Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 13 Tahun 2017

Pembinaan Jiwa Korps, Kode Etik dan Budaya Kerja Pegawai Negeri Sipil

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS, KODE ETIK DAN BUDAYA KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Utara. 2. Pemerintah Daerah adaJah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adaJah Bupati Luwu Utara. 4. Pejabat yang berwenang adalah Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk. 5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 6. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Pejabat yang mempunyai pengangkatan, wewenang melaksanakan proses pemindahan, dan pemberhentian pegawai sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. 7. Pegawai Negeri Sipil adalal Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Aparatur Sipil Negara. 8. Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil adalah rasa Kesatuan dan persatuan, kebersamaan,kerja sama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativit.as, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republikindonesia. 9. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari hari. 10. Budaya Kerja Pegawai Negeri Sipil adalah Falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan pendorong yang dibudayakan dalam Pemerintah Daerah. 11. Majelis Kode Etik yang selanjutnya disebut Majelis adalah Tim yang bersifat ad hoc yang dibentuk di Lingk:ungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara yang bertugas melaksanakan penegakkan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil 12. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan tulisan at.au perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps, kode etik dan budaya kerja. 13. Terlapor adalah Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. 14. Pelapor adalah seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan harus memberitahukan kepada pejabat yang berwenang tentang telah at.au sedang adanya peristiwa pelanggaran kode etik. 15. Pengadu adalah seorang yang memberitahukan disertai permintaan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak pegawai yang telah melakukan pelanggaran kode etik. 16. Saksi adalah seorang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan pemeriksaan tentang suatu pelanggaran kode etik yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. 17. Laporan adalah penyampaian secara tertulis kepada pejabat yang berwenang tentang sedang dan/atau telah terjadi pelanggaran 18. Pengaduan adalah pemberitahuan secara lisan dan tertulis yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan pemeriksaanterhadap pegawai yang diduga telah melakukan pelanggaran kode etik. 19. Perlindungan administrasi adalah perlindungan terhadap sanksi administrasi. BAB II PEMBINAAN JIWA KORPS PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 2 Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 3 Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk: a. membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil; b. mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, dan abdi masyarakat; dan c. menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 4 Ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil mencakup: a. peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas Pegawai Negeri Sipil; b. partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah Daerah yang terkait dengan Pegawai Negeri Sipil; c. peningkatan kerja sama antara Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningingkatkan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil; dan d. perlindungan terhadap hak- hak sipil atau kepentingan Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Pasal 5 Untuk mewujudkan pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dan menjunjung tinggi kehormatan serta keteladanan sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup sehari-hari, dibutuhkan Kode Etik dan Budaya Kerja sebagai landasan. BAB III NILAI-NILAI DASAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 6 Nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi: a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945; c. d. e. f. '- - g. h. 1. semangat nasionalisme; mengutarnakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; ketaatan terhadap hulrum dan peraturan perundang• undangan; penghormatan terhadap hak. asasi manusia; tidak dislaiminatif; profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; dan semangat jiwa korps. BAB IV KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 7 (1) Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada Kode etik. (2) Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. etika terhadap diri sendiri; b. etika terhadap sesama Pegawai; ,.- \ � • � � c. etika dalam berorganisasi; d. etika dalam bermasyarakat; dan e. etika dalam bernegara. Pasal 8 Etika terhadap diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a diwujudkan dalam bentuk: a. menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-masing; b. bersikap santun dan rendah hati dalam perilaku sehari• hari; c. proaktif dalam memperluas wawasan dan mengembangkan kemampuan diri sendiri; d. menolak pemberian dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi; e. menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran dalam setiap perbuatan; dan f. berpenampilan rapi dan sopan. Pasal 9 Etika terhadap sesama Pegawai sebagamana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b diwujudkan dalam bentuk: a. saling menghormati sesama pegawai yang memeluk kepercayaan yang berbeda; b. menjalin kerja sama yang baik dan sinergis dengan pimpinan dan/atau bawahan serta sesama pegawai; c. menjunjung tinggi keberadaan Korps Pegawai Negeri (KORPRI) sebagai wadah pemersatu pegawai; d. tanggap, peduli, dan saling tolong menolong tanpa pamrih terhadap sesama pegawai; e. menghargai pendapat orang lain dan bersikap terbuka terhadap kritik dalam pelaksanaan tugas dan fungsi; dan f. menghargai basil karya sesama pegawai. Pasal 10 Etika dalam berorganisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c diwujudkan dalam bentuk: a. mematuhi standar operasional prosedur kerja; b. bekerja inovatif dan visioner; c. memberikan pelayanan prima kepada setiap pelanggan; d. menghormati dan menghargai sesama Pegawai dan orang lain dalam bekerja sama; dan . .., r e. memberikan penghargaan kepada Pegawai yang berprestasi. Pasal 11 Etika dalam bermasyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d diwujudkan dalam bentuk: a. menghormati agama, kepercayaan, budaya dan adat istiadat orang lain; bergaya b. hidup wajar dan toleran terhadap orang lain dan lingkungan; c. mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan masalah di lingkungan masyarakat; d. tidak melakukan tindakan anarkis dan provokatif yang dapat meresahkan dan mengganggu kehannonisan masyarakat; · e. menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan sekitar; f. berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan; dan g. membudayakan sikap tolong menolong dan bergotong royong di lingkungan masyarakat. Pasal 12 Etika dalam bemegara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e diwujudkan dalam bentuk: a. mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara konsisten dan konsekuen; b. menghormati lambang dan simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan; d. menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa dan Negara; e. memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia; f. menggunakan keuangan Negara dan barang milik negara sesuai ketentuan peraturan perundang• undangan; g. mematuhi dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; h. berperan aktif dalam menyukseskan pembangunan nasional; i. memegang teguh rahasia negara; j. menjaga dan melestarikan warisan budaya bangsa; k. menggunakan sumber daya alam secara arif dan bertanggungjawab; dan 1. menjaga dan menggunakan fasilitas umum dengan baik sesuai peruntukannya. Pasal 13 Pegawai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi wajib mematuhi dan berpedoman pada unsur-unsur Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 12. BABV PENEGAKAN KODE ETIK Bagian Kesatu Sanksi dan Tindakan Administrasi Pasal 14 (1) Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi moral. (2) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) dibuat secara tertulis dan/atau ditetapkan dengan keputusan Bupati. (3) Penetapan Sanksi Moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan rekomendasi dari Keputusan Sidang Majelis Kode Etik. Pasal 15 ( 1) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berupa: a. pemyataan secara tertutup; atau b. pemyataan secara terbuka. (2) Dalam Pemberian sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. (3) Pemyataan secara tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam pertemuan tertutup yang dihadiri oleh pejabat yang berwenang, atasan langsung terlapor dan terlapor. (4) Dalam Pemberian Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati dapat mendelegasikan wewenangnya kepada Pimpinan Instansi/ SKPD. .. "--. Pasal 16 (1) Pegawai Negeri Sipil yang melalrukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), dapat dikenakan tindakan administrative. (2) Tindakan Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diperiksa oleh Majelis Kode Etik ternyata merupakan pelanggaran Disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang• undangan. (3) Majelis Kode Etik Wajib menyampaikan rekomendasi pelanggaran Disiplin kepada Pejabat yang berwenang paling lama 5 (lima) hari kerja setelah penetapan. Bagian Kedua Tata Cara Penegakan Kode Etik Pasal 17 (1) Untuk Penegakan kode etik di linglrungan Pemerintah Daerah dibentuk Majelis Kode Etik. (2) Pembentukan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 18 (1) Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 terdiri dari: a. 1 (satu) orang Ketua ex oficio Sekretaris Daerah merangkap Anggota; b. 1 (Satu) orang Wakil Ketua merangkap anggota; c. 1 (satu) orang Sekretaris ex oficio kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia merangkap Anggota; dan d. sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Anggota. (2) Dalam hal Anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka jumlahnya harus ganjil. (3) Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena disangka melanggar kode etik. Pasal 19 Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 mempunyai tugas: a. melakukan persidangan dan menetapkan jenis pelanggaran Kode Etik; b. membuat rekomendasi peberian sanksi moral dan tindakan administratif; dan c. menyampaikan keputusan sidang majelis kepada pejabat yang berwenang. Pasal 20 Majelis dalam melaksanakan tugas berwenang untuk: a. memanggil pegawai untuk didengar keterangannya sebagai terlapor; b. menghadirkan saksi untuk didengar keterangannya guna kepentingan pemeriksaan; c. mengajukan pemeriksaan secara langsung kepada terlapor, pelapor/pengadu dan/atau saksi mengenai sesuatu yang diperlukan dan berkaitan dengan pelanggaranyang dilakukan oleh terlapor; d. memutuskan/menetapkan terlapor terbukti atau tidak terbukti melakukan pelanggaran; e. memutuskan/menetapkan sanksi jika terlapor terbukti melakukan pelanggaran kode etik; dan f. merekomendasikan sanksi moral dan tindakan administrasi. Pasal 21 (1) Ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a berkewajiban: a. melaksanakan koordinasi dengan anggota majelis untuk mepersiapkan pelaksanaan sidang dengan mempelajari dan meneliti berkas laporan/ pengaduan pelanggaran kode etik; b. menentukan jadwal sidang; c. menentukan saksi-saksi yang perlu didengar keterangannya; d. memimpin jalannya sidang; e. menjelaskan alasan dan tujuan persidangan; f. mempertimbangkan saran, pendapat baik dari anggota majelis maupun saksi untuk merumuskan putusan sidang; g. menandatangani putusan sidang; h. membacakan putusan sidang; dan i. menandatangani putusan sidang. \ • (2) Wakil Ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b berkewajiban: a. membantu kelancaran pelaksanaan tugas Ketua Majelis; b. memirnpin sidang apabila Ketua Majelis berhalangan; c. mengkoordinasikan kegiatan dengan Sekretaris Majelis; dan d. menandatangani berita acara sidang. (3) Sekretaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c berkewajiban: a. menyiapkan administrasi keperluan sidang; b. membuat dan mengirimkan surat panggilan kepada terlapor, pelapor/pengadu dan/atau saksi yang diperlukan; c. menyusun berita acara sidang; d. menyiapkan konsep keputusan sidang; e. menyampaikan surat keputusan sidang kepada terlapor; f. membuat dan mengirimkan laporan basil sidang kepada atasan terlapor; dan g. menandatangani berita acara sidang. (4) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d berkewajiban: a. mengajukan pertanyaan kepada pelapor/pengadu dan/atau saksi kepentingan sidang; terlapor, untuk b. mengajukan saran kepada Ketua Majelis baik diminta ataupun tidak; dan c. mengikuti seluruh kegiatan persidangan termasuk melakukan penijauan di lapangan. Pasal 22 ( 1) Keputusan Majelis diambil melalui musyawara dan mufakat. (2) Dalam hal musyawara dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tidak tercapai, maka keputusan yang diambil dengan suara terbanyak. (3) Anggota majelis yang tidak setuju terhadap keputusan sidang tetap menandatangani keputusan sidang. (4) Ketidaksetujuan sebagaimana di.maksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara sidang. (5) Format berita acara sidang dan Putusan Kode Etik pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini. Pasal 23 (1) Sidang majelis tetap dilaksanakan tanpa dihadiri oleh terlapor setelah dipanggil secara sah sebanyak 2 (dua) kali. (2) Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tenggang waktu antara surat panggilan pertama dan surat panggilan berikutnya 7 (tujuh} hari kerja. (3) Sidang Majelis tetap memberikan Keputusan sidang walaupun terlapor tidak hadir dalam sidang. (4) Keputusan majelis bersifat final. (5) Format laporan/pengaduan lisan dan tertulis serta surat panggilan tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini. Pasal 24 (1) Untuk mendulrung pelaksanaan tugas Majelis Kode etik dibentuk Sekretariat Majelis Kode Etik. (2) Sekretariat Majelis Kode Etik berkedudukan pada Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (3) Keanggotaan Sekretariat Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. BAB VI TERLAPOR, PELAPOR/PENGADU DAN SAKSI Pasal 25 (1) Hak terlapor: a. mengetahui susunan keanggotaan Majelis sebelum pelaksanaan sidang; b. menerima salinan berkas laporan/pengaduan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama palin lambat 3 (tiga) hari sebelum dilaksanakan sidang; c. mengajukan pembelaan; d. mengajukan saksi dalam proses persidangan; e. meneima salinan keptusan sidang 3(tiga) hari setelah keputusan dibacakan; dan f. mendapatkan perlindungan administrasi. (2) Kewajiban terlapor: a. memenuhi semua panggilan; b. menghadiri sidang; c. menjawab semua pertanyaan yan diajukan oleh ketua dan anggota majelis; d. memberikan keterangan untuk memperlancar jalannya sidang Majelis; e. menaati semua ketentuan yang dikeluarkan oleh majelis ; dan f. berlalru sopan. Pasal 26 ( 1) Hak pelapor/pengadu: a. mengetahui tndak lanjut laporan/pengaduan yang disampaikan; b. mengajukan saksi dalam proses persidangan; c. mendapatkan perlindungan; d. mendapatkan salinan berita acara pemeriksaan; e. memberikan identitas secara jelas; dan f. mendapatkan perlindungan administratif. (2) Kewajiban pelapor/pengadu: a. memberikan laporan/pengaduan yang dapat dipertanggungjawabkan; b. menjaga kerahasiaan laporan/pengaduan yang disampaikan kepada pejabat yang berwenang; c. memenuhi semua panggilan; d. memberikan keterangan untuk memperlancar jalannya sidang majelis; dan e. menaati semua ketentuan yang dikeluarkan oleh majelis. Pasal 27 (1} Saksi mendapat perlindungan administrasi. (2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban: a. memenuhi semua panggilan; b. menghadiri sidang; c. menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh majelis; d. memberikan keterangan yang benarsesuai dengan yang diketahui tanpa dikurangi maupunditaambah; e. menaati semua ketentuan yang dikeluarka oleh majelis; dan f. berlaku sopan. Pasal 28 (1) Pegawai yang tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik direhabilitasi nama baiknya, berdasarkan keputusan hasil pemeriksaan Majelis. (2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Majelis. ,, BAB VII BUDAYA KERJA Pasal 29 Motto Budaya Kerja di lingkungan Pemerintah Daerah adalah "Melayani dengan Hati, Sepenuh Haii, dengan Hati• haii dan Tidak sesuka Hati". Pasal 30 Budaya Kerja Pegawai meliputi: a. mengembangkan kernitraan dalam memberikan pelayanan terbaik; b. mengedepankan perilaku kerja secara gotong royong untuk memberikan hasil kerja yang lebih optimal; c. mengernbangkan sikap kepedulian terhadap kepentingan masyarakat; d. disiplin, komitmen, dedikasi, ikhlas dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas; e. bersikap jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan; f. melaksanakan pekerjaan secara objektif dan transparan serta menghindari benturan kepentingan; g. melakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan secara terus menerus; h. berpikir dan bertindak untuk menghasilkan sesuatu yang baru; i. memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efektivitas dan efi.siensi; J. berani mengambil tindakan dan solusi dalammenyelesaikan masalah; k. bersikap terbuka terhadap ide-ide baru yang konstruktif; .. • ' 1. melakukan pekerjaan secara terukur, mulai dari perencanaan, proses, hingga hasil; m. berupaya untuk meningkatkan kompetensi; n. melaksanakan pekerjaan secara efektif, efisien, o. sistematis, terarah, dan berkualitas; dan bekerja sesuai dengan standar kinerja. Pasal 31 (1) Budaya Kerja Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 dilaksanakan oleh Pegawai dalam bentuk perilaku kerja. (2) Perilaku kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dipegang teguh dan dijalankan oleh Pegawai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. (3) Perilaku kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. JUJur; b. kerja keras; dan c. melayani. Pasal 32 Peraturan Bupati mi mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pembinaan Jiwa Korps, Kode Etik dan Budaya Kerja Pegawai Negeri Sipil
T.E.U.
Indonesia, Kabupaten Luwu Utara
Nomor
13
Bentuk
Peraturan Bupati (PERBUP)
Bentuk Singkat
PERBUP
Tahun
2017
Tempat Penetapan
Masamba
Tanggal Penetapan
30 Januari 2017
Tanggal Pengundangan
30 Januari 2017
Tanggal Berlaku
30 Januari 2017
Sumber
LD.2017/No.13
Subjek
KEPEGAWAIAN, APARATUR NEGARA
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kabupaten Luwu Utara
Bidang
Halaman ini telah diakses 408 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan