokumenAnalisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas telah memenuhi persyaratan, Walikota meminta kepada pengembang atau pembangun untuk membuat dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan semua kewajiban yang tercantum dalam dokumen Analisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas. (3) Surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen Analisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas. (4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terpenuhi sebelum dan selama pusat kegiatan, pemukiman dan/ atauinfrastruktur dioperasionalkan. (5) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipantau oleh Tim Pemantau yang dibentuk oleh Walikota. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tim pemantau sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota Bagian Keempat Persetujuan Pasal 136 (1) Dokumen Analisis dampak lalin atau kajian dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) wajib mendapat persetujuan Walikota bagi Jalan kota. (2) Persetujuan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen Analisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas dinyatakan secara lengkap dan memenuhi persyaratan. (3) Dokumen Analisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB) Bagian Kellina Sanksi Administratif Pasal 137 (1) Setiap pengembang atau pembangun yang melanggar kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pelayanan umum; c. penghentian sementara kegiatan; d. denda administratif e. pembatalan izin; dan/atau f. pencabutan izin Pasal 138 pernyataan (2) dikenai (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kalender 43 . �, (2) Sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan umum dan/ atau penghentian sementara kegiatan selama 30 (tiga puluh) hari dikenakan kepada pengembang atau pembangun yang tidak melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga. (3) Sanksi adminstratif berupa denda sebesar 1 % (satu per seratus) dari nilai kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (4) dikenakan kepada pengembang atau pembangun yang tetap tidak melaksanakan kewajiban setelah berakhimya jangka waktu penghentian sementara pelayanan umum dan/atau penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kalender sejak tanggal pengenaan sanksi denda administratif atau 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak pembayaran denda administratif, pengembang atau pembangunan tidak melaksanakan kewajibannya, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dibatalkan atau dicabut. (5) Ketentuan mengenai ta.ta cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (2} diatur dengan Peraturan Walikota. BABXIII ANGKUTAN Bagian Kesatu Angkutan Orang Paragraf 1 Angkutan Orang Dengan Kenclaraan Bermotor Pasal 139 (1) Untuk mewujudkan penyelenggaraan angkutan orang dengan Kendaraan bermotor yang handal, efisien, dan efektif, Pemerintah Daerah menyusun Sistem Pelayanan Angkutan Orang dengan Kendaraan bermotor secara terpadu. (2) Sistem Pelayanan Angkutan Orang dengan Kendaraan bermotorsebagaimana dimaksud pada ayat (1), diarahkan pada penggunaansarana angkutan massal. Pasal 140 (1) Pelayanan angkutan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139ayat (2) dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang yang terdiri dari: a. angkutan orang dengan Kendaraan angkutan umum dalam trayek; dan b. angkutan orang dengan Kendaraan angkutan umum tidak dalam Trayek. (2) Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan bermotor umum dalam Trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: a. Trayek Antar Kota Antar Provinsi; b. Trayek Antar Kota Dalam Provinsi; c. Trayek Angkutan Kota yang sepenuhnya beroperasi di Wilayah Daerah; d. Trayek Angkutan Kota dan perbatasan di wilayah Daerah yang berbatasan dengan daerah Kabupaten/Kota lainnya. e. Trayek angkutan khusus, terdiri dari: 1. angkutan karyawan; 2. angkutan permukiman; 3. angkutan pemadu moda; dan 4. angkutan antar jemput, 44 . . (3) Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan bemotor umum tidak dalam Trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi; b. angkutan orang dengan tujuan tertentu; c. angkutan orang untuk kepentingan pariwisata; dan d. angkutan orang di kawasan tertentu Pasal 141 (1) Angkutan orang dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (3) huruf a harus digunakan untuk pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan Daerah Kota Palopo. (2) Wilayah operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah maksimal kebutuhan taksi ditetapkan oleh Walikota. Pasal 142 (1) Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (3) huruf b dilarang menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan angkutan orang dalam Trayek. (2) Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan dengan menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 143 (1) Angkutan orang untuk kepentingan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (3) huruf c harus digunakan untuk pelayanan angkutan wisata. (2) Penyelenggaraan angkutan orang untuk kepentingan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus. Paragraf2 Perencanaan Angkutan, Jarlngan Trayek dan Wllayah Operasi Takai Pasal 144 Untuk menyelenggarakan pelayanan angkutan umum dalam Trayek dan pengangkutan dengan menggunakan taksi, Pemerintah Daerah merencanakan dan menetapkan kebutuhan pelayanan angkutan dalam jaringan Trayek dan wilayah operasi Taksi. Pasal 145 (1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 dilakukan berdasarkan basil survey dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. analisis potensi faktor muatan; b. asal dan tujuan perjalanan; c. kondisi Jalan; d. jenis pelayanan dan prototype Kendaraan untuk tiap-tiap jarak dan waktu tempuh; e. perhitungan tarif angkutan; dan f. ketersediaan Terminal. (2) Untuk kepentingan perencanaan, Pemerintah Daerah menyelenggarakan evaluasi pelayanan angkutan secara berkala. 45 , • " t .. ., Pasal 146 (1) Terhadap perencanaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), W alikota: a. memberikan pertimbangan kepada Menteri Perhubungan untuk penetapan jaringan Trayek Antar Kata Antar Provinsi untuk jaringan Trayek di wilayah Daerah kota Palopo; b. memberikan pertimbangan kepada Gubernur untuk penetapan jaringan Trayek dan wilayah operasi Taksi Antar Kata Dalam Provinsi diwilayah Daerah Kata Palopo; c. menetapkan jaringan Trayek dan wilayah operasi Taksi yang sepenuhnya beroperasi di wilayah Kota Palopo; d. melakukan kerjasama transportasi antar daerah yang wilayahnya berbatasan dengan Kata Palopo. (2) Jaringan Trayek dan wilayah operasi taksi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diumumkan kepada masyarakat. (3) Kerjasama transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. perencanaan, penetapan jaringan Trayek dan wilayah operasi taksi di daerah perbatasan dengan Daerah Kata Palopo: b. penetapan pembagian alokasi, pengadaan dan angkutan untuk masingmasing Daerah; c. perencanaan, penetapan Terminal perbatasan; d. penetapan bagi hasil retribusi Terminal perbatasan; dan e. pengawasan bersama di wilayah perbatasan. Pasal 147 (1) Jaringan Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat 2 memuat: a. kode Trayek; b. lintasan pelayanan atau rute yang harus dilayani; c. jumlah armada yang dialokasikan tiap-tiap jaringan Trayek; d. jenis pelayanan, prototype Kendaraan dan warna dasar Kendaraan; e. Terminal asal dan tujuan. (2) Wilayah operasi taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat 2 memuat: a. ruang lingkup wilayah pelayanan; dan b. jumlah armada dan warna dasar Kendaraan. Pasal 148 (1) Pemerintah Daerah mempertimbangkan usulan masyarakat untuk menetapkan jaringan Trayek baru. (2) Untuk keperluan penetapan jaringan Trayek baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan survey dengan memperhatikan jaringan Trayek yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1). Pasal 149 Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144, jaringan Trayek dan wilayah operasi taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikata. 46 \ , Paragraf3 Pengadaan Kendaraan Pasal 150 (1) Setiap jaringan Trayek dan wilayah operasi Taksi yang telah mendapat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) huruf c dilaksanakan realisasi pengisian atau formasi pelayanan angkutan dengan menggunakan Kendaraan yang sesuai dengan peruntukan untuk tiap-tiap jaringan Trayek dan wilayah operasi taksi. (2) Kendaraan yang sesuai dengan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah alokasi, jenis dan prototype wama dasar Kendaraan sebagaimana yang ditetapkan untuk masingmasingjaringan Trayek. (3) Setiap Badan dan/ atau Badan Hukum yang akan mengisi formasi pelayanan angkutan dapat diberikan izin apabila Kendaraan yang digunakan sesuai dengan peruntukannya. Pasal 151 (1) Untuk pengadaan Kendaraan yang sesuai dengan peruntukannya, pembuatan karoseri Kendaraan dilaksanakan oleh bengkel umum konstruksi/bengkel karoseri yang telah mendapat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. (2) Setiap dealer/ agen yang telah mendapat penunjukan pengadaan Kendaraan dilarang membangun/membuat karoseri sendiri, kecuali apabila dealer yang bersangkutan memiliki unit bengkel konstruksi yang telah mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah dan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. (3) Ketentuan lebih lanjut pengadaan Kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota Paragraf4 Perizinan Pasal 152 Setiap Badan dan/atau Badan Hukum yang berusaha di bidang angkutan umum untuk mengangkut orang, wajib melengkapi: a. Izin Usaha Angkutan; b. Izin Trayek; dan c. Izin Operasi. Pasal 153 ( 1) Izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 huruf a adalah izin untuk melakukan usaha di bidang angkutan baik yang dilaksanakan dalam Trayek maupun tidak dalam Trayek, berlaku selama penyelenggara masih melakukan usaha di bidang angkutan. (2) Setiap pemegang izin usaha angkutan wajib: a. merealisasikan kegiatan usaha dan/ atau pengadaan Kendaraanpaling lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya izin usaha; b. melaporkan kegiatan usaha setiap tahun kepada Pemerintah Daerah. 47 t , 'It f • A Pasal 154 (1) Izin Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 huruf b diperuntukan bagi angkutan dalam Trayek. (2) Izin Trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama l(satu) tahun dan do.pat diperpanjang untuk l (satu) tahun berikutnya. ?? (3) Penyelenggara usaha angkutan yang telah memperoleh izin Trayekharus melaporkan operasional Kendaraannya yang tertuang dalam izin Trayek setiap satu tahun sekali kepada Dinas. (4) Sebagai tindak lanjut dari laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Dinas mengeluarkan Kartu Pengawasan. (5) Kartu Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat data Kendaraan dan rute lintasan tertunjuk untuk tiap-tiap Kendaraan yang harus dibawa oleh pengemudi pada saat beroperasi dan diperlihatkan kepada petugas pada waktu dilakukan pemeriksaan. (6) Penerbitan dan perpanjangan izin Trayek dikenakan retribusi. (7) Ketentuan tentang tarif retribusi izin Trayek diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri. Pasal 155 Izin Trayek angkutan dalam Daerah kota Palopo diterbitkan oleh oleh Walikota. Pasal 156 lzin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 huruf c meliputi izin untuk: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi; b. angkutan orang dengan tujuan tertentu; c. angkutan orang untuk kepentingan pariwisata; dan d. angkutan orang di kawasan tertentu. Pasal 157 Izin untuk angkutan tidak dalam Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (1) dikeluarkan oleh walikota untuk taksi dan kawasan tertentu yang wilayah operasionalnya dalam wilayah Daerah Kota Palopo. Pasal 158 (1) Izin Insidentil merupakan izin yang dapat diberikan kepada perusahaan angkutan yang telah memiliki izin Trayek untuk menggunakan Kendaraan bermotor menyimpang dari izin Trayekyang dimiliki. (2) Izin insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk kepentingan: a. menambah kekurangan angkutan pada waktu keadaan tertentu; b. keadaan darurat tertentu seperti bencana alam dan lain-lain. (3) Izin insidentil hanya diberikan untuk satu kali perJalanan pergipulang dan berlaku paling lama 14 (empat betas) hari serta tidak dapat diperpanjang. (4) Izin insidentil untuk rute/Trayek Antar Kota Dalam Provinsi diterbitkan oleh Kepala Dinas. Pasal 159 Perizinan angkutan dinyatakan gugur dan tidak berlaku apabila: a. kegiatan usaha tidak dilaksanakan; b. masa berlaku izin sudah habis dan tidak diperpanjang; c. dilakukan pencabutan atau pembekuan izin yang disebabkan operasi Kendaraan melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, setelah diberi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali; d. dikembalikan oleh pemegang izin. 48 Pasal 160 Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Usaha Angkutan, Izin Trayek dan Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 diatur dengan Peraturan Walikota. ParapafS Peremajaan, Penggantian clan Penghapusan Kendaraan Bermotor Umum Pasal 161 (1) Untuk kesinambungan dan peningkatan pelayanan, kelayakan usaha dan menghindarkan kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kondisi Kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan, Pemerintah Daerah melaksanakan peremajaan Kendaraan bermotor umum. (2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan atas permintaan pemilik Kendaraan dan berdasarkan penilaian teknis oleh Dinas. Pasal 162 (1) Peremajaan Kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat ( 1) dilakukan dengan memperhatikan jumlah armada Kendaraan pengganti harus sama dengan jumlah Kendaraan yang diremajakan. (2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada · ayat (1) clilaksanakan setelah: a. dilakukan penghapusan/pemusnahan Kendaraan bermotor umum apabila kondisinya sudah tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan; atau b. perubahan bentuk dan status Kendaraan bermotor umum dari mobil bus atau mobil penumpang menjadi mobil barang; dan c. penghapusan dokumen atau surat-surat Kendaraan lama. Pasal 163 ( 1) Pemerintah Daerah memerintahkan kepada pemilik kendaraan melakukan penggantian kendaraan umum". (2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila: a. Kendaraan mengalami kecelakaan sehingga tidak memungkinkan lagi dioperasikan dan/ atau karena Kendaraanhilang; atau b. terjadi pengalihan Trayek. Pasal 164 Sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan penyediaan prasarana LLAJ, peremajaan dan penggantian Kendaraan diarahkan pada penggunaan sarana angkutan massal secara bertahap. Pasal 165 Pemerintah Daerah menetapkan penghapusan Kendaraan bermotor umum yang sudah tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalanatas pertimbangan keselamatan. Pasal 166 Ketentuan lebih lanjut mengenai peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1), penggantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (1) dan penghapusan Kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 diatur dengan Peraturan Walikota. 49 'r Paragraf6 Pool Kenclaraan Bermotor Umum Pasal 167 (1) Pengusaha angkutan orang wajib mempunyai fasilitas penyimpanan/pool Kendaraan bermotor umum sesuai dengan jumlah Kendaraan yang dimiliki. (2) Pool sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai: a. tempat istirahat Kendaraan; dan b. tempat pemeliharaan dan perbaikan Kendaraan; (3) Setiap pool harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki kapasitas parkir yang memadai; dan b. tidak menimbulkan kemacetan Lalu Lintas disekitar lokasi pool. (4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan cara menyediakan: a. Jalan masuk-keluar (akses) pool, sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari Jalan; b. Jalan masuk-keluar (akses) pool dengan lebar sekurangkurangnya 5 (lima) meter, sehingga manuver Kendaraan dapat dilakukan dengan mudah; c. fasilitas celukan masuk-keluar Kendaraan, sehingga Kendaraanyang akan masuk-keluar pool mempunyai ruang dan waktu yang cukup untuk melakukan perlambatan/ percepatan; d. lampu kelap-kelip (flashing light) wama kuning pada lokasi sebelum masuk dan setelah keluar pool, apabila volume Kendaraan masuk keluar pool cukup padat. Pasal 168 (1) Pool dapat digunakan sebagai tempat untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang setelah memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan telah mendapatkan izin Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Pool yang digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurangkurangnya harus dilengkapi fasilitas: a. gedung/ruang kantor; b. ruang tunggu penumpang dan/atau pengantar/penjemput; c. tempat untuk ruang parkir Kendaraan penjemput/pengantar selama menunggu keberangkatan/kedatangan; d. tempat ibadah (mushola); e. kamar kecil/ toilet. (3) Dalam pengoperasian pool sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan: a. pool harus terdaftar di instansi pemberi izin dan dilengkapi rekomendasi dari Dinas b. tidak melakukan pungutan atas penggunaan pool terhadap pen um pang; c. tidak mengganggu jadwal perjalanan bus dari Terminal. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan pool sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota Pasal 169 Setiap mobil bus umum yang berangkat dari pool wajib masuk Terminal. so ' • .. f Paragraf7 Agen Jasa Angkutan Pasal 170 (1) Agen jasa angkutan terdiri dari agen penjualan karcis penumpang Kendaraan bermotor umum dan agen jasa angkutan barang. (2) Agen penjualan karcis penumpang Kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa bagian dari perusahaan angkutan atau pihak lain yang telah menjalin kerjasama dengan perusahaan angkutan. (3) Agen jasa angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tempat penerimaan dan pengiriman barang serta agen ekspedisi muatan angkutan barang. Pasal 171 (1) Agen penjualan karcis penumpang Kendaraan bennotor umum hanya berfungsi sebagai tempat penjualan karcis. (2) Agen penjualan karcis penumpang Kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang digunakan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang Pasal 172 (1) Agen jasa angkutan barang, wajib menyediakan tempat penyimpanan dan bongkar muat. (2) Agen jasa angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (l)bertanggung jawab terhadap prosedur penanganan barang selama barang tersebut belum dimuat ke dalam mobil barang. Pasal 173 (1) Pendirian agen jasa angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) wajib mendapat rekomendasi dari Dinas dalam penentuan lokasi, dan mendapat izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan, rekomendasi dan perizinan pendirian agen jasa angkutan diatur denganPeraturan Walikota. Bagian Kedua Angkutan Barang Paragraf 1 Umum Pasal 174 (1) Angkutan barang dengan Kendaraan bennotor dilakukan dengan menggunakan mobil barang, mobil penumpang, mobil bus. (2) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan jumlah barang yang diangkut tidak melebihi daya angkut tipe Kendaraannya. (3) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri: a. angkutan barang umum; b. angkutan bahan berbahaya; c. angkutan barang khusus; d. angkutan peti kemas; dan e. angkutan alat berat. 51 • 'I ... , ii Paragraf2 Angkutan Barang Umum Pasal 175 Pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (3) huruf a harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. melalui kelas Jalan yang diperbolehkan; b. menyediakan tempat memuat dan membongkar barang; dan c. menggunakan mobil barang. Tata Cara Pengangkutan Barang Umum Pasal 176 Untuk memuat dan/ atau membongkar barang umum harus memenuhi ketentuan: a. dilakukan pada tempat-tempat yang tidak mengganggu keamanan, kelancaran dan ketertiban Lalu Lintas; b. pemuatan barang umum dalam ruangan Kendaraanpengangkutannya harus ditutup dengan bahan tidak mudah rusak dan diikat dengan kuat; c. barang umum yang diangkut dengan mobil barang tidak boleh lebih dari 2.000 (dua ribu) mm terhitung dari bagian belakang; d. barang umum yang melampaui bagian belakang mobil barang lebih dari 1.000 (seribu) mm, harus diberi tanda lampu dan pemantul cahaya yang ditempatkan pada ujung muatan. Pasal 177 (1) Pemuatan barang umum dalam ruang mobil barang harus disusun dengan baik sehingga beban terdistribusi secara proposional pada sumbu-sumbu Kendaraan. (2) Distribusi beban muatan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan muatan sumbu terberat untuk masing-masing sumbu, daya dukung Jalan dan Jumlah Berat yang diperbolehkan (JBB). Paragraf4 Angkutan Bahan Berbahaya Pasal 178 (1) Angkutan bahan berbahaya dilakukan dengan menggunakan Kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan serta sesuai dengan peruntukannya. (2) Bahan berbahaya sebagaimana dimak:sud dalam ayat (1) di klasifikasikan se bagai berikut: a. mudah meledak; b. gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau pendinginan tertentu; c. cairan mudah menyala; d. padatan mudah menyala; e. oksidator, peroksida organik; f. racun dan bahan mudah menular; g. barang yang bersifat radio aktif; h. barang yang bersifat korosif; dan i. barang berbahaya lainnya. 52 ., . . ' Pasal 179 Pengangkutan bahan berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. melalui Jalan yang ditetapkan oleh Dinas; b. menyediakan tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar; c. dilayani dengan mobil barang angkutan bahan berbahaya sesuai dengan peruntukannya; d. mempunyai dokumen pengangkutan bahan berbahaya dari instansi yang berwenang; e. memiliki tanda-tanda khusus. Pasal 180 (1) Untuk keselamatan dan keamanan angkutan bahan berbahaya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (1) termasuk yang tingkat berbahayanya tinggi dalam jangkauan luas, penjalaran cepat serta penanganan dan pengamanannya sulit, pengangkutan bahan berbahaya wajib mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Pennohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memuat keterangan sebagai berikut: a. nama, jenis dan jumlah bahan berbahaya yang akan diangkut serta dilengkapi dengan dokumen pengangkutan bahan berbahaya dari instansi yang berwenang; b. tempat pemuatan, lintas yang akan dilalui, tempat pemberhentian, dan tempat pembongkaran; c. identitas dan tanda kualifikasi awak kendaraan; d. waktu dan jadwal pengangkutan; e. jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang akan digunakan untuk mengangkut. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 181 (1) Kendaraan bermotor angkutan bahan berbahaya harus memenuhi persyaratan pokok: a. tanda khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 huruf eharus melekat pada sisi kiri, kanan, depan dan belakang Kendaraan bermotor. b. Melekatkan nama perusahaan pada sisi kiri, kanan dan belakang Badan Kendaraan; c. Identitas pengemudi yang ditempatkan pada dashboard; d. Kotak obat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) lengkap dengan isinya; e. Alat pemadam kebakaran. (2) Selain persyaratan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kendaraan bermotor pengangkut bahan berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1) harus memenuhi persyaratan tambahan: a. radio komunikasi yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi antara pengemudi dengan pusat pengendalian operasi dan / atau sebaliknya; b. sarung tangan, baju pengaman, kaca mata dan masker untuk awak Kendaraan; c. lampu tanda bahaya berwama kuning yang ditempatkan diatas atap ruang pengemudi. 53 1 .. • t .. ParapafS Tata Cara Pengangkutan Bahan Berbahaya Pasal 182 Untuk memuat dan/ atau membongkar bahan berbahaya ke dan dari Kendaraan bermotor pengangkut, harus memenuhi ketentuan: a. mempersiapkan dan memeriksa alat bongkar muat dan peralatan sebelum pelaksanaan muat dan/ atau bongkar bahan berbahaya; b. dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran, dan ketertiban Lalu Lintas dan masyarakat di sekitarnya; c. menghentikan pelaksanaan bongkar dan/ atau muat apabila diketahui ada kemasan atau wadah yang rusak; d. dilakukan pengawasan oleh petugas yang memiliki kualifikasi di bidang bahan berbahaya Pasal 183 Bahan berbahaya yang akan diangkut harus dikemas dalam kemasan atau wadah, diikat dengan kuat dan disusun dengan baik serta beban terdistribusi secara proporsional pada sumbu-sumbu Kendaraan sesuai peraturan perundang-undangan. Paragraf6 Angkutan Barang Khusus Pasal 184 (1) Pengangkutan barang khusus dilakukan dengan menggunakan Kendaraan bermotor sesuai dengan peruntukannya. (2) Barang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan atas: a. barang curah; b. barang cair; c. barang yang memerlukan fasilitas pendinginan; d. tumbuh-tumbuhan dan hewan hidup; Pasal 185 Syarat pengangkutan barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 adalah: a. melalui Jalan yang ditetapkan oleh Dinas; b. menyediakan tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar; c. dilayani dengan mobil barang angkutan barang khusus sesuai dengan peruntukannya; d. mempunyai dokumen pengangkutan barang khusus yang sah dan rekomendasi dari instansi yang berwenang; Pasal 186 Mobil barang pengangkut barang khusus wajib memenuhi persyaratan : a. melekatkan nama perusahaan pada sisi kiri, kanan dan belakang badan Kendaraan; b. identitas pengemudi yang ditempatkan pada dashboard. 54 . . ,, Paragraf 7 Tata Cara Pengangkutan Barang Khusus Pasal 187 Untuk memuat dan/ atau membongkar barang khusus ke dan dari Kendaraan bermotor pengangk:ut, harus memenuhi ketentuan: a. mempersiapkan dan memeriksa alat bongkar muat dan peralatan sebelum pelaksanaan muat dan/ atau bongkar barang khusus; b. dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran, dan ketertiban Lalu Lintas dan masyarakat di sekitarnya; c. pemuatan barang khusus dalam ruang muatan mobil barang harus cliikat dengan k:uat dan disusun dengan baik sehingga beban terdistribusi secara proporsional pada sumbu-sumbu Kendaraan; d. apabila barang khusus yang diangkut melampaui bagian belakang terluar mobil barang, harus diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya dan terpasang pada ujung muatan. Paragraf8 Angkutan Peti Kemas Pasal 188 Pengangkutan peti kemas dilakukan dengan Kendaraan khusus pengangk:ut Peti Kemas. Pasal 189 Pengangkutan peti kemas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. melalui lintas angkutan peti kemas yang telah ditetapkanberdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan; b. menyediakan tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar; c. dilayani oleh rangkaian Kendaraan yang terdiri dari satu Kendaraanbermotor penarik (tractor head) dan satu kereta tempelan; d. pelayanan lambat. Pasal 190 Kendaraan khusus angkutan peti kemas wajib memenuhi persyaratan : a. melekatkan nama perusahaan pada sisi luar kiri dan kanan ruang pengemudi; b. identitas pengemudi yang ditempatkan pada dashboard Paragraf9 Tata Cara Pengangkutan Peti Kemas Pasal 191 Untuk menaikan dan/ atau menurunkan peti kemas harus memenuhi ketentuan: a. menggunakan alat bongkar muat berupa forklif atau crane; b. dilakukan pada tempat-tempat yang ditetapkan oleh dinas dan tidak mengganggu keamanan, kelancaran, ketertiban dan lalu lintas. 55 · Pasal 192 Peti kemas yang diangkut dengan Kendaraan khusus pengangkut peti kemas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 harus diikat dengan menggunakan kunci putar yang khusus diperuntukan untuk mengikat peti kemas pada Kendaraan pengangkutnya. ParagraflO Angkutan Alat Berat Pasal 193 Pengangkutan alat berat dilakukan dengan mobil barang sesuai dengan peruntukannya. Pasal 194 (1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran Lalu Lintas, pengangkut alat berat yang muatan sum bu terberat dan/ atau ukurannya melebihi ketentuan yang ditetapkan, pengangkut alat berat wajib mengajukan permohonan izin kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Dalam permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan paling sedikit mengenai: a. jenis alat berat yang diangkut; b. tempat pemuatan, lintas yang akan dilalui, tempat pemberhentian, dan tempat pembongkaran; c. waktu dan jadwal pengangkutan; d. jumlah dan jenis mobil barang yang digunakan untuk mengangkut. Pasal 195 Pelayanan angkutan alat berat mempunyai ciri-ciri pelayanan sebagai berikut : a. melalui Jalan yang ditetapkan oleh Dinas; b. menyediakan tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar; c. dilayani oleh mobil barang pengangkut alat berat yang sesuai dengan peruntukannya; d. melalui lintas yang ditetapkan oleh Dinas; dan e. pelayanan lambat. Pasal 196 (1) Mobil barang pengangkut alat berat wajib memenuhi persyaratan: a. melekatkan nama perusahaan pada sisi luar kiri dan kanan ruang pengemudi b. identitas pengemudi yang ditempatkan pada dashboard (2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mobil barang pengangkut alat berat harus pula memenuhi persyaratan tambahan berupa lampu tanda bahaya berwama kuning yang ditempatkan diatas atap ruang pengemudi; Paragraf 11 Tata Cara Pengangkutan Alat berat Pasal 197 Untuk menaikkan dan/ atau menurunkan alat berat harus memenuhi ketentuan: 56 ' ., • r � a. mempersiapkan dan memeriksa alat bongkar muat dan peralatan sebelum pelaksanaan muat dan/ atau bongkar alat berat; b. dilakukan pada tempat-tempat yang ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran, dan ketertiban La.lu Lintas dan masyarakat di sekitarnya; c. pemuatan alat berat dalam ruang muatan mobil barang harus diikat dengan kuat dan beban terdistribusi secara proporsional pada sumbu-sumbu Kendaraan; d. apabila alat berat yang diangkut melampaui bagian belakang terluar mobil barang, harus diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya dan terpasang pada ujung muatan. Paragraf 12 Perizlnan Pasal 198 (1) Angkutan barang dengan mobil terdiri dari: a. angkutan barang umum; dan b. angkutan barang khusus (2) Perusahaan angkutan barang dengan mobil barang umum dan barang khusus dapat diselenggarakan oleh: a. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; b. Badan usaha swasta ; c. Koperasi; d. Perorangan warga negara Indonesia. Pasal 199 (1) Untuk melakukan usaha angkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat (1) huruf a wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan. (2) Untuk memperoleh izin penyelenggaraan angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi persyaratan: a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); b. memiliki akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang berbentuk Badan Hukum, identitas diri bagi pemohon perorangan; c. memiliki surat keterangan domisili perusahaan; d. persyaratan kesanggupan untuk memiliki dan/ atau mengelola 5 (lima) Kendaraan bermotor; e. pemyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas penyimpanan Kendaraan/pool. (3) Izin penyelenggaraan angkutan barang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk dan berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. (4) Izin penyelenggaraan angkutan barang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpisah dari perizinan pokok perusahaan yang bersangkutan. (5) Izin penyelenggaraan angkutan barang umum dilengkapi dengan kartu pengawasan untuk masing-masing Kendaraan. (6) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (7) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan pemberian izin dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota 57 Pasal 200 Dalam melaksanakan kegiatan penyelenggaraan angkutan barang wajib dilengkapi: a. surat perjanjian pengangkutan; b. surat muatan barang. Bagian Ketiga Bongkar muat Pasal 201 (1) Dinas melaksanakan pengaturan, pengawasan dan pengendalian bongkar muat barang. (2) Pengaturan, pengawasan dan pengendalian kegiatan bongkar muat angkutan barang, dapat dilakukan pada tempat-tempat yang ditetapkan peruntukannya. (3) Tempat-tempat yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a. ruas-ruas Jalan yang ditetapkan sebagai lokasi bongkar muat barang; b. Iokasi perdagangan dan industri serta pergudangan; c. halaman atau fasilitas yang disediakan oleh pemilik barang secara khusus; d. lokasi proyek yang menggunakan Jalan di Daerah; dan e. Terminal barang. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan, pengawasan, dan pengendalian bongkar muat barang sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Keempat Kendaraan Tldak Bermotor Pasal 202 (1) Pengangkutan orang dan barang di Jalan dapat diselenggarakan dengan menggunakan Kendaraan tidak bermotor. (2) Kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah becak. Pasal 203 (1) Setiap Kendaraan tidak bermotor yang dioperasikan di .Jalan, wajib didaftarkan ke Dinas. (2) Kendaraan yang telah didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas wajib menerbitkan Surat Tanda Nomor Kendaraan Tidak Bermotor dan Nomor Kendaraan Tidak Bermotor tanpa dipungut biaya ? Pasal204 Setiap pengemudi Kendaraan tidak bermotor wajib memiliki Kartu Tanda Kecakapan Mengemudi Kendaraan Tidak Bermotor yang dikeluarkan oleh Dinas. 58 <r ... .. ' ,. Bagian Kelhna Sauksi Administratif Pasal 205 (1) Pengusaha angkutan orang yang melanggar Pasal 167 ayat (1) atau Pasal 168 ayat (3) huruf a dan Pasal 168 ayat (3) huruf b dikenai sanksi administratif. (2) Penyelenggara Agen Jasa angkutan yang menggunakan tempat keagenan melanggar Pasal 170 ayat (2) atau Pasal 171 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (3) Penyelenggara angkutan barang yang melanggar Pasal 177, Pasal 178, Pasal 179 atau Pasal 181 atau ( 1) huruf a, 181 atau ( 1) huruf b, 181 atau ( 1) huruf c, atau Pasal 181 ayat (2) huruf a, Pasal 181ayat (2) huruf b, Pasal 181 ayat (2) huruf c, Pasal 183, Pasal 185, Pasal 186, Pasal 188 huruf a, Pasal 188 huruf b, Pasal 189, Pasal 191, Pasal 192, Pasal 199 atau Pasal 202 dikenai sanksi administratif. (4) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; c. penghentian sementara kegiatan; dan/ atau d. pencabutan izin. Pasal 206 (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (4) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kalender (2) Sanksi administratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (4) huruf b dikenakan paling sedikitRp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) setelah tenggang waktu peringatan tertulis berakhir (3) Sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan selama 30 (tiga puluh) hari dikenakan kepada pengusaha angkutan orang, Penyelenggara Agen jasa angkutan atau Penyelenggara Angkutan Barang yang tidak melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga. (4) Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kalender sejak tanggal pengenaan sanksi administratif penghentian sementara, tetap tidak melaksanakan kewajibannya, Izin usaha angkutan umum dicabut. (5) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (4) diatur dengan Peraturan Walikota. (6) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota 59 .,_ .. ' BABXIV PERPARKIRAN Bagian Kesatu Penyelenggaraan Tempat Parkir Pasal 207 (1) Tempat parkir dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Badan, perorangan (2) Tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tempat parkir tepi Jalan umum b. tempat khusus parkir (3) Tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (4) Tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/ atau Badan, perorangan Bagian Kedua Penetapan Lokasi dan Pembangunan Fasilitas Parkir Pasal 208 Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan: a. rencana tata ruang wilayah; b. analisis dampak Lalu Lintas; dan c. kemudahan bagi Pengguna Jasa. Bagian. Ketiga Parldr Di Tepi Jalan Umum Pasal 209 (1) Fasilitas Parkir di Tepi Jalan Umum dapat diselenggarakan di tempat tertentu atau Jalan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/ atau Marka Jalan. (2) Fasilitas parkir di Tepi Jalan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bagi menjadi zona-zona parkir yang ditetapkan berdasarkan kepadatan (3) Lalu Lintas dan permintaan akan kebutuhan parkir setempat. (4) Zona Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikategorikan menjadi: a. ZonaA; b. Zona B; c. Zona C; d. Zona D; dan e. Zona E. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai zona parkir sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 210 (1) Parkir Kendaraan bermotor di tepi Jalan umum diatur secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas. (2) Pada ruas Jalan tertentu parkir Kendaraan bermotor ditepi Jalanumum hanya dapat dilakukan pada 1 (satu) sisi. (3) Penetapan sudut parkir Kendaraan dan ruas Jalan tertentu dilaksanakansesuai basil manajemen dan rekayasa Lalu Lintas. 60 Pasal 211 (1) Untuk mewujudkan ketertiban dan kelancaran Lalu Lintasditetapkan jenis Kendaraan dengan Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) yang dilarang parkir di tepi Jalan umum (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Keempat Parldr Di Tempat Khusus Parldr Pasal 212 ( 1) Tempat khusus parkir dapat berupa: a. Pelataran parkir; b. Taman parkir; dan c. Gedung parkir; (2) Tempat khusus parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sirkulasi dan posisi parkir Kendaraan yang dinyatakan dengan rambu Lalu Lintas atau marka Jalan, dan diberi tanda berupa huruf atau angka yang memberikan kemudahan bagi pengguna jasa untuk menemukan Kendaraannya. (3) Pelataran parkir dan taman parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus memiliki batas-batas tertentu (4) Gedung parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus memenuhi persyaratan konstruksi sesuai peraturan perundangundangan Bagian Kelima Pengelolaan Parldr Pasal 213 (1) Pengelolaan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir milik Pemerintah Daerah dikelola oleh Pemerintah Daerah dan dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga melalui pelelangan danatau penunjukan. (2) Pengelolaan Parkir yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan denganketentuan sebagai berikut: a. lingkup pekerjaan adalah penataan, penertiban, pembantu keamanan dan penarikan retribusi; b. menyerahkan uang jaminan minimal 40% (empat puluh per seratus) dari nilai harga lelang yang dimenangkan sebelum Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) diberikan; c. menyerahkan uang jaminan penunjukan sebesar 2 (dua) bulan dibayar dimuka sebelum izin diterbitkan; d. pelelangan/penunjukan pihak lain dilakukan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk; e. pekerjaan dimulai setiap 1 Januari sampai dengan 31 Desembertahun berjalan, kecuali dalam keadaan tertentu. Pasal 214 (1) Dalam pengelolaan parkir, pihak ketiga mempekerjakan petugas parkir setelah mendapatkan kartu tanda anggota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ta.ta cara kerjasama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (1) dan penerbitan kartu tanda anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota 61 1 .. .... Pasal 215 . Potensi pendapatan parkir didasarkan pada basil survey yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dan atau pengelola parkir. Paaal 216 Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (1) setelah memenuhi persyaratan kerjasama diberi izin dan hak sebagai pengelola parkir. Pasal 217 (1) Pengelolaan Parkir di tempat khusus parkir milik swasta dapat dilaksanakan setelah mendapat izin Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan setelah memenuhi syarat administrasi dan teknis. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizman, syarat-syarat administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta penyelenggaraan dan pengelolaan parkir diatur dengan Peraturan Walikota. Bagian Keenam Bak Dan KewaJiban Pengelola Parkir, Petugas Parkir Dan Pengguna Jasa Parldr di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir Paragraf 1 Bak Pengelola, Petugas Parldr dan Pengguna Jasa Parldr Paaal 218 Pengelola parkir mempunyai hak sebagai berikut: a. mengelola tempat lahan parkir yang ditetapkan; b. memperoleh basil pungutan retribusi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; c. mendapat perlindungan keamanan dari Pemerintah Daerah dari kegiatan parkir ilegal/ tidak resmi; dan d. mendapat jaminan kepastian dalam mengelola lahan parkir Pasal 219 Petugas Parkir mempunyai hak: a. memperoleh penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b. memungut Retribusi Parkir sesuai ketentuan Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah; dan c. mendapatjaminan sosial dan hak-hak lainnya dari pengelola parkir. Pasal 220 Pengguna Jasa Parkir mempunyai hak: a. memperoleh bukti pembayaran retribusi parkir; b. mendapat pelayanan yang baik dari petugas parkir; c. mendapat jaminan keamanan. 62 Paragraf2 Kewajiban Pengelola, Petugas Parkir dan Pengguna Jasa Parkir Pasa1221 Dalam melakukan usahanya Pengelola Parkir mempunyai kewajiban: a. menjaga keamanan, ketertiban, keindahan dan kelancaran Lalu Lintas di kawasan lokasi parkir yang dikelola; b. menyerahkan basil pungutan retribusi kepada Walikota melalui Dinas sesuai kontrak/ ketetapan retribusi; c. memungut tarif retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah; d. membina dan mempekerjakan petugas parkir yang cakap, jujur dan terampil; e. mematuhi dan melaksanakan hubungan Perburuhan/Ketenagakerjaan sesuai dengan Peraturan Perundangan-undangan di bidang ketenagakerjaan; f. memberikan jaminan sosial dan hak-hak lainnya, kepada Petugas Parkir; dan Pasa1222 (1) Petugas Parkir mempunyai kewajiban: a. melaksanakan tugas yang ditetapkan pengelola yang telah disahkan oleh Dinas; b. menyerahkan bukti retribusi parkir kepada pengguna jasa parkir; c. menyerahkan basil pemungutan retribusi parkir kepada pengelola; d. kartu memakai seragam parkir, beserta kelengkapan yang telah ditetapkan, dan tanda anggota; e. memberikan pelayanan kepada Pengguna Jasa Parkir dengan baik; f. menata dengan tertib Kendaraan yang diparkir sesuai dengan pola parkir yang ditetapkan; g. memberikan jaminan keamanan; h. memberikan ganti rugi atas kehilangan Kendaraan termasuk kelengkapannya dan/ atau kerusakan yang dialami karena kesengajaan atau kealpaan; i. mematuhi ketentuan tarif retribusi parkir yang berlaku; dan j. menjaga kebersihan, keindahan dan kenyamanan lingkungan parkir. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai seragam parkir beserta kelengkapannya dan kartu tanda anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Walikota Pasal 223 Pengguna Jasa Parkir mempunyai kewajiban: a. menempatkan Kendaraan di tempat yang sesuai dengan peruntukannya; b. mematuhi semua tanda-tanda parkir dan/ atau petunjuk yang ada; c. meminta karcis parkir pada saat parkir; dan d. menunjukkan dan membayar retribusi parkir kepada petugas parkir pada saat akan meninggalkan tempat parkir. Pasal 224 Selain pengelola parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216 dan/atau petugas parkir yang dipekerjakan oleh pengelola parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 ayat (1), dilarang melakukan kegiatan di bidang parkir. 63 • I t Bagian Ketujuh Sanksi Administratif Pasal 225 (1) Pengelola parkir yang melanggar Pasal 221 huruf d, Pasal 221 huruf f atau petugas parkir yang melanggar Pasal 222 huruf d, Pasal 222huruf e dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l} berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pencabutan Kartu Tanda Anggota; dan/ atau c. Pencabutan izin Pasal 226 (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu 10 (sepuluh) hari kalender terhadap pelanggaran Pasal 221 huruf d, Pasal 221 huruf f, Pasal 222 huruf d, Pasal 222 huruf f. (2) Sanksi administratif berupa pencabutan Kartu Tanda Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (2) huruf b dikenakan kepada Petugas Parkir yang tetap tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 222 huruf d, Pasal 222 huruf fsetelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga. (3) Sanksi administratif berupa pencabutan izin pengelolaan parkir dikenakan kepada pengelola parkir yang tetap tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 221 setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga. (4) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XV PEMINDAHAN KENDARAAN Pasal 227 (1) Untuk melakukan penertiban dan memberikan kenyamanan bagi pengguna Jalan, Dinas dapat melakukan pemindahan Kendaraan bermotor. (2) Pemindahan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan: a. atas permintaan pemilik dan/ atau pengguna Kendaraan; atau b. atas pelanggaran parkir yang dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna Kendaraan. Pasal 228 (1) Pemindahan Kendaraan bermotor atas permintaan pemilik dan/atau pengguna Kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 ayat (1) dilakukan dalam hal Kendaraan yang rusak dan/ atau mogok. (2) Pemindahan Kendaraan bermotor atas pelanggaran oleh pemilik dan/ atau pengguna Kendaraan dilakukan dalam hal sebagai berikut: 64 .. ":" . a. kendaraan yang parkir pada tempat yang dilarang, yang dinyatakan dengan rambu-rambu Lalu Lintas; b. kendaraan yang ditempatkan di Jalan sehingga mengganggu fungsi dan manfaat Jalan; c. kendaraan yang ditinggalkan oleh pemilik dan/ atau penggunakendaraan di Jalan selama 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empatjam); atau d. menggunakan ruang milik Jalan lebih dari 2 {dua) jam tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan (3) Pemindahan terhadap Kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Dinas Pasal 229 (1) Pemindahan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 ayat (1) dilakukan dengan cara: a. penggembokan pada roda Kendaraan; b. diderek dengan mobil derek sesuai dengan peruntukannya; c. disimpan di areal penyimpanan Kendaraan bermotor; (2) Kendaraan bermotor yang dipindahkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 ayat (1) dijamin keamanannya, dan diadministrasi dengan tertib (3) Pengambilan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menunjukan bukti-bukti kepemilikan Kendaraan bermotor, dan membayar penggantian biaya pemindahan kendaraan; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penderekan, penyimpanan, dan penentuan biaya pemindahan Kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan penjaminan keamanan dan pengadministrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta pengambilan Kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XVI PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAlf DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LLAJ Pasal 230 ( 1) Pemeriksaan dan Penindakan terhadap pelanggaran penyelenggaraan LLAJ dilakukan untuk mewujudkan: a. keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran dalam penyelenggaraan LLAJ; b. kepatuhan dan budaya keamanan serta keselamatan dalam berlalu lintas. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap: a. kelengkapan dokumen perizinan dan kelengkapan Kendaraan bermotor angkutan umum; b. persyaratan teknis dan laik Jalan Kendaraan bermotor angkutan umum; dan c. ketertiban parkir dan ketertiban Terminal. (3) Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilalrukan terhadap: a. pelanggaran terhadap persyaratan teknis dan laik Jalan; b. pelanggaran terhadap ambang batas emisi gas buang Kendaraanbermotor; c. pelanggaran terhadap ketentuan perizinan di bidang LLAJ; d. pelanggaran terhadap kelebihan muatan; dan e. pelanggaran terhadap operasional LLAJ lainnya 65 . , Pasal 231 (1) Pemeriksaan dan penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 230 ayat (2) dan ayat (3) dilakukan di ruas-ruas Jalan, Terminaldan/ atau tempattempat lain yang ditetapkan oleh Dinas. (2) Pemeriksaan dan penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pemeriksa, PPNSD berkoordinasi dengan Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pemeriksaan dan penindakan penyelenggaraan LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota BABXVII SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG PERHUBUNGAN Bagian Kesatu Sumberclaya Manusia Pasal232 (1) Sumber daya manusia di bidang perhubungan, meliputi: a. sumber daya manusia di bidang LLAJ; b. sumber daya manusia di bidang multimoda transportasi. (2) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup sumber daya manusia yang menjalankan fungsi sebagai regulator, penyedia jasa transportasi, dan tenaga kerja di bidang transportasi. Pasal 233 (1) Sumber daya manusia di bidang lalu lintas dan angkutan Jalansebagaimana dimaksud dalam Pasal 232 ayat (1) huruf a, meliputi sumber daya manusia yang mempunyai keahlian di bidang: a. Lalu Lintas Jalan; b. angkutan umum; c. Kendaraan; d. prasarana Lalu Lintas Jalan; dan e. keselamatan La.lu Lintas Jalan. (2) Sumber daya manusia di bidang multimoda transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 232 ayat (1) huruf c, meliputi sumber daya manusia yang mempunyai keahlian di bidang LLAJ. Bagian Kedua Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Pasal 234 (1) Perencanaan sumber daya manusia di bidang perhubungan ditetapkan oleh W alikota. (2) Penelitian dan pengembangan sumber daya manusia di bidang perhubungan dilakukan Walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, penelitian dan pengembangandi bidang perhubungan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat {2} diatur dengan Peraturan Walikota. 66 - .. � ·,. ,' t BABXVID KERJASAMA Pasal 235 (1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam penyelenggaraan perhubungan di Daerah Kota Palopo. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai kerjasama. BABXIX PERAR SERTA MASYARAKAT Pasal 236 (1) Masyarakat berhak berperan serta dalam penyelenggaraan perhubungan di Daerah. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. pemantauan dan penjagaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ; b. masukan kepada instansi pembina dan penyelenggara LLAJ dalam penyempumaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang LLAJ; c. pendapat dan pertimbangan kepada instansi pembina dan penyelenggara LLAJ terhadap kegiatan penyelenggaraan LLAJyang menimbulkan dampak lingkungan; dan/ atau d. dukungan terhadap penyelenggaraan LLAJ. (3) Pemerintah Daerah mempertimbangkan dan dapat menindaklanjuti masukan, pendapat, dan/ atau dukungan yang disampaikan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 237 Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 dapat dilakukan secara perseorangan, kelompok, organisasi profesi, Badan usaha, atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan. Pasal 238 Masyarakat wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana dan prasarana Jalan, pengembangan disiplin dan etika berlalu lintas, dan berpartisipasi dalam pemeliharaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ. BAB XX PENYELENGGARAAR SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI Pasal 239 (1) Untuk mendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ diselenggarakan Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu. (2) Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk kegiatan perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan serta operasional LLAJ yang meliputi: a. bidang Terminal; b. bidang perparkiran; c. bidang pengujian Kendaraan Bermotor; d. bidang sarana dan prasarana LLAJ; dan e. bidang operasional manajemen dan rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas. 67 (3) Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan dilaksanakan oleh Dinas. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota. Pasal 240 (1) Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 ayat (3) merupakan subsistem dalam Sistem Informasi dan Komunikasi LLAJ Nasional. (2) Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikendalikan oleh pusat kendali Dinas yang mengintegrasikan data, informasi, dan komunikasi dari setiap bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 ayat (2) (3) Data, inform.asi, dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat diakses oleh masyarakat. BABXXI FORUMLLAJ Pasal 241 (1) Forum LLAJ berfungsi sebagai wahana untuk mensinergikan tugas pokok dan fungsi setiap penyelenggara LLAJ dalam penyelenggaraanLLAJ. (2) Forum LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diselenggarakan dalam rangka koordinasi antar instansi penyelenggara LLAJ Pasal 242 (1) Keanggotaan Forum LLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241ayat (1) terdiri atas Walikota, Kapolres, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau Badan Usaha Milik Daerah {BUMD) yang bergerak. di bidang LLAJ. (2) Dalam pelaksanaan pembahasan Forum LLAJ, Walikota mengikutsertakan SKPD terkait (3) Dalam pelaksanaan pembahasan Forum LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemrakarsa pelaksana pembahasan dapat menunjuk asosiasi perusahaan angkutan, perwakilan perguruan tinggi, tenaga ahli di bidang LLAJ, lembaga swadaya masyarakat yang aktifitasnya di bidang Lalu Lintas, pemerhati Lalu Lintassebagai anggota tambahan berdasarkan permasalahan yang dibahas Pasal 243 (1) Pelaksanaan forum LLAJ memperoleh dukungan administrasi dari Sekretaris Daerah (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemrakarsa pelaksana pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (3) dan dukungan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota 68 . ' I ( I � ... BABXXII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 244 (1) Untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan perhubungan di Daerah, serta untuk mendukung kelancaran dan ketertiban operasional transportasi, Dinas melakukan pengawasan dan pengendalian. (2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan, pemberian arahan, penjagaan dan pengaturan arus LLAJ, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XXIII PENYIDIKAN Pasal 245 (1) PPNS/ASN di bidang perhubungan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perhubungan. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik Jalan Kendaraan Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus; b. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang dan/ atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum; c. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan dan/ atau dimensi Kendaraan Bermotor di tempat penimbangan yang dipasang secara tetap; d. melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan; e. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan Angkutan Umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik Jalan, pengujian Kendaraan Bermotor, dan perizinan; dan/atau f. melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/ atau surat izin penyelenggaraan angkutan umum atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dengan membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan. (3) Pelaksanaan penyidikan oleh PPNS/ASN dilakukan di Terminal dan/atau tempat yang ditentukan sesuai dengan perundang-undangan. (4) Dalam hal tindak pidana pelanggaran di bidang perhubungan terjadi di Jalan, PPNS/ ASN wajib berkoordinasi dengan dan harus didampingi oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. BABXXIV KETENTUAN PIDANA Pasal 246 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 17, Pasal 20 ayat (1), Pasal 2 1, Pasal 48 ayat (1), Pasal 96 huruf b, Pasal 96 huruf c, Pasal 111 ayat ( 1), Pasal 182, 184 ayat (1), Pasal 186,187,189190, Pasal 204, Pasal 224 dipidana dengan pidana kurungan. 69 ' . "' . � (2) Setiap orang yang melanggar Pasal 13 ayat (2), Pasal 91 ayat (1), Pasal 97 huruf b, Pasal 97 huruf c, Pasal 97 huruf d, Pasal 97 huruf e, Pasal 97 huruf f, Pasal 100, Pasal 129 ayat (2), Pasal 129 ayat (4), Pasal 132 ayat (1), Pasal 152, dipidana dengan pidana kurungan. (3) Pidana kurungan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran. BABXXV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 247 (1) Peraturan Walikota yang mengatur sebelumnya tentang Pengelolaan dan atau penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kata Palopo tetap dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini; BABXXVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 248 Peraturan Walikota sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak PeraturanDaerah ini diundangkan. Pasal 249 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kata Palopo.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Daerah (PERDA) Kota Palopo Nomor 01 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
T.E.U.
Indonesia, Kota Palopo
Nomor
01
Bentuk
Peraturan Daerah (PERDA)
Bentuk Singkat
PERDA
Tahun
2017
Tempat Penetapan
Palopo
Tanggal Penetapan
30 Januari 2017
Tanggal Pengundangan
30 Januari 2017
Tanggal Berlaku
30 Januari 2017
Sumber
LD.2017/No.01
Subjek
LALU LINTAS, JALAN
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kota Palopo
Bidang
Halaman ini telah diakses 645 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan