Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Timur Nomor 42 Tahun 2011

PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR

MATERI POKOK PERATURAN

Abstrak

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR. 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Luwu Timur . 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Luwu Timur. 4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Luwu Timur. 5. Instansi Pemerintah Daerah adalah unsur penyelenggara pemerintahan Kabupaten Luwu Timur. 6. Sistem Pengendalian Intern, yang selanjutnya disingkat SPI adalah proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 7. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh terhadap proses perancangan dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur. 8. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. 9. Inspektorat Kabupaten Luwu Timur adalah aparat pengawasan intern Pemerintah Kabupaten Luwu Timur yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati. 10. Perangkat Daerah adalah perangkat pada Pemerintah Kabupaten Luwu Timur sebagai unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah (badan/kantor), kecamatan, dan kelurahan. 4 11. Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah. 12. Reviu adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan. 13. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan. 14. Pemantauan adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 15. Kegiatan pengawasan lainnya adalah kegiatan pengawasan yang antara lain berupa sosialisasi mengenai pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan. 16. Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP adalah Petunjuk Pelaksanaan atas Peraturan Bupati Luwu Timur tentang penyelenggaraan SPIP, yang memuat kebijakan, strategi, metodologi penerapan, dan pengintegrasian seluruh aktivitas manajemen Pemerintahan Daerah, untuk memastikan bahwa seluruh unsur SPIP telah terbangun dalam program/kegiatan Pemerintahan daerah/perangkat daerah dalam rangka menjamin pencapaian tujuan yang ditetapkan. Pasal 2 (1) Untuk mencapai pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, Bupati melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan Pemerintahan Kabupaten Luwu Timur. (2) Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati ini. (3) SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset daerah, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 5 BAB II UNSUR SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) SPIP terdiri atas unsur: a. lingkungan pengendalian; b. penilaian resiko; c. kegiatan pengendalian; d. informasi dan komunikasi; dan e. pemantauan pengendalian intern. (2) Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah Daerah. Bagian Kedua Lingkungan Pengendalian Pasal 4 Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui : a. penegakan integritas dan nilai etika; b. komitmen terhadap kompetensi; c. kepemimpinan yang kondusif; d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan; e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia; g. perwujudan peran aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah yang efektif; Pasal 5 Penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a sekurang-kurangnya dilakukan dengan : a. menyusun dan menerapkan aturan perilaku; b. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan Instansi Pemerintah Daerah; 6 c. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku; d. menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan e. menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. Pasal 6 Komitmen terhadap kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b sekurang-kurangnya dilakukan dengan: a. mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah Daerah; b. menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah Daerah; c. menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya; dan d. memilih pimpinan Instansi Pemerintah Daerah yang memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan Instansi Pemerintah Daerah. Pasal 7 Kepemimpinan yang kondusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c sekurang-kurangnya ditunjukkan dengan : a. mempertimbangkan resiko dalam pengambilan keputusan; b. menerapkan manajemen berbasis kinerja; c. mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP; d. melindungi atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah; e. melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah; dan f. merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan. Pasal 8 (1) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d sekurang-kurangnya dilakukan dengan : 7 a. menyesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan Instansi Pemerintah Daerah; b. memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam Instansi Pemerintah Daerah; c. memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam Instansi Pemerintah Daerah; d. melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan e. menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan. (2) Penyusunan struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 9 Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah Daerah; b. pegawai yang diberi wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diberikan terkait dengan pihak lain dalam Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur; dan c. pegawai yang diberi wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf b memahami bahwa pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab terkait dengan penerapan SPIP. Pasal 10 (1) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dilaksanakan dengan memperhatikan sekurang- kurangnya hal-hal sebagai berikut : a. penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai; b. penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; dan c. supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai. (2) Penyusunan dan penerapan kebijakan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang- undangan. 8 Pasal 11 Perwujudan peran aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g sekurang-kurangnya harus : a. memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah; b. memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah; dan c. memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah. Bagian Ketiga Penilaian Resiko Pasal 12 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan penilaian resiko. (2) Penilaian resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. identifikasi resiko; dan b. analisis resiko. (3) Dalam rangka penilaian resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah menetapkan: a. tujuan Instansi Pemerintah Daerah; dan b. tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 13 (1) Tujuan Instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu. (2) Tujuan Instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. (3) Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah menetapkan: a. strategi operasional yang konsisten; dan b. strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian resiko. 9 Pasal 14 Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b sekurang- kurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: a. berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah Daerah; b. saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya; c. relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah Daerah; d. mengandung unsur kriteria pengukuran; e. didukung sumber daya Instansi Pemerintah Daerah yang cukup; dan f. melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya. Pasal 15 Identifikasi resiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan: a. menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah Daerah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif; b. menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali resiko dari faktor eksternal dan faktor internal; dan c. menilai faktor lain yang dapat meningkatkan resiko. Pasal 16 (1) Analisis resiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk menentukan dampak dari resiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah Daerah. (2) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah menerapkan prinsip kehatihatian dalam menentukan tingkat resiko yang dapat diterima. Bagian Keempat Kegiatan Pengendalian Pasal 17 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah yang bersangkutan. (2) Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut : a. kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah Daerah; b. kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian resiko; 10 c. kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah Daerah; d. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis; e. prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis; dan f. kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. (3) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah Daerah yang bersangkutan; b. pembinaan sumber daya manusia; c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi; d. pengendalian fisik atas aset; e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; f. pemisahan fungsi; g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting; h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian; i. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Pasal 18 Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang ditetapkan. Pasal 19 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf b. (2) Dalam melakukan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah harus sekurang-kurangnya: a. mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi instansi kepada pegawai; b. membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia yang mendukung pencapaian visi dan misi; dan 11 c. membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan dan pelatihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin pegawai, sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir. Pasal 20 (1) Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf c dilakukan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi. (2) Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengendalian umum; dan b. pengendalian aplikasi. Pasal 21 Pengendalian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. pengamanan sistem informasi; b. pengendalian atas akses; c. pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi; d. pengendalian atas perangkat lunak sistem; e. pemisahan tugas; dan f. kontinuitas pelayanan. Pasal 22 Pengamanan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a sekurang-kurangnya mencakup: a. pelaksanaan penilaian resiko secara periodik yang komprehensif; b. pengembangan rencana yang secara jelas menggambarkan program pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya; c. penetapan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola program pengamanan; d. penguraian tanggung jawab pengamanan secara jelas; e. implementasi kebijakan yang efektif atas sumber daya manusia terkait dengan program pengamanan; dan f. pemantauan efektivitas program pengamanan dan melakukan perubahan program pengamanan jika diperlukan. 12 Pasal 23 Pengendalian atas akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b sekurang-kurangnya mencakup: a. klasifikasi sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan sensitivitasnya; b. identifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi secara formal; c. pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan mendeteksi akses yang tidak diotorisasi; dan d. pemantauan atas akses ke sistem informasi, investigasi atas pelanggaran, serta tindakan perbaikan dan penegakan disiplin. Pasal 24 Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c sekurang-kurangnya mencakup : a. otorisasi atas fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program; b. pengujian dan persetujuan atas seluruh perangkat lunak yang baru dan yang dimutakhirkan; dan c. penetapan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak. Pasal 25 Pengendalian atas perangkat lunak sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d sekurang-kurangnya mencakup : a. pembatasan akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan dokumentasi atas otorisasi akses; b. pengendalian dan pemantauan atas akses dan penggunaan perangkat lunak sistem; dan c. pengendalian atas perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak sistem. Pasal 26 Pemisahan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e sekurangkurangnya mencakup: a. identifikasi tugas yang tidak dapat digabungkan dan penetapan kebijakan untuk memisahkan tugas tersebut; b. penetapan pengendalian akses untuk pelaksanaan pemisahan tugas; dan c. pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur, supervisi, dan reviu. 13 Pasal 27 Kontinuitas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf f sekurang-kurangnya mencakup: a. penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitif; b. langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi komputer; c. pengembangan dan pendokumentasian rencana komprehensif untuk mengatasi kejadian tidak terduga; dan d. pengujian secara berkala atas rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga dan melakukan penyesuaian jika diperlukan. Pasal 28 Pengendalian aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b terdiri atas: a. pengendalian otorisasi; b. pengendalian kelengkapan; c. pengendalian akurasi; dan d. pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data. Pasal 29 Pengendalian otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a sekurang-kurangnya mencakup: a. pengendalian terhadap dokumen sumber; b. pengesahan atas dokumen sumber; c. pembatasan akses ke terminal entri data; dan d. penggunaan file induk dan laporan khusus untuk memastikan bahwa seluruh data yang diproses telah diotorisasi. Pasal 30 Pengendalian kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b sekurang-kurangnya mencakup : a. pengentrian dan pemrosesan seluruh transaksi yang telah diotorisasi ke dalam komputer; dan b. pelaksanaan rekonsiliasi data untuk memverifikasi kelengkapan data. Pasal 31 Pengendalian akurasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c sekurang-kurangnya mencakup : 14 a. penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data; b. pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah; c. pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah dengan segera; dan d. reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan validitas data. Pasal 32 Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d sekurang-kurangnya mencakup : a. penggunaan prosedur yang memastikan bahwa hanya program dan file data versi terkini digunakan selama pemrosesan; b. penggunaan program yang memiliki prosedur untuk memverifikasi bahwa versi file komputer yang sesuai digunakan selama pemrosesan; c. penggunaan program yang memiliki prosedur untuk mengecek internal file header labels sebelum pemrosesan; dan d. penggunaan aplikasi yang mencegah perubahan file secara bersamaan. Pasal 33 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melaksanakan pengendalian fisik atas aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf d. (2) Dalam melaksanakan pengendalian fisik atas aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan kepada seluruh pegawai : a. rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik; dan b. rencana pemulihan setelah bencana. Pasal 34 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan mereviu indikator dan ukuran kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf e. (2) Dalam melaksanakan penetapan dan reviu indikator dan pengukuran kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah harus: a. menetapkan ukuran dan indikator kinerja; b. mereviu dan melakukan validasi secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja; 15 c. mengevaluasi faktor penilaian pengukuran kinerja; dan d. membandingkan secara terus-menerus data capaian kinerja dengan sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut. Pasal 35 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan pemisahan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf f. (2) Dalam melaksanakan pemisahan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah harus menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang. Pasal 36 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf g. (2) Dalam melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi kepada seluruh pegawai. Pasal 37 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf h. (2) Dalam melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan: a. transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat segera; dan b. klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan dalam seluruh siklus transaksi atau kejadian. Pasal 38 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib membatasi akses atas sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf i dan menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf j. 16 (2) Dalam melaksanakan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala. (3) Dalam menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menugaskan pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber daya dan pencatatannya serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala. Pasal 39 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf k. (2) Dalam menyelenggarakan dokumentasi yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Bagian Kelima Informasi dan Komunikasi Pasal 40 Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Pasal 41 (1) Komunikasi atas informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 wajib diselenggarakan secara efektif. (2) Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah harus sekurang-kurangnya : a. menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan b. mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus. 17 Bagian Keenam Pemantauan Pasal 42 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern. (2) Pemantauan Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pasal 43 Pemantauan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Pasal 44 (1) Evaluasi terpisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern. (2) Evaluasi terpisah dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah atau pihak eksternal Pemerintah Daerah. (3) Evaluasi terpisah dapat dilakukan dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. Pasal 45 Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan. BAB III PENGUATAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN SPIP Bagian Kesatu Umum Pasal 46 (1) Bupati bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur. (2) Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Luwu Timur. (3) Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP yang disusun sesuai dengan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP yang ditetapkan oleh Kepala BPKP sebagai pembina penyelenggaraan SPIP. 18 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (5) Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah termasuk akuntabilitas keuangan daerah. (6) Dalam proses pembangunan dan pengembangan SPIP dibentuk Satuan Tugas SPIP Pemerintah Kabupaten Luwu Timur. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan dan tugas Satuan Tugas SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Kedua Pengawasan Intern atas Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah Daerah Pasal 47 (1) Pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Luwu Timur. (2) Inspektorat Kabupaten Luwu Timur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengawasan intern melalui : a. audit; b. reviu; c. evaluasi; d. pemantauan; dan e. kegiatan pengawasan lainnya. Pasal 48 Inspektorat Kabupaten Luwu Timur melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten. Pasal 49 (1) Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) terdiri atas: a. audit kinerja; dan b. audit dengan tujuan tertentu. (2) Audit kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan audit atas pengelolaan keuangan daerah dan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah yang terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan efektivitas. (3) Audit dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 19 Pasal 50 (1) Pelaksanaan audit intern di lingkungan Instansi Pemerintah Daerah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. (2) Syarat kompetensi keahlian sebagai auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi. (3) Kebijakan yang berkaitan dengan program sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsional sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 51 Pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pengawasan wajib menaati kode etik aparat pengawas Intern Pemerintah. Pasal 52 Untuk menjaga mutu hasil audit, aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah, wajib berpedoman pada standar audit pemerintah. Pasal 53 Setelah melaksanakan tugas pengawasan, aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah wajib membuat laporan hasil pengawasan dan menyampaikannya kepada pimpinan Instansi Pemerintah Daerah yang diawasi. Pasal 54 Aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugasnya harus independen dan obyektif. Pasal 55 Inspektorat Kabupaten melakukan reviu atas laporan keuangan Pemerintah Daerah sebelum disampaikan bupati kepada Badan Pemeriksa Keuangan. 20 BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 56 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur.

METADATA PERATURAN

Tipe Dokumen
Peraturan Perundang-undangan
Judul
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Timur Nomor 42 Tahun 2011 tentang PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR
T.E.U.
Indonesia, Kabupaten Luwu Timur
Nomor
42
Bentuk
Peraturan Bupati (PERBUP)
Bentuk Singkat
PERBUP
Tahun
2011
Tempat Penetapan
Malili
Tanggal Penetapan
Tanggal Pengundangan
Tanggal Berlaku
Sumber
BD.2011
Subjek
SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Status
Berlaku
Bahasa
Bahasa Indonesia
Lokasi
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur
Bidang
Halaman ini telah diakses 393 kali

STATUS PERATURAN

Belum Tersedia

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI

Belum Tersedia

TENTANG DATABASE PERATURAN

Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat

KONTAK
  • Sekretariat Website JDIH BPK
  • Ditama Binbangkum - BPK
  • Jalan Gatot Subroto 31
  • Jakarta Pusat, 10210
  • Telp (021) 25549000 ext. 1521

© Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan